21

141 10 0
                                    

Rio baru saja di pindahkan ke ruangannya kembali karena kondisinya tidak separah tadi. Walau masih perlu diwaspadai.

Andra menatap sendu seseorang dihadapannya. Instubasi dijejalkan masuk ke tenggorokannya. Dan ia yakin, jika ia sadar nanti tenggorokannya akan perih dan kering. Tubuhnya dipenuhi banyak kabel yg sudah pasti terasa sakit, dan selang Infus serta oxymeter yg menghiasi menjepit salah satu jemarinya. 

Tangannya terangkat, berniat mengusap puncak rambut seseorang dihadapannya.

"Jangan lupa bangun, Ri. Jangan tidur terlalu lama. Jangan buat Abang takut kalo liat kamu tidur lagi" lirih Andra.

Tess

Andra menangis dengan tangan yang menutupi wajah kacaunya. Tangannya terangkat untuk menggenggam tangan dingin nan pucat milik Rio.

"Oh Tuhan. Kapan keadilanmu menghampiri anak ini? Jangan limpahkan kekesalanmu padanya seorang. Hamba rela berbagi hal itu dengannya. Atau bila perlu kepada hamba sendiri saja tidak apa. Hamba tak kuat melihatnya menderita seperti ini" lirih Andra ditengah tangisnya.

☜☆☞

Dilain sisi, dengan tempat yang sama, terlihat Varo yang barusaja menjalani pemeriksaan rutinnya setelah kecelakaan.

"Huh, capek bat. Mana libur otw habis lagi" keluh Varo.

Ya, Varo diberi cuti sebulan akibat kecelakaan yang sempat ia alami dulu. Dan ini sudah memasuki hari ke-20 yang artinya sisa 10 hari lagi waktunya untuk bersantai.

"Jangan lupa bangun, Ri. Jangan tidur terlalu lama. Jangan buat Abang takut kalo liat kamu tidur lagi"

Suara lirihan itu memasuki indra pendengarannya. Ia mengenal betul siapa pemilik suara lirihan tadi.

Karena penasaran yang terlalu tinggi, ia mencari darimana asal lirihan itu.

"Hiks.. Hiks... "

Matanya membulat kaget melihat Andra yang tengah menangis sembari memegang telapak tangan pemuda yang telah lama menghilang dari rumah mereka. Hatinya tercebik melihat keadaan pemuda itu. Siapa lagi kalau bukan Rio.

"Oh Tuhan. Kapan keadilanmu menghampiri anak ini? Jangan limpahkan kekesalanmu padanya seorang. Hamba rela berbagi hal itu dengannya. Atau bila perlu kepada hamba sendiri saja tidak apa. Hamba tak kuat melihatnya menderita seperti ini" lirih Andra ditengah tangisnya.

Oh, tidak!

Varo meremat rambutnya ketika kepalanya tiba-tiba berdenyut nyeri. Suatu memori bermunculan di kepalanya hingga membuatnya pusing seketika.

Flashback on :

2016

"Beneran mau ikut Ayah, Ri? " tanya Varo cemas.

"Iya, Bang. Kan abis ketemu sama Dia, Rio juga mau ngambil obat. Daripada repotin Abang, mending Rio ikut Ayah. Ya kan, Yah? " tanya Rio meminta persetujuan pada Ayahnya. Sang Ayah mengangguk mengiyakan.

"Ya udah, kalo gitu hati-hati yah? Jaga diri baik-baik. Dengerin kata-kata Ayah! Jangan membantah! Ok? Ah, jan lupa... "

"Udah, Bang! Nanti Rio ditinggal, Ih! " potong Rio dengan wajah kesalnya yang sangat menggemaskan.

"Iya deh. Maaf. Yodah pergi sana! Hati-hati dijalan! " Rio pun mengiyakan.

"Iya, Bang. Dadah~ "

Skip~

"Apa?! Kalian tidak bercanda, kan?! "

"Maafkan kami. Tapi Ayah Anda meninggal ditempat, sementara Adik Anda sedang mendapatkan penanganan di RS XX"

Really [Lokal Vers] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang