Bagiku, magenta adalah warna paling tenang untuk dirindukan sebagai tempat pulang.
~RIL
🌷
"Rim, ke kantin nggak?" tanya Relly pada Rima yang menunduk asik pada paket biologinya.
Yang diajak bicara melirik sekilas. Relly berdiri memegangi perut dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya mengamit lengan Iqbal. Rima berdecak kecil.
"Jawab ih, gue laper tau."
"Tumben nanya, biasanya langsung ngajak," cibir Rima. Itu karena ia tahu sebenarnya Relly ingin makan berdua dengan Iqbal.
"Nggak mau nih? Ya udah, gue sama Iqbal aja."
Relly berlalu. Rima membuang napas kasar. Sebenarnya ia ingin ke kantin, tapi momen Relly dan Iqbal berdua tidak seharusnya diganggu. Lagipula Rima tak mau dijadikan nyamuk.
Alhasil Rima beranjak sendiri. Hampir satu semester di SMA ini, Rima masih tak berteman dengan selain Relly dan Iqbal di kelasnya. Terhadap yang lain Rima hanya sekedar kenal dan menjaga hubungan baik. Setelah membereskan alat tulis dan memasukkan buku-bukunya ke laci, Rima mengambil dompet untuk dibawa ke kantin.
Bakso berukuran besar yang dimasak dengan sambal ijo sudah terbayang di otak Rima. Nanti ia akan mengajak Biru jika bertemu di kantin. Sebab Rima tahu betul Biru paling tidak suka pedas.
Jarak kelas Rima ke kantin tidak terlalu jauh, hanya perlu melewati barisan toilet kelas 11 dan parkiran. Namun di tengah perjalanan, Rima yang berjalan seorang diri itu ditarik paksa hingga masuk ke dalam toilet.
"Kak Vani? Apaan sih!" teriak Rima begitu melihat wajah dari pelaku penarikannya.
Vani tidak langsung menjawab, melainkan mengunci pintu lebih dulu. "Kali ini please dengerin gue."
"Mau Kak Vani apa sih sebenernya?"
"Rima, gue serius. Gak masalah lo benci sama gue, tapi kali ini aja dengerin."
Rima menyilangkan tangannya dan diam. Coba mendengarkan apa yang akan keluar dari mulut mak lampir itu. Vanila mengambil nafas panjang sebagai ancang-ancang. Rautnya mulai serius. Sebuah sugesti yang membuat Rima ingin juga mendengarkan dengan serius.
"Rim, alasan lo jadian sama Biru apa sih?" tanya Vani.
Rima sudah menduga suatu saat pertanyaan ini akan diajukan pada dirinya. Dan ternyata saat itu tiba di hari ini. "Kenapa baru sekarang lo tanya?"
Vani terkekeh kecil. "Pertanyaan dibalas pertanyaan. Hebat emang lo. Oke, lo gak perlu jawab karena gue tau alasan dari pihak lo. Lo takut kehilangan Biru karena dia ngancem bakal ninggalin lo kalau kalian gak jadian, kan?"
Hening.
"Diam lo adalah jawaban buat gue," putus Vani.
"Gue percaya sekarang kalau lo emang doyan ngurusin perkara orang," sahut Rima yang mulai tak berdaya.
"Tapi Rim, lo pernah mikir nggak sih kenapa Biru ngotot minta jadian sama lo? Apa Biru pernah bilang kalau dia suka sama lo?"
Kini Vani melakukan hal serupa dengan Rima yaitu melipat tangannya di depan dada. Amat disayangkan, tangan Rima justru turun. Tanda bahwa sekuat apa pun pertahanannya, Vani lebih cerdik untuk membuatnya lemah.
Memang benar jika Biru belum pernah sekali pun mengutarakan perasaannya dengan sungguh-sungguh sebelum mereka jadian maupun sesudah jadian. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa Rima seolah berada di tengah-tengah labirin dan tersesat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ru in Love [End]
Teen FictionPada akhirnya kau akan tahu, bahwa birunya fajar dan magentanya senja adalah dua hal yang tidak bisa dinikmati bersamaan. ••• Rima sangka sebuah bukit tak cukup sakti untuk menjebaknya dalam pesona asmara. Tapi ia keliru, bukit dan senja kali itu be...