Manusia boleh bertindak sewenang-wenang, tapi dunia ini seperti kaki tangan Tuhan yang adil dan punya hukumnya sendiri.
~RIL
🌷
Geger.
Geger yang ini bukan secara nyata, melainkan geger yang lokal di dada Rima. Perempuan itu mendapati ransel-ransel Biru dan Genta telah tertata rapi di dekat motor, namun para pemiliknya tak kelihatan di sekitar perkemahan. Menurut kesaksian teman-teman cowoknya, Genta dan Biru sudah bangun pagi-pagi dan berpamit untuk joging. Keduanya kompak menolak saat ingin ditemani. Katanya, masalah saudara.
Tunggu, bukan kata saudara yang Rima tangkap, melainkan masalah. Masalah apa?
"Kok kalian nggak diem-diem ngikutin, sih?" marah Vani.
Sepanik-paniknya Rima, Vani masih lebih panik. Ya, Biru dan Genta sama-sama sahabatnya. Bagaimana mungkin Vani tak cemas? Sekarang perempuan itu sibuk, mondar-mandir sembari mendekat-jauhkan ponselnya dari dan ke telinga.
Rima khawatir, tapi ia hanya diam. Satu hal yang pasti, diamnya Rima penuh ke hati-hatian. Tanpa menarik atensi siapa pun, ia melipir dan duduk di atas batang randu yang semalam ia duduki bersama Genta. Kedua ibu jarinya sibuk mengetikkan sesuatu di atas keyboard. Sebuah pesan bersirat cemas ia kirim ke Biru dan detik berikutnya pesan itu terbaca. Rima bernapas lega sebab setidaknya Biru masih berada dalam jangkauan.
Ru, Ibu gue nyuruh gue pulang. Lo buruan balik.
Ok
Begitu sekiranya pesan Rima yang dibalas begitu cepat oleh Biru. Tak lama kemudian, dua orang laki-laki datang dari arah hutan. Rima tetap di tempat semula sambil menajamkan pandangan, lain dengan Vani yang langsung menyongsong kedatangan keduanya.
Jantung Rima berdegup kencang tatkala melihat Genta dalam papahan Biru. Jalan keduanya tersendat-sendat oleh batuknya Genta yang muncul sesekali. Vanila sudah seperti kesetanan dan menuduh mereka bertengkar.
"Kalian dari mana, sih? Kalian berantem, kan? Jangan kayak anak kecil, deh. Kalian juga udah mulai tertutup sama gue. Kenapa?" cerocos Vani sementara yang lain hanya memandang, "kenapa nggak jawab? Ada masalah apa kalian?"
Selepas mendudukkan Genta di atas tikar yang untungnya belum digulung, Biru mengusap kecil sudut bibirnya yang berdarah kemudian meneguk minuman yang disodorkan oleh Iqbal. Belum ada keinginan dirinya untuk menanggapi celotehan Vani. Biru malah melirik ke arah Rima yang masih berdiri mematung jauh di sana.
Sejurus kemudian, Biru bangkit dan berjalan mendekat ke arah Rima. Barulah saat ujung sepatu Biru menyentuh ujung sepatu Rima, perempuan itu baru membuka suara. "Lo dari mana?"
Hening. Biru tak menjawab.
"Mulai sekarang lo pacar gue. Nggak ada penolakan."
Deg
Bukan cuma Rima. Vanila, Genta, Relly, Iqbal, Wawan, dan yang lain ikut terperanjat. Seakan tak ingin ada celetukan, Biru buru-buru menarik Rima dan membawanya ke atas motor. Kendaraan itu melesat cepat dengan boncengan yang belum henti tertegun. Napas Rima belum teratur. Jantungnya juga belum stabil. Jangan-jangan ibu Rima menyembunyikan riwayat penyakit jantung anaknya. Ya, Rima yakin dirinya punya penyakit jantung langka yang pemicunya hanya hal-hal mendebarkan seperti barusan.
![](https://img.wattpad.com/cover/209000520-288-k616484.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ru in Love [End]
Teen FictionPada akhirnya kau akan tahu, bahwa birunya fajar dan magentanya senja adalah dua hal yang tidak bisa dinikmati bersamaan. ••• Rima sangka sebuah bukit tak cukup sakti untuk menjebaknya dalam pesona asmara. Tapi ia keliru, bukit dan senja kali itu be...