18| Bukan Dilan

359 41 4
                                    

Sebab yang tulus biasanya tidak diumbar-umbar.

~RIL

🌷

"Kita mau kemana, sih?"

Tak henti Rima bertanya setelah pagi ini dipaksa berdandan oleh Biru. Tanya demi tanya kian memburu tatkala mereka keduanya tiba di sekolah. Gedung yang seperti rumah kedua bagi Rima itu tampak sepi karena notabenenya hari ini adalah tanggal merah. Tidak ada yang berangkat selain beberapa siswa yang berkepentingan mempersiapkan perlombaan PBB.

Rima memangku sebelah kakinya, memosisikan diri seperti seorang pria. Sementara itu, Biru masih sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang dilakukan manusia satu itu. Seharusnya Rima berada di rumah dengan materi-materi fisika yang siap dikeluarkan pada penilaian esok hari. Tapi yang menjadi 'seharusnya' itu berantakan setelah Biru datang dan menculiknya disertai pamit pada ibunya.

"Lo nggak bawa jaket, Rim?" Alis Rima bertaut.

"Kenapa harus bawa jaket?"

Biru berdecak. Rima anak yang kritis. Ia selalu punya pertanyaan kecil yang bisa mengacaukan rencana besar. Tanpa menjawab, Biru melepas jaketnya dan menggelayutkannya di pundak Rima.

"Gerah. Nggak mau."

Lelaki itu tersenyum lalu mengacak rambut Rima gemas. "Ya udah, pakainya nanti aja."

"Ih Biru, rambut gue jadi berantakan," cetus Rima sambil merapikan kembali rambutnya, "Sebenernya kita mau kemana, sih?"

"Nanti lo juga tau."

Tak lama setelah bibir Biru mengatup usai berbicara, motor-motor yang menderu-deru memasuki halaman sekolah. Sebagian besar dari mereka laki-laki, tapi ada juga Relly yang dibonceng Iqbal, teman sekelas. Pengendara-pengendara itu menghampiri Biru selepas memarkirkan motor-motor mereka.

"Gue udah share lokasi ke lo," kata lelaki berjambul panjang yang Rima tahu bernama Wawan.

Hampir semua adalah teman futsal Biru. Ya meski pun selain Relly, masih ada seorang lagi yang bukan dari tim futsal sekolah. Dan orang itu sukses menurunkan kaki kiri Rima dari pahanya. Betapa orang itu mampu membuat Rima terkesima dan berkaca-kaca.

Genta.

Lelaki itu muncul lagi setelah sekian lama. Ingin Rima memekik girang, tapi untuk sekarang ia hanya bisa diam. Vanila ada di boncengannya.

Genta turun dari motor paling akhir kemudian berpeluk sekilas dengan Biru. Sepertinya bukan hanya Rima, Biru juga sudah lama tidak bertemu dengan Genta. Tanpa disadari sudut bibir Rima terangkat. Ia senang bisa melihat dua karib itu bertemu lagi.

Selesai bertos ala pria dengan Biru dan yang lain, Genta tak sengaja bertemu pandang dengan Rima. Ada kerinduan yang sedikit terbaca di sana. Pelupuk mata Rima menggenang, namun secepat kilat ia menyembunyikannya.

Perlahan kaki jenjang Genta berjalan mendekati Rima. Langkahnya tak ganjang, tapi posisi mereka menyingkat begitu cepat. Rima sempat melirik ke Vanila. Gadis itu sedang asik berbincang dengan yang lain. Eh, kenapa Rima takut tertangkap basah seperti orang ketiga begini?

"Hei," Genta mengusap kepala Rima.

Berbeda saat diacak oleh Biru, kali ini Rima hanya diam. Ia tak tahu harus bagaimana. Wajah Genta yang sekian lama tak dilihatnya begitu menyihir.

"Apa kabar?"

Rima gelagapan meski akhirnya berhasil menjawab dengan tenang.

"Baik. Kak Genta apa kabar?"

Ru in Love [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang