Prolog

195 11 2
                                    

Dia tidak mau ku ajak tinggal bersama, katanya dia punya sesuatu yang berharga. Aku bahkan belum mengetahui namanya, dia sudah pergi dan meninggalkan kenangan lama.

(^,^)

"Kak!"

Sekali lagi terdengar jeritan dari arah kamar anak perempuan itu. Dari dua hari lalu tepatnya. Rumah keluarga Adrian terdengar ramai karena jeritan anak gadis satu satunya di keluarga itu. Bukan gemar menjerit atau sedang latihan paduan suara, tapi dia lagi-lagi diganggu oleh salah satu kakak kembarnya.

Ryan mengambil cokelatnya dan ini sudah yang ke sekian kalinya di Minggu ini. Callista---Mama Ryan---sudah membelikan lebih dari 5 cokelat dari mini Market yang ada di depan perumahan mereka untuk mengganti cokelat yang sudah masuk ke perut Ryan dan menyebabkan anak bungsunya itu menangis.

"Yan..." panggil Callista sembari menghela nafas lelah. Lelah menghadapi anak-anaknya ini.

Yang dipanggil langsung menoleh dengan senyum manis andalannya. "Ya, Ma?" tanyanya sambil memeletkan lidahnya pada adiknya sebelum akhirnya ia berjalan ke arah Callista. Chelsea hanya bisa menggembungkan pipinya kesal.

"Balikin cokelatnya ke Chelsea," suruh Callista.

"Tapi, Ma..."

"Udah dong, adik kamu udah kamu bikin nangis dari kemarin. Kita kan mau ke rumah sakit buat jenguk Dylan," jelas Callista.

Tatapan Ryan berubah menjadi murung begitu juga dengan Chelsea ketika mendengar kabar Dylan---saudara kembar Ryan yang sekaligus adalah kakak Chelsea---ada di rumah sakit. "Ma, Kak Dylan kapan pulang? Chels udah kangen," tanya Chelsea sambil menarik-narik baju Callista agar mamanya itu menoleh.

Callista tersenyum pada anaknya yang berumur 6 tahun itu. "Mama gak tahu, kita doain supaya Kak Dylan cepat sembuh aja, ya?"

"Ryan udah doain Dylan, tapi Dylan gak sembuh-sembuh tuh, Ma." jawab Ryan minta penjelasan. Namanya anak kecil, Ryan juga khawatir pada saudara kembarnya. Pikirnya dengan berdoa, Dylan bisa sembuh dalam hitungan detik. Namun, tidak seperti itu realitanya.

Callista kembali tersenyum dan mengelus kepala kedua anaknya itu. "Iya, mangkanya kita jenguk biar Dylan semangat dan cepat sembuh. Yuk," ajak Callista yang diangguki oleh kedua anaknya itu.

§

"Kak Dylan!" teriak Chelsea sambil berlari ke arah kasur yang sedang ditiduri oleh seorang anak laki-laki yang terpejam.

Alat infus dan alat rumah sakit lainnya ikut menemani anak laki-laki yang sedang tertidur pulas itu. "Chels, Kak Dylan lagi istirahat. Kamu keluar dulu, ya?" pinta Adrian---Papa Chelsea dan si kembar.

"Kakak... Ini hari natal, kakak gak kangen sama Chels?"

Raut wajah Chelsea berubah masam. Dia menatap wajah kakaknya itu dengan sendu. Itu karena tidak ada jawaban dari Dylan.

"Kakak cepat sembuh.. Chels kangen,"

Selepas mengatakan kalimat itu, Chelsea tersenyum kecil dan pergi dari kamar rawat Dylan. Dia duduk sendirian di kursi selasar karena Callista dan Ryan pergi membelikan makanan untuknya. Ia tadi ingin ikut tapi dia sudah terlanjur bilang mau menunggu Dylan di sini.

"Papa sebentar, gak lama. Tunggu aja di sini,"

Chelsea langsung menoleh ke arah sumber suara. Itu berasal dari seorang laki-laki yang ada di seberang kursi panjang yang sedang ia duduki.

Chelsea menatap ke balik punggung laki-laki itu dan langsung melihat anak laki-laki dari balik punggung laki-laki itu. Kenapa dia? batinnya. Anak laki-laki itu menatap Papanya dengan mata berkaca-kaca.

"Tapi, Pa..."

"Dengerin apa kata, Papa!" terdengar suara tegas dari papanya yang terdengar menyeramkan di telinga Chelsea kecil. Dia bahkan tidak pernah sekalipun dibentak oleh keluarganya. Chelsea dimanja, itu sebabnya.

"I-Iya," jawab anak laki laki itu takut takut. Suaranya gemetar.

Setelah Papa dari anak laki-laki itu pergi, Chelsea melihat anak laki-laki yang lebih tua darinya itu murung. Bahkan matanya yang menurut Chelsea bagus itu tampak mengeluarkan air mata. Chelsea menggembungkan pipinya begitu saja.

Chelsea melirik ke sekitar---takut Papanya yang galak itu datang---lalu menghampiri anak laki laki itu. "Hai," sapanya.

Anak laki-laki yang tidak diketahui namanya itu menoleh dan langsung menghapus air matanya dengan cepat. "Papanya kakak galak, ya?" tanya Chelsea asal.

Anak laki-laki itu mengerutkan kening gusar, dia tidak menyangkal kalau memang papanya itu galak, karena itu kenyataannya. "Kok bilang gitu?"

"Tadi Papanya kakak bentak kakak kayak gini," Chelsea mengubah raut wajahnya sampai ia yakin sudah mirip dengan wajah Papa anak laki-laki itu. "Dengerin apa kata, Papa!" katanya, tapi suaranya jelas sangat berbeda jadi terdengar lucu.

Anak laki-laki itu tertawa. Chelsea kecil ikut tertawa karena senang yang dilakukannya itu berhasil membuat anak itu tertawa. "Waktu aku dateng, kok kakak langsung hapus air mata kakak?" tanya Chelsea polos.

Anak laki-laki itu tersenyum. "Kakak itu laki-laki, malu nangis di depan anak perempuan." jawabnya.

"Kata siapa? Nangis itu wajar kok," jawab Chelsea.

"Kata mamanya kakak,"

"Ohh.. Tapi kata mamanya Chels, nangis itu bisa malah baik. Katanya biar emosi yang Chels pendam biar keluar semua,"

"Coba deh, perasaan kakak gimana kalau habis nangis? Lebih baik, kan?" tanya Chelsea. Anak laki-laki itu mengangguk. "Jadi kakak nangis aja, gapapa kok. Aku kan ada di sini," tenangnya.

Air mata anak laki-laki itu mengalir lagi. "Eh? Kakak nangis lagi?" Chelsea tersenyum dan menghapus air mata di pipi anak laki-laki itu. "Kakak pasti sedih banget, ya? Hmm, kakak tinggal sama aku aja. Papa Chels baik kok,"

"Kakak punya adik, kasihan nanti kalau kakak tinggal. Oh iya, kamu kenapa ada di sini? Kamu sakit?" tanya anak laki-laki itu.

Chelsea menggeleng dan wajahnya berubah murung. "Kak Dylan sakit, padahal ini hari natal. Aku ke sini buat jenguk dan aku pikir Kak Dylan bakal buka matanya dan ngobrol sama aku, ternyata enggak." jawabnya lesu. Air mata Chelsea yang sekarang meluncur ke pipinya.

Anak laki laki itu terkejut dengan perubahan emosi anak perempuan di sampingnya. Dia yang tadinya ceria dan berhasil membuatnya tertawa sekarang menangis. Anak laki laki itu menghapus air mata gadis kecil di sebelahnya, membuat gadis itu mendongak menatapnya.

"Kakak buat kamu sedih, ya?" katanya sambil menatap gadis itu sendu. "Kita doain kakak kamu supaya cepat sembuh, ya?" ajaknya. Chelsea mengangguk.

Setelah mereka selesai berdoa, Chelsea tersenyum manis pada anak laki laki itu. Manis, batin anak laki laki itu. "Jangan nangis lagi, meskipun bagus jika menangis. Tapi kamu jadi gak manis kalau nangis." kata anak itu.

Chelsea mengangguk. "Kakak juga lebih tampan kalau enggak nangis," jawab Chelsea.

"Mic! Ayo, pulang."

Chelsea dan anak laki laki itu menoleh berbarengan. "Itu mama kakak, kakak pulang dulu, ya? Cepat sembuh buat kakak kamu,"

"Iya, makasih buat doa kakak,"

"Makasih juga,"

"Buat?"

"Udah bikin kakak senyum lagi,"

Chelsea tersenyum manis sekali lagi. Dia melambai pada laki laki itu yang semakin menghilang saja punggungnya.


















Siapa sih namanya? Lucu juga, jadi suka.
- Michael -

Tbc.
Gimana? Baru permulaan loh.. Aku bingung prolognya, jadi aku mulai dari kejadian sepuluh tahun lalu saat mereka masih kecil.

Jangan lupa vote+comment ya!

^^ tuh diklik ya, biar makin semangat lanjut bikin ceritanya! Comment aja, karena comment itu gratis.

[✓] CHELSEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang