5

194 10 0
                                    

Ruang rawat itu sepi kali ini. Varo sibuk dengan shiftnya, sedangkan Sabina sibuk mengurusi rumah yang belakangan ini terbengkalai, meninggalkan Rio sendirian di ruangan ini. Rio menatap keluar jendela.

'Ayah, Mama akan nikah lagi setelah Rio keluar dari rumah sakit. Dan parahnya lagi, orang yang celakain Rio akan seatap dengan Rio. Bahkan menyandang status sebagai kakak tiri Rio. Gimana nih, Yah? Kalo Mama nikah sama Om Haris, itu bakal ngubah marga keluarga kita. Gimana dong, Yah? Rio gak rela ganti marga'

Tes

Setetes air mata lolos dari mata indahnya.

"Hiks... " isak tertahan lolos dari bibir tebalnya begitu saja. Ia menggigit bibirnya keras berusaha menahan air matanya.

"Gaboleh!! Gaboleh nangis!! Nanti Mama bakal ngerasa bersalah. Gaboleh!!"

Puk Puk..

"Rio! Tenanglah! Jan nangis! " ujarnya sambil menepuk pipinya berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Hhh... "

Ia menghela nafas berat, berusaha mengontrol emosinya. Tak lama, ia berhenti menangis.

"Hhh, kek gini lebih baik"

Rio mengubah posisinya, lalu merebahkan tubuhnya. Mencoba membuat dirinya tertidur.

☜☆☞

"Dimana ini? "

Remaja berpakaian putih itu terus saja berjalan entah kemana, berharap menemukan ujung dari, hm, bisa dibilang ruangan serba putih yang bahkan ujungnya tidak terlihat.

"Ini dimana, sih? "

TAP TAP TAP

Kakinya terus melangkah tak tentu arah, mencari dimana jalan agar ia bisa pergi dari tempat itu. Tapi, sepertinya itu sia-sia. Sudah kira-kira 12 jam ia berjalan, tapi ia tidak menemukan petunjuk apapun. Ah, 12 jam? Kalian berfikir dia akan kelelahan. Tapi, nyatanya dia tidak kelelahan sama sekali. Ia bahkan tidak tahu alasan untuk pertanyaan itu.

"Rio~"

"Hah?"

Rio celingak-celinguk mencari sumber suara yang didengarnya.

"Siapa itu?!!"

"Rio~"

"Oh ayolah! Perlihatin dirimu dong! Kamu buat aku takut! " ujar Rio takut.

"Rio~"

Rio segera menutup kedua telinganya, berusaha menghalau suara-suara itu masuk ke indra pendengarannya.

"Rio~"

"Aaaaa!! Berenti panggil namaku!! " histeris Rio.

"Rio~"

"Rio, berbaliklah Nak"

Suara bass nan lembut itu lolos memasuki indra pendengarannya. Sontak dia membuka sedikit tangannya, guna mendengar kembali suara itu.

"Berbaliklah, Nak"

Rio membalikkan dirinya perlahan. Mencoba memenuhkan fikirannya dengan fikiran positif.

"Ayah" lirihnya.

☜☆☞

Ceklek

Sabina memasuki ruang rawat Putra Bungsunya. Ia mengelusi puncak kepala Putranya lembut.

"Cepat sembuh, Nak. Mama gasuka liat Rio keluar masuk RS terus. Mama ga kuat" lirih Sabina. Ia berusaha keras menahan air matanya.

Sabina menghela nafas panjang. Untunglah, pekerjaannya dirumah sudah selesai. Sabina akhirnya bisa menemani Rio di RS. Ia pun menyamankan posisinya di kursi disamping ranjang Rio, berniat untuk tidur berbantalkan tangan anaknya yang tidak diinfus.

Really [Lokal Vers] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang