19

2.6K 220 1
                                    

"Kak, maaf...." ucapku menggantung.

"Aku gak minta jawabanmu sekarang, aku tau ini sangat tiba-tiba, dan semua ini berada di luar nalarmu." lanjut Kak Berlian. Ia masih tetap memelukku. Seperti menyalurkan perasaannya padaku. Irama detak jantungnya sangat merdu di telingaku. Ini sangat membuatku candu.

"Kak, aku boleh nanya sesuatu?"

"Silahkan!"

Aku sedikit merenggangkan pelukanku menatap ke arah manik mata Kak Berlian. Tatapannya membuatku jadi salah tingkah. Ditatap secara intens oleh Kak Berlian.

"Hmm, kenapa kakak mau jadiin aku orang spesial di hidup kakak? Padahalkan kita baru bertemu?" tanyaku menjauh darinya lebih tepatnya menjaga jarak aman untuk jantungku yang sedang berpacu di dalam sana.

Ia mengikutiku dari belakang, munuju sisi ranjang tempat aku terduduk, menunggu jawabannya.

"Perasaan ini tumbuh sendirinya, tanpa aku sadari. Pertemuan tanpa sengaja, aku dan kamu di depan mini market itu, entah mengapa membuatku ingin melindungimu, menyayangimu, memilikimu. Dan seperti takdir saja, ternyata kita juga tetanggaan. Itu membuatku yakin, bahwa Tuhan ingin mempertemukan kita atau mungkin ingin menyatukan kita.

Aku sendiri juga baru kali ini merasakan hal seperti ini, ya cinta pada pandangan pertama. Mungkin terdengar lucu, tapi aku merasakannya dan itu padamu, Re. Dan fakta yang baru aku ketahui beberapa hari yang lalu juga menguatkanku, bahwa kita seperti ditakdirkan bersama. Entah itu nantinya akan melanggar norma adat dan agama. Tapi cinta, haaah, tak tau dimana dan pada siapa ia berlabuh.

Jujur aku sudah mencoba membuang perasaan ini padamu, tapi tetap saja aku kembali padamu. Sayangnya pada waktu itu aku keblablasan dan berakhir dengan keadaan mabuk kembali padamu." jelas kak Berlian panjang lebar padaku sambil menggaruk kepalanya yang ku yakin tak gatal sama sekali.

Ingin aku tertawa mendengar penjelasan akhirnya. Jadi ia mabuk itu gara-gara aku? Aah kak Berlian ada ada saja, batinku.

"Kak, maksud kakak dengan fakta yang kakak sebutkan tadi apa ya?"

"Hmm, bukan hak aku menjelaskan semuanya padamu. Tapi ketika semua kerjaan ini selesai, kita mungkin akan melakukan sesuatu padamu. Tenang, kamu gak bakalan kenapa-kenapa kok."

"Ma..maksudnya kak?"

"Tunggu aja ya, gak macam-macam kok, sini, kamu mau aku peluk lagi gak?" tanya kak Berlian.

Fix, mungkin wajahku sudah merah padam karena perlakuan kak Berlian ini. Tuhan, salahkah aku dengan perasaan ini? Jika ia ini salah? Maka ijinkan aku egois kali ini saja.

Kak Berlian memposisikan dirinya bersandar di sandaran kasur. Dan aku dengan malu berhambur kepelukkannya. Mencari kenyamanan dalam dekapannya. Ia mengusap lembut puncak kepalaku. Rasa kantuk yang tadi entah dimana, tetiba saja menyerangku. Mataku berat dan mulai memasuki alam mimpi.

****

Berlian Pov

Melihatnya tertidur dalam posisi seperti ini membuat hatiku tak karuan. Untung saja saat dipeluknya aku masih bisa menahan gembira yang teramat sangat. Hanya satu yang membuat hatiku was-was setelah ia mengatakan bahwa ia juga sedang merasakan kasmaran pada seseorang.

Jujur aku tak sanggup jika harus melepaskan Tere untuk menjadi milik orang lain. Ya aku egois, aku tau betul jika aku terlalu egois akan Tere. Aku tak ingin kehilangannya untuk kedua kalinya.

Ma, pa, maafin Berlian ya, Randu juga udah tau kalo aku sayang bukan cinta sama adik kecil aku, lirihku.

Aku cium kening Tere dengan penuh perasaan. Maaf kalo aku egois akan kamu, Re. Aku cuma gak mau kehilangan kamu lagi. Aku janji akan selalu jagain kamu. Setelah Randu, kamu adalah orang penting di hidup aku. Aku gak mau kalian terluka sedikitpun.

Sudah lewat tengah malam, kantuk tak juga menyerangku, mungkin memandang wajahnya sedekat ini menjadi candu untukku. Aku masih tidak menyangka bahwa Tere sekarang tengah tertidur pulas dalam dekapanku.

Entah sampai jam berapa aku memandang wajahnya, aku tak tau. Sepertinya aku tertidur. Saat ku membuka mata, aku tak melihat Tere. Apakah tadi itu hanya mimpi?

Aah, kenapa mimpi itu begitu nyata? Tapi tanganku sepertinya kram. Aaarrgh...

"Kak, tangannya kenapa?" tiba-tiba Tere keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk. Ada kekhawatiran di matanya.

Aku masih terpaku melihatnya. Ia mencoba menarik tanganku dan memijatnya.

"Maaf ya kak, gara-gara aku ketiduran, tangan kakak jadi sakit gini," sedihnya.

Apa? Berarti yang tadi malam itu gak mimpi dong ya? monologku dalam hati.

"Eh, gapapa kok emang suka kram aja badan aku kalo abis kegiatan moto gitu, bukan karna kamu kok," ucapku sambil pengacak rambutnya yang basah. Aromanya membuatku harus menahan gejolak di dada ini.

"Hmm, sana kamu pake baju dulu, takut khilaf," dan ia langsung berlari masuk ke kamar mandi lagi. Wajahnya merah padam. Aku suka sifatnya yang satu ini, malu-malu di hadapanku. Untung saja aku masih bisa menahan nafsuku pagi ini.

Tak selang beberapa lama, dia sudah keluar dari kamar mandi dengan baju lengkap pastinya. Wajahnya masih sedikit memerah. Aku ke arahnya, mencoba memegang keningnya, memeriksa suhu badannya. Aku takut ia sakit.

"Eh eh kak, kenapa? Aku gak sakit kok," ia menangkis tanganku.

"Trus itu muka kenapa merah?"

"Ish, ini mah gegara kakak, kakak bikin aku malu aja," sesalnya.

"Lah kok kakak? Emang kakak ngapain kamu?"

"Ih, gak ada kak, sana kakak mandi gih, pake air hangat aja kak, supaya lelahnya agak berkurang," suruhnya.

"Hmm," aku hanya berdehem.

Aku merasa badanku tidak ingin meninggalkan kasur empuk ini. Akhirnya aku mencoba kembali meringkuk di kasur, hingga teriakan Tere mengagetkanku.

"Kaaak! Bangun ih, malah tidur lagi," teriaknya sambil menarik tanganku.

Ide jail itu seketika masuk tanpa permisi. Aku menarik tangannya dan berakhir ia terjatuh menindihku. Kaget. Itu ekspresinya. Matanya membulat, deru napasnya menerpa wajahku. Jaraknya hanya beberapa senti. Aku langsung memeluknya. Dia pun protes.

"Sebentar aja, nanti aku langsung mandi," ucapku.

Akhirnya ia pasrah, tak meronta lagi. Ia menyenderkan kepalanya di dadaku. Sepertinya itu telah menjadi tempat ternyamannya. Setelah beberapa menit dalam posisi tersebut, aku melepaskan pelukanku. Ia mencoba untuk langsung bangkit, tapi sepertinya keberuntungan memihak padaku. Ia terpeleset dan jatuh menimpaku, naasnya bibir harus melesat ke sudut bibirku beradu karena aku juga akan bangkit. Untung saja bibirnya tak berdarah karena beradu cukup keras.

"Kamu gak papa?" tanyaku sambil memperhatikan bibirnya.

"Hmm gak papa kak, sana gih, kakak mandi," usirnya.

Dan akhirnya aku memutuskan untuk langsung ngacir ke kamar mandi, sepertinya tubuhku perlu disiram air dingin.

"Kak, mandinya pakai air hangat!" titahnya dari luar.

Aku pun kaget dan mundur seketika saat mendengar teriakannya. Akupun menuruti perintahnya, walaupun ia tak bisa melihatku di dalam sini.

"Kak, awasnya kalo gak pakai air panas!"

Astaga, ni anak ya, gak bisa mandi dengan tenang aku dibuatnya.

*****

Ayolo siapa yang kelakuannya kayak Tere? Suka teriakin orang yang di dalam kamar mandi? Hahaha

Terus siapa yang tingkahnya modus kayak Berlian? Duh Kak Berlian, nyari kesempatan aja ya hahaha

Udah ah, jangan pada mikir yang macam-macam! Selamat bermalam minggu ya!

See you sister-sisterkuu~

Tere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang