10| Madalu

412 54 7
                                    

Selamat mengulang malam penuh kenang!

~RIL

🌷

Menginap di rumah Rima hanyalah alasan semata. Amara melakukannya serta merta agar bisa pergi dari rumah yang selama ini mengungkungnya. Tak masalah kalau ia diperbolehkan melakukan ini-itu sesuka hatinya di rumahnya sendiri. Menonton tv seharian, misalnya. Namun sayang, berada di rumah adalah ibarat berada di penjara.

Amara cukup lega mengetahui Rima tidak berada di rumah. Dengan begitu, ia bisa bergeser dulu ke tempat-tempat yang membuatnya bahagia. Dunia yang mengalihkannya dari tekanan hidup.

Kini ia berada di depan sebuah kafe. Meski remang-remang dan tertutup, orang-orang seakan tanpa jeda keluar masuk kafe itu. Seolah dia adalah pusat perbelanjaan yang menjual berbagai macam kesenangan. Dengan tangan gemetar, Amara mengeratkan pegangan pada tas slempangnya.

Kaki jenjangnya yang bercelanakan hot pants sepaha mulai melangkah masuk. Bukan gancang seperti biasa, melainkan perlahan dengan diselimuti rasa ragu. Pintu kaca didorong Amara hingga loncengnya berbunyi. Beberapa orang sontak memusatkan perhatiannya pada gadis itu. Amara mengedarkan pandangan sejenak kemudian menuju meja mana pun yang ia suka.

Pilihannya jatuh pada meja di tengah-tengah kafe. Meja yang memungkinkan dirinya bisa diperhatikan oleh siapa saja.

"Amara?"

Gadis lain berpakaian tak kalah modis bertanya. Amara mengangguk. Kemudian gadis itu meletakkan botol anggur merahnya di meja dan ikut duduk bersama Amara.

"Udah lama?"

"Baru aja," jawab Amara yang sedang dalam pengaruh pesona gadis di hadapannya.

"Gue Lala. Senang bisa ketemu lo. Jadi, lo beneran pengen join?" tanya gadis yang menyebut dirinya Lala itu tanpa basa-basi.

"Iya," Amara mengangguk mantap sebelum Lala mengeluarkan sebuah foto dari dalam dompetnya.

"Bisa sebesar ini karna dia," kata Lala seraya menunjuk satu dari tiga orang yang terpampang di gambar. Tiga orang yang salah satunya Lala sendiri. Di foto itu Lala dirangkul dua lelaki yang tertawa lepas. Semacam foto candid.

Amara mendekatkan pandangannya, menjamkan fokusnya, dan yang terakhir ia lakukan adalah menahan napas barang beberapa saat.

"It-itu cowok lo?" Lala menggeleng.

"Dia temen gue."

Amara mengangguk-angguk lega. Entah apa yang akan Amara lakukan jika lala menjawab 'iya'. Mungkin dirinya akan segera pamit dan pergi sejauh-jauhnya. Mengasing dan menangis sampai pagi.

"Untuk kali ini jangan terlalu serius. Kita ngobrol-ngobrol dulu biar lebih akrab. Anggap aja ini sambutan dari gue."

Lala memindahkan botol anggurnya menjadi lebih dekat dengan lawan bicaranya. Amara meneguk ludah ketika Lala mulai menuangkan isi dari botol itu ke gelasnya.

"Nggak terlalu ngefek kalau cuma segini. Lo masih bisa nyetir normal."

Amara masih diam. Dan diam itu memicu tatapan remeh dari Lala. "Ini bukan yang pertama kan?"

Amara menggeleng. Tentu saja menggeleng. Ia pernah mencicipinya satu kali. Dulu, saat ia tak sengaja menemukannya di kulkas dan masih mengira jika isinya adalah sirup.

"Ya udah, gak usah diminum."

Sumpah, senyum Lala begitu teduh. Seperti senyum seorang kakak perempuan yang selama ini tak pernah Amara miliki. Bahkan senyum itu masih bertahan ketika Lala mengambil alih gelas Amara dan meneguk isinya.

Ru in Love [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang