Jangan mencari yang sudah pergi. Pengganti tak selalu lebih buruk. Terima saja.
~RIL
🌷
Cinta harus diperjuangkan. Begitu kata Biru yang sampai menyetel alarm jam 12 malam demi meladeni Rima yang akhir-akhir ini gemar begadang. Pernah suatu malam Biru melakukan panggilan video untuk menemani Rima yang katanya terganggu dengan suara tokek. Alhasil mata sembab gadis itu tertampang di layar ponsel. Ia menangis. Entah karena takut tokek atau musbab lain.
Dan sepertinya Biru tahu alasan yang lebih tepat. Genta. Biru tak henti menyalahkan dirinya sendiri yang begitu payah dan tak kuasa mengatakan yang sejujurnya perihal Genta. Ya, selentingan yang beredar memang benar. Genta pindah sekolah atas kehendak keluarga.
Rima pantas bersedih untuk itu.
Baru saja ia hendak menelepon Rima ketika tiba-tiba pintu kamarnya digedor-gedor oleh Seina, adiknya.
"Kakak, Ara matiiii!" teriaknya panik.
Biru bangkit dan menyibak tirai jendela. Benar saja, paviliun kamar orang tuanya sampai menerang. Mereka terbangun gegara teriakan Seina yang tak terkontrol.
"Kakak ih, keluar!!"
Tanpa menutup balik tirai jendelanya, Biru tergopoh-gopoh keluar. Seina sudah berlelehan air mata dengan kaki yang dihentak-hentakkan ke lantai.
"Ara matii!!!" tutur Seina dengan tangisnya serta.
"Kok bisa?" tanya Biru tanpa ekspresi. Seekor kucing tak akan membuatnya rugi apa pun. Biru tak pernah suka kucing.
"Nggak tau. Tiba-tiba aja udah-aaa!!" Seina kembali merengek.
"Ya udah, ayo kuburin."
"Biru, Seina kenapa?!!" Mama mereka berteriak dari paviliun di seberang sana. Biru mengacungkan jempol sebagai isyarat bahwa tak terjadi apa-apa.
Wanita paruh baya itu berekspresi lega lalu kembali ke kamarnya.
"Mau dikubur sekarang, kan? Ayo!"
Jam dua belas malam dihabiskan kedua manusia itu untuk menguburkan anak kucing Seina. Sementara Seina berkomat-kamit membacakan doa, Biru sibuk mengotak-atik ponselnya. Tak perlu menyalakan pelita dan sebagainya sebab halaman yang biasanya gulita itu sedikit terang oleh cahaya bulan.
Biru membuka aplikasi chatnya untuk mengetahui Rima sedang apa. Tapi sebaiknya ia tidak langsung to the point. Berbasa-basi dikit boleh lah. Biru pun mengadu perihal anak kucingnya yang mati. Dengan sedikit rengekan yang sebenarnya dipalsukan. Dan alangkah senangnya Biru saat respon Rima begitu memuaskan. Gadis itu langsung menelepon.
Ya, walau cukup singkat sebab Rima lekas memutusnya kembali.
"Ayo balik tidur!"
Seina yang sudah selesai mengurus segala sesuatunya lantas beranjak dari halaman. Biru mengekor tanpa melepas pandangannya dari ponsel. Sebuah pesan dari anonimus menyita perhatiannya.
Maaf Ru, aku ingkar janji. Aku kasih tau Rima, ya?
Biru menghela. Ia tahu ini akan terjadi.
Lelaki itu merebahkan diri di kasur kamarnya dan lelap tak lama kemudian.
Keesokan harinya Biru dikagetkan oleh notif beruntun yang membuat gaduh ponselnya. Setengah terjaga Biru membuka ponselnya sambil mengernyit silau. Grup alumni SD yang lama mati mendadak ramai kembali. Disusul pesan pribadi dari teman lelakinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ru in Love [End]
Ficção AdolescentePada akhirnya kau akan tahu, bahwa birunya fajar dan magentanya senja adalah dua hal yang tidak bisa dinikmati bersamaan. ••• Rima sangka sebuah bukit tak cukup sakti untuk menjebaknya dalam pesona asmara. Tapi ia keliru, bukit dan senja kali itu be...