16

3.3K 304 24
                                    

Lebih baik vote dulu sebelum dibaca hihihi
Selamat membaca!

****

Hari sudah malam dan dingin begitu menusuk ke tulang, badanku tidak begitu dalam keadaan sehat. Alhasil aku harus memakai pakaian double, sweater dengan luaran jaket denim, ya lumayan untuk memberikan kehangatan. Aku memutuskan keluar dari hotel yang akan kami tempati beberapa hari ke depan dan beranjak menuju lokasi yang diucapkan oleh Randu.

Randu, adik satu-satunya yang aku miliki. Begitu protektif kepadaku. Harusnya aku yang protektif kepadanya tapi ini malah sebaliknya. Ya aku bukan tipe yang protektif selagi masih dalam koridor yang sama aku akan membiarkannya. Randu sepertinya sudah tau jika aku memiliki orientasi seks yang berbeda. Jadi aku harus menyiapkan mental jika saja adikku satu itu marah kepadaku.

Beginilah salah satu bentuk protesnya kepadaku kali ini, ia tidak memberitahuku bahwa ia hari ini pulang dan langsung menuju Padang Panjang, ya kata Om Baskara dia akan ada bertemu koleganya di salah satu kampus di sini. Selain menjadi desainer, Randu juga kadang mengisi seminar di kampus-kampus. Aku bahagia melihat progress Randu yang begitu pesat. Mungkin jika orangtua kami masih hidup, mereka akan bangga dengan anak bungsunya itu.

Ah apa jangan-jangan ia akan membuka cabang di sini. Ya bisa sajakan. Mengingat ia sering mengatakan akan membuka cabang di Sumbar. Tapi kenapa gak di Padang aja ya, batinku.

Aku sudah duduk manis dan berhadapan dengan adikku yang manis. Dia hanya mengaduk sate yang ia pesan. Kami duduk di ruang VIP, jadi ya tidak ada suara bising yang terdengar seperti saat melangkahkan kaki di sini. Saat aku baru mau membuka mulut untuk makan, terdengar helaan napas berat dari adikku ini.

"Makan dulu, nanti kakak akan jawab semua pertanyaan kamu," ucapku lalu kembali menyuap makanan yang tadi ingin ku makan.

Ia hanya berdehem. Masih enggan untuk menyuap makanannya. Lalu aku mengambil satu tusuk daging dan mengarahkan ke mulut Randu. Dia memutar bola matanya dan kemudian membuka mulutnya untuk memakan dagingnya. Ya beginilah kalo ia sudah malas untuk memakan makanannya, aku akan mencoba untuk menyuapinya.

Aku sangat menyayangi adik kecilku ini, walaupun ia sudah memasuki umur kepala dua, di mataku, ia masih tetap adik kecilku.

Selang beberapa menit, ia telah menghabiskan makanannya. Dia menatapku yang masih menikmati kopi talua kesukaanku.

"Kak," lirihnya.

"Hmm."

"Udah berapa lama kakak kayak gini?" tanyanya.

"Gak tau kapan, tiba-tiba aja kakak kayak gini," ucapku memelan, aku tau dia kecewa sama kakaknya ini, tapi ya mau gimana lagi, aku pun gak tau harus bagaimana.

"Kakak tau kamu kecewa sama kakak, tapi kamu harus ngerti gimana perasaan kakak sama dia itu tulus," sambungku.

"Tere?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk, mengiyakan pertanyaannya. Ia menghembuskan napasnya dengan berat. Ia terpekur seperti mencerna kata-kataku.

"Adek gak sampai pikir kalo kakak kayak gini, adek bukannya mau ngejudge kakak. Teman adek di Jakarta juga ada kok yang kayak kakak, tapi kenapa harus sama dia kak?" aku menyergit mendengar ucapannya.

"Mak-maksud kamu?" bataku.

"Mungkin kakak harus tau kebenarannya, kakak pernah gak ngerasa kalo di dekat Tere kayak udah kenal lama sama Tere?" aku mengangguk menanggapi pertanyaan Randu.

Kembali helaan napas panjang dari Randu terdengar, lalu ia kembali melanjutkan kata-katanya.
"Dia itu anak kandungnya Om Baskara, Kak," ucap Randu.

Tere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang