27| Prajurit dan Tamengnya

291 36 2
                                    

Baca sampai akhir karena bagian terpentingnya ada di sana. Salah satu kunci utama dari RIL bakal dibeberkan di part ini.

•••

Berkali-kali tusuknya seperti tanpa gores.

~RIL

🌷

Siang yang berawan. Temperatur udara di Aksara lebih rendah dari biasanya. Beberapa siswa bahkan terlihat mengenakan jaket. Kantin masih seperti biasa. Ramai dan sesak. Rima, Relly, Iqbal, dan seorang teman mereka Adit cukup lama hanya duduk-duduk tanpa menu di meja kantin demi menunggu situasi agak kondusif. Barulah saat jam istirahat tinggal tersisa 10 menit, Rima berdiri untuk memesan makanan.

"Bu, satu ayam goreng tepung sama tiga nasi rames ya."

"Siap Rim," Bu Ira yang sudah kenal akrab dengan Rima segera menyiapkan pesananan.

Sementara itu, Rima kembali dengan empat gelas jus jambu. "Jus datang!"

"Wihh, beneran nraktir nih anak," celetuk Adit sambil menyeruput minumannya, "kesambet apaan lo?"

"Gue lagi seneng nih," timpal Rima yang dari wajahnya saja sudah bisa ditebak ia tengah berseri-seri.

"Kenapa, lo dikasih cincin bermata berlian sama Biru?" celetuk Relly yang mengundang sentilan Iqbal.

"Lo kira gue cewek matre apa?" sewot Rima. Relly terkikik.

"Terus?"

"Pertama kalinya nilai matematika gue di atas sembilan. Gila nggak sih?"

"Iya ya, padahal lo kan pacaran mulu. Kata ibu lo, akhir-akhir ini Rima sering pulang malem. Kemana lo? Dugem ya?" Relly nyeletuk lagi. Rima sampai heran, sebenarnya Relly ini temannya atau bukan sih?

"Udahlah, gue yang pertama kalinya dapet nilai di atas lima aja nggak sombong." Adit ikut nimbrung.

Relly menghentikan aktivitasnya meminum jus dan menyondongkan tubuhnya. "Oh ya, emang berapa?"

"52," jawab Adit dengan bangga.

"Yaelah, naik dua juga."

"Kemajuan pesat tau nggak Rel. Biasanya 32."

"Anj–"

"Pesanan datang..."

Bu Ira datang di waktu yang tepat. Kalau tidak, alamat mulut Relly tidak suci lagi. Rima membantu Bu Ira menyajikan nasi rames ke teman-temannya. Mata Adit berbinar-binar, namun tidak dengan Relly dan Iqbal setelah melihat isi piring Rima. Sebuah ketimpangan yang nyata. Kesenjangan menu.

"Makasih ya Bu," ucap Rima pada Bu Ira sebelum wanita itu kembali bekerja.

"Kok kita cuma dipesenin nasi rames sih?" komplen Relly tak terima.

"Katanya mau ditraktir. Ya udah, budget gue segitu."

"Kalau gitu mending beli sendiri."

"Udah sih, makan aja. Rezeki ini mah," ustad Adit berwejang. Dan benar saja, separuh isi piringnya sudah ludes.

"Tu dengerin!"

"Iya-iya, makasih Rima..."

Tidak sampai lima menit mereka makan dengan tenang, Biru datang lalu duduk di samping Rima. "Hai."

Rima menelan nasi yang telah dikunyahnya dan tersenyum. "Hai."

"Gue perlu ngomong berdua sama lo. Ikut yuk!"

Ru in Love [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang