14

117 9 13
                                    

Varo terbangun dari tidurnya. Tangannya terasa kebas karena semalam menjadi bantal Adiknya.

"Ututuu... Bayitu mastih tidyur"

Varo memandangi wajah polos Adiknya yang masih tidur.

"Bang~~~"

"Eh, Ri? Dah bangun? " tanya Varo.

"Eumhh~~~"

Varo bangkit dari posisinya setelah menggeser kepala Adiknya dari lengannya.

"Bangun cepat gih! Hari ini sekolah! Gamau telat, kan? " ujar Varo sembari mengelus kepala Adiknya sayang.

"Hngh, Rio bangun" ujar Rio setelah itu mengucek matanya.

"Ya udah. Abang ke kamar dulu, yah? Mau siap-siap juga" pamit Varo.

"Eung, eung" angguk Rio dengan puffy face-nya

Varo mengusak gemas rambut Rio kemudian meninggalkannya sendiri.

☜☆☞

Rio tengah memakai seragam sekolahnya.

"Ini luka perih juga. Tapi kok akunya tetep ganteng, yah? " pujinya narsis.

Tiba-tiba kegiatannya terhenti seketika. Tangannya bergerak lemas ke perutnya.

"Ugh"

Rio berusaha mengurangi rasa mualnya dengan menenggak liurnya sesering yang ia bisa.

"Hooeekk"

Rupanya usahanya tidak berhasil. Ia tetap saja merasa mual dan berakhir memuntahkan semuanya ke wastafel.

"Hooeekk"

Ia memuntahkan semua isi perutnya. Setelah dirasanya cukup, ia kemudian membasuh wajah serta mulutnya.

"Ugh... " ia kembali membungkam mulutnya. Berusaha menahan muntahnya.

"Hooeekk" Dewi fortuna tak berpihak lagi kepadanya. Ia kembali muntah. Tapi, kali ini berbeda.

Cairan yang ia muntahkan bukan berasal perutnya. Tapi, dari paru-parunya. Kalian tahu apa itu, kan.

".....darah.... "

Rio mengangkat kepalanya. Menatap pantulan dirinya dicermin. Ia mimisan.

Cuurrr

Dengan segera, ia membersihkan darah mimisannya. Dengan perlahan tentu nya, agar tidak meninggalkan noda di seragamnya.

TOK TOK TOK

"Ri? Kamu masih lama kah? "

"Iya! Abang duluan turun aja! "

"Ya udah! Cepetan oke? Abang tungguin dibawah! "

"Iya, Bang"

Hening tercipta seketika. Rio menatap pantulan dirinya di cermin. Pucat. Itulah yang dilihatnya.

"Ugh, ayolah. Jan nakal dulu hari ini! Besok-besok aja! " rutuknya pada si 'nakal' yang berdetak tak beraturan saat ini.

☜☆☞

Rio melalui sarapannya dengan suasana yang sama seperti kemarin. Mamanya yang mendiaminya. 

Sulit rasanya mengabaikan Mamanya, mengingat ia sangat menyayanginya dulu. Itu dulu bukan sekarang.

Tapi, mau bagaimana lagi. Mamanya sudah tidak peduli lagi kepadanya. Rasanya ingin sekali ia berteriak kencang seperti orang tidak waras.

Puk

"Eh? Kak Qila? "

Qila, hanya tersenyum membalas sapaan itu.

"Lo kenapa? Ga papa, kan? Itu pipimu kenapa? Trus itu muka pucat amat elah. Kek mukanya si Olaf" tanya Qila cemas.

"Gue gapapa, kok Kak. Ini pengaruh kurang tidur aja. Akhir-akhir ini gue sering begadang gegara tugas" jelas Rio berbohong.

"Trus pipi lo? "

"Oh, ini. Ga sengaja kegores kemarin" Qila mengangguk-angguk paham.

"Lo udah makan, kan? " tanya Qila.

"Iya, Kak. Udah tadi dirumah"

"Yah, kirain belom. Yodah, temenin gue makan di kantin yuk. Lupa sarapan gue" ajak Qila.

"hehehe. Ayuk Kak"

☜☆☞

Varo sedang nongkrong di ruangan Andra. Ia duduk di kursi milik Andra.

"Huaaa,, gue capek. Kursinya Andra enak. Beruntung amat dah. Mau beli kek gini juga " ujar Varo.

"Eh, apaan nih? "

Tatapannya teralihkan ke map putih yang tertindih tas Andra.

"Eh? Map RS? Punya siapa kira-kira? "

Dengan rasa keponya, Varo mengambil map itu lalu membaca biodata pasien yang berkaitan.

Nama : Orion Guinandra
Usia : 16 tahun
Diagnosa : Maag dan pendarahan paru-paru

Bruk

" Apa ini? "

Deg

"Ini beneran ato prank, sih? "

Ceklek

"Eh? Lo disini, Ro"

"Ini boong kan, Dra. Ngapain sih pake prank kek gini. Gabaik tahu, gak? Lagipula ultah gue masih lama, Dra. Kalo mau ngasih prank, jan yang kek gini. Gue gasuka, Dra" tolak Varo tak terima.

"Maafin gue, Ro. Gue juga awalnya ga percaya. Gue juga udah mastiin berkali-kali berharap gue salah, tapi itulah kenyataannya Ro. Gue... "

"Udah sejak kapan kek gitu? " tanya Varo memotong perkataan Andra.

"Keknya udah lama. Gue juga udah periksain dia pake CT-Scan kemaren"

Varo membulatkan matanya terkejut. Ia menatap tak percaya dengan hasil CT-Scan ditangannya.

'Maafin Varo yang lalai, Yah' batin Varo.

☜☆☞

"Bang! Lepasin, Bang! " desak seseorang dengan seragam sekolahnya.

"Nggak! Kamu harus dirawat hari ini! Abang gamau terjadi apa-apa sama kamu, Ri! "

"Tapi, Bang. Rio gamau " tolaknya.

Kini mereka jadi pusat perhatian. Bagaimana tidak? Mereka bertengkar di tengah-tengah lapangan. Dan lagi, ini masih jam istirahat, pasti banyak murid yang menyaksikan mereka.

"Ayolah, Ri. Kita ke RS sekarang! Abang gamau kamu kenapa-napa! Setidaknya kamu dikasih penanganan pertama dulu biar ga makin parah, Ri" bujuk Varo dengan sedikit desakan.

"Ngga mau, Bang!! Rio gamau diobatin kalo Mama masih marah sama Rio! " tolak Rio keras kepala.

"Ri. Abang mohon. Kalo kamu maunya gitu, biar Abang aja yang bicara sama Mama. Yang penting kamu dirawat dulu hari ini! " bujuk Varo.

"Ish, sekali tidak tetep tidak, Bang! Rio gamau dirawat di RS! Jangan maksa Rio terus, Bang! "

Sreet

Rio menepis tangan Abangnya yang menggenggam tangannya erat. Membuat yang lebih tua sedikit terdorong.

"RIOOO!!! "

Varo meneriaki Adiknya yang berlari menjauhi dirinya.

Tiiin tiin tiiin

"RIOOO!!! "

Cliiiiitttt

Brakkk!!!

"Bang? "

Tbc

Hayoloohhhh

Itu gimana hayooo?? :v

Really [Lokal Vers] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang