Mimpi akan selamanya jadi imajinasi jika yang terus bekerja hanya pikiranmu.
~RIL
🌷
Perjalanan kita jauh.
Pernyataan Biru semakin memantapkan Rima untuk meladeni kantuknya. Sebenarnya tangan Rima gatal ingin menyentuh gitar Biru yang berada di jog belakang. Namun karena gengsi dan lain sebagainya termasuk rasa kantuknya, Rima memilih memejamkan mata sebelum akhirnya benar-benar tertidur pulas.
Dan ketika terbangun, Rima merasa ganjil akan sekelilingnya. Gedung-gedung pencakar langit khas Jakarta lenyap. Sebagai gantinya, pohon-pohon rindang berkanopi luas yang memayungi jalanan. Serasa berada di film Dilan.
"Di mana?" tanya Rima mengetahui Biru sudah tidak lagi menyetir
"Bandung."
Hah?
Sungguh, Rima tidak sealay yang lain dalam mengekspresikan keterkejutan. Alisnya hanya meninggi sementara mulutnya tetap mengatup.
"Lo bilang mau makan siomay di Bandung, kan?"
"Dan lo bilang mau yang deket-deket aja," sungut Rima tak mau kalah.
Langit sudah hampir gelap. Sepertinya perjalanan tadi memakan waktu berjam-jam. Perut Rima keroncongan mengingat kali terakhir ia makan adalah sebelum keluar dari taman. Itu pun hanya sandwich yang ia bawa sendiri dari rumah.
"Iya. Bandung yang deketan. Nggak sampai yang ujung barat. Yok turun!"
Biru melepas seatbelt dan turun dari mobil. Kembali Rima memerhatikan sekeliling. Mobil Biru ternyata terpakir di depan restoran siomay.
Biru dan Rima diarahkan seorang pramusaji ke meja di dekat jendela yang dari sana mereka bisa melihat kolam ikan yang luas. Sebuah meja yang khusus dirancang untuk dua orang.
Rima menelungkupkan kepala di atas meja sebagai pelampiasan atas rasa laparnya. Tiba-tiba Biru mengacak rambutnya membuat gadis itu duduk dengan tegak seketika.
"Ngapain lo pegang-pegang?"
Biru terkekeh. "Kasian yang kelaperan. Gue udah bawa lo jauh-jauh ke Bandung. Awas kalau siomainya cuma habis tiga biji."
"Bahkan kalau kurang, lo juga gue makan," kata Rima sambil mengacungkan garpu dan pisau yang tersedia di meja.
Biru menjauhkan badannya dan memilih diam. Rima yang kelaparan tak lebih dari seekor harimau betina. Lebih mengerikan malahan.
Satu panci besar berisi siomay aneka rasa siap dinikmati. Asap mengepul begitu penutupnya dibuka. Kacang-kacangnya yang ditumbuk kasar menambah daya tarik dan aromanya menggelitik. Rima menusuk satu dan memindahkannya ke piring, sedangkan Biru mengabaikan piringnya alias asal comot dari pancinya langsung.
"Habis ini kita pulang, kan?" tanya Rima dengan mulut penuh siomay.
"Janji lo apa? Seharian kan? Ini bahkan belum malem."
Rima bernapas panjang, meneguk minumnya, dan mulai mengambil siomay dengan tangan telanjang. Satu hal yang perlu ditekankan. Rima tak ingin meninggalkan kesan anggun dan manis di ingatan Biru. Rima ingin Biru menganggapnya sebagai cewek petakilan yang bikin ilfeel. Supaya Biru risih dan tidak mengganggunya lagi setelah ini.
Bahkan Rima memaksa bersendawa setelah belasan siomay itu ia lahap. Biru tertawa. Ia sendiri telah berhenti makan semenjak siomay yang sudah diambilnya direbut oleh Rima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ru in Love [End]
Teen FictionPada akhirnya kau akan tahu, bahwa birunya fajar dan magentanya senja adalah dua hal yang tidak bisa dinikmati bersamaan. ••• Rima sangka sebuah bukit tak cukup sakti untuk menjebaknya dalam pesona asmara. Tapi ia keliru, bukit dan senja kali itu be...