TUJUH

226 11 0
                                    

Pagi ini seluruh kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3 bergabung di lapangan sekolah dengan seragam olahraga. Kelas Akasa dan kelas Miera. Kelas mereka di gabung karna jadwal dari Pak Huda bentrok sama jam kelas XI IPA 2 jadi kelas olahraga di gabungkan. Semua siswa pun melakukan pemanasan yang di pimpin oleh salah satu perwakilan kelas masing-masing. Matahari pagi ini memang cukup terik bikin keringetan cepet banget gak seperti hari biasanya.

"Ah, Gerah banget nih. Astaga!" keluh Miera sembari pemanasan dengan mengibaskan bajunya.

"Ah. Harusnya gue bawa kipas kecil tadi! Sumpah, demi apapun. Ini panas banget ntar kulit gue item gimana?" keluh Kanya yang pasti kalau lagi nggak nyaman sama keadaan, pasti dia mencak-mencak heboh sendiri.

"Pak! Bisa nggak sih. Cari tempat yang teduh gitu. Di sini, panas banget pak," ucap Clara mengeluh pada guru pengajar.

"Iya Pak. Cari tempat yang teduh gitu pak," ucap Kanya dan Miera kompak.

Pak Huda lalu mengarahkan pandangannya kepada trio mak lampir (sebutan dari Arga) dan membuang nafas pelan. "Sinar matahari pagi itu bagus buat kesehatan, buat kulit kamu juga. Gak akan kamu hitam kalau panas pagi hari, iya kalau jam 12 ke atas."

"Tapi kan, panas banget pak. Gak betah saya, di sini lama-lama Pak." Lanjut Miera.

Kesal mendengar bualan Miera, Kanya, dan Clara. Akhirnya Arga angkat bicara.

"Kalian bisa nggak sih, nggak usah ngedumel terus. Lo kira, kita-kita nggak kepanasan apa? Panas cuy! Lo pikir cuman lo doing gitu. Dasar lampir," ketus Arga dengan menekan nada di kata Panas cuy!

"Tau nih! Bisanya ngeluh doang,""sahut Aaron.

"Lebay banget jadi cewek," lanjut Keana. Lalu Aaron dan Keana saling tatap dan tersenyum sinis penuh kemenangan bisa nge skak Miera the geng.

"Asal lo tau ya! Gue alergi panas. Kulit gue cepet merah dan gatal kalo kena panas!" Miera melotot marah dan kesal.

"BERISIK!" Akasa muak mendengar bualan gak guna Miera.

"Kalo memang lo nggak niat nggakmau ikutin peraturan sekolah buat olahraga disini, mending lo pulang! kalo enggak, pindah sekalian! Jadi cewek kok nggak mau nerima apa adanya, banyak mau banget. Seharusnya lo ber syukur dong,bisa nikmatin hidup bahkan terik matahari bukan malah ngeluh kayak gitu. Sok-sok an bergaya macem Princess tapi nggak pantes sama kelakuan. Lo pikir gaya lo itu terlihat 'WAH' gitu kalo di liat orang? Lo pikir lo cantik gitu? Lo pikir lo banyak yang suka gitu? Udah dandanan kayak mak lampir, sok-sok an cari muka. Udah lah, nggak usah ngarep ketinggian jadi orang yang terlihat perfect di mata orang lain, ntar giliran jatuh, nangis rengek ke Mama. Cih! Mending lo belajar nerima apa adanya dan seburuk apapun keadaan yang ada di depan lo. Kena panas gini aja bacot lo bikin gue istigfar tau nggak? Gimana ntar lo di NERAKA yang panasnya ngelebihin ini. Jujur, gue muak liat tingkah lo. Apa lo pengen tuh muka gue tebas sekalian? atau pengen gue jedotin kepala lo biar sadar diri jadi orang, biar otak nya lurus gak melenceng. Apa gue harus---"

"Ka, Udah! Udah Ka," Aaron menarik tubuh Akasa untuk menjauh dari Miera yang bermaksud agar berhenti mengucap kalimat pedes yang penuh amarah pada Miera juga geng nya. Karna sekali Akasa marah, dia pasti ngucapin kalimat di luar akalnya alias sesuai fakta. Mulut Akasa sepedas sambal buatan Mama.

Mata Miera memerah dan berkaca-kaca setelah mendapati ucapan pedas dari Akasa. Napasnya naik turun tak beraturan dan tangannya mengepal geram. Ia menatap Akasa yang masih menatapnya tajam penuh amarah. Sementara itu, murid lainnya hanya terdiam menonton kejadian yang baru saja terjadi. Bahkan, Pak Huda hanya menatap mereka tanpa sepatah kata karna menurut Pak Huda, kata Akasa ada benarnya juga dan ada salahnya jadi di tengah-tengah antara salah dan benar.

AKASA [MYG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang