Kata orang, mata adalah jendela hati yang paling jujur. Mata kita sama. Lalu, jika jendela hatiku bilang mengagumimu, apa kau juga sama?
~RIL
🌷
Rima Desember. Irama dan penentu keindahan Desember. Hujan yang tak menentu, kadang rintik kadang deras seperti irama telah menginspirasi sepasang suami istri untuk menamai putri mereka Rima Desember. Nama aneh yang selalu membuat orang-orang berujar, "kamu pasti lahir bulan Desember, deh."
Rima tertawa getir mengingat namanya.
Bulan kedua bersekolah di SMA Aksara belum memberi kesan yang berarti. Hidup Rima masih monoton dan monokrom. Hitam putih, bahkan nyaris kelabu. Lingkungan sekolah yang sudah familiar baru jalanan dari kelas menuju perpustakaan dan sebaliknya. Selebih itu, Rima berpura buta.
Seperti pagi ini. Lagi-lagi jam kosong membuat Rima tidak betah berdiam di kelas. Tanpa meminta persetujuan ketua murid, Rima beranjak menuju perpustakaan, tempat teradem ketiga setelah ruang kepsek dan lab komputer.
Desas-desus yang beredar, buku-buku baru didatangkan kemarin sore. Langkah Rima diburu nafsu membaca. Jalur menuju perpustakaan yang berkelok sama sekali tak memudahkannya. Berkali-kali ia nyaris menubruk siswa lain.
Satu di antaranya sukses menghambat kerja jantung Rima. Seorang laki-laki dengan lekuk wajah dan postur tubuh yang sama dengan laki-laki yang ia lihat kemarin sore di bukit cina.
"Maaf."
Tanpa ekspresi laki-laki itu menukik mata Rima, menukik dalam arti menatap tajam. Kemudian ia berlalu tanpa mengatakan apa pun.
Rima memutar tubuh. Pandangnya mengikuti arah gerak laki-laki tadi. Benar-benar mirip. Hampir tidak ada beda selain rambut yang sedikit lebih rapi. Laki-laki itu menghilang di belokan menuju toilet. Rima mendesah dan tanpa sengaja berhadapan dengan cermin yang menayangkan mata yang sama dengan yang baru dilihatnya.
"Mata gue," gumam Rima, namun buru-buru ditepisnya prasangka itu dengan melanjutkan langkah.
🌷🌷
Upacara hari Anti Korupsi sudah dimulai lima belas menit yang lalu, namun dua orang laki-laki masih memasuki barisan dengan langkah santai. Kedatangan mereka membuat barisan yang lain mendadak gaduh.
Rima yang sedang menikmati nyeri perut akibat tamu bulanan pun jadi dua kali lebih sensi. Teman-teman kelasnya ikut ribut, bahkan mulai meninggalkan sikap siap dan berkipas-kipas ria sambil membicarakan kedatangan dua orang tadi.
"Ganteng bingitss! Itu Kak Biru, kan?"
"Gantengan Kak Genta tauk. Pokoknya segera gue jadi pacarnya."
"Hooh. Kak Genta lebih ganteng."
"Aduh, mau deh berdiri di barisan mereka."
"Kak Genta, I'll always love you."
Kasak-kusuk itu membuat telinga Rima pengang. Genta, Biru, siapa sih mereka? Keterbatasan penglihatan membuat Rima belum bisa melihat jelas wujud manusia bernama Genta dan Biru.
Setelah setengah jam berjemur di gurun saharanya SMA Aksara, Rima cepat-cepat pergi ke UKS. Nyeri perutnya sudah tak tertolong lagi. Ruang UKS ternyata lengang. Melenceng jauh dari dugaan Rima. Ia menjadi satu-satunya orang yang menghuni ruangan itu. Walaupun agak ragu, akhirnya Rima masuk dan tiduran juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ru in Love [End]
Roman pour AdolescentsPada akhirnya kau akan tahu, bahwa birunya fajar dan magentanya senja adalah dua hal yang tidak bisa dinikmati bersamaan. ••• Rima sangka sebuah bukit tak cukup sakti untuk menjebaknya dalam pesona asmara. Tapi ia keliru, bukit dan senja kali itu be...