8

4K 313 1
                                    

Cuaca hari ini memang tidak bisa dipresiksi. Pagi hari, matahari bersinar terik. Siang hari, matahari bersembunyi di balik awan hitam. Sore hari, matahari bersinar terik kembali. Salah satu momen dimana bisa menikmati senja kala langit sore bersinar.

Aku memutuskan untuk pergi ke Pantai Air Manis tanpa bertanya pada Tere terlebih dahulu. Aku berfikir dia akan suka menikmati jalan-jalan sore ini. Aku berdoa dalam hati, semoga sore ini tidak terlalu pasang. Toh masih jam setengah 4 sore.

Sesampainya di lokasi, aku berinisiatif untuk mengajaknya ke Pulau Pisang yang berada tak jauh dari pantai. Jika kalian pernah ke Padang pasti kalian tau pastilah lokasi pulaunya. Yup, hanya beberapa meter dari bibir pantai dan bisa dikunjungi hanya dengan berjalan kaki jika sedang pasang surut. Seakan-akan kita berjalan di tengah laut menuju pulau tersebut.

Syukurlah, hari ini masih pasang surut. Ia kelihatan enggan untuk menyebrang ke pulau tersebut. Aku bertanya kepada pria paruh baya yang sepertinya orang sekitar sini. Dan benar saja, ia memang berasal dari daerah sini. Ia mengatakan pasang naik rata-rata akan terjadi pukul 5 sore. Jadi pikirku masih ada sekitar satu jam lebih untuk menikmati pulau tersebut.

"Yok!" ajakku sambil menggenggam tangannya. Entah keberanian darimana yang aku dapatkan, bodo deh, selagi dia gak protes, ya ngga papa kan ya?

Dia mengikutiku dari belakang, aku masih menggenggam tangannya. Oiya sebelumnya kami telah menggulung celana hingga batas maksimal, ya cuma sebatas bawah dengkul. Sepatu juga udah masuk ke dalam plastik yang aku minta ke bapak tadi dan masuk ke dalam tas sandangnya karena aku tadi hanya membawa tas kecil.

Kami berjalan menuju pulau tersebut, ya lumayan agak susah juga karena air lautnya agak berombak. Sesekali membasahi celana yang telah digulung maksimal. Intinya ya lumayan basah ini celana karena ombaknya.

Tidak sampai lima menit kami sudah berada di pulau tersebut. Udaranya enak banget, trus juga teduh. Aku melirik ke Tere yang sedang memandang takjub. Ya dari sini kita bisa liat pinggiran pantai air manis dan pantai padang.

"Kamu bisa ambil foto dari sini, sekalian belajar untuk lombamu minggu depan," kataku. Sedangkan aku, aku sepertinya akan bersantai di salah satu anyunan yang ada di sini.

"Baik kak," jawabnya.

Semilir angin membelai wajahnya yang manis. Anak rambutnya mengikuti hembusan angin. Aku terpesona dengan gerakannya yang diperlambat oleh otakku. Aku benar-benar telah terhipnotis olehnya. Senyumnya yang mengembang ketika melihat hasil bidikannya, membuat bibirku ikut tertarik mengukir senyum.

Sesekali ia memandang ke arahku dan menjadikanku objek fotonya. Hal itu tidak jadi masalah. Aku suka ketika ia dibalik kameranya. Seperti ada aura lain. Caranya mengotak-atik pengaturan kameranya sungguh membuatku tersenyum. Kadang ia mengkerutkan keningnya. Entah ada apa dengan kameranya.

Aku menghampirinya, "kenapa?" tanyaku.

"Ini kak, kok hasilnya gini ya," jawabnya sambil melihatkan hasil fotonya.

"Oh ini karena shutter speednya terlalu lama, makanya jadi gini hasilnya, kalo kamu mau foto benda bergerak, minimal shutternya itu 1/250 atau 1/500 deh," jelasku.

"Kan fotonya jadi agak gelap kak kalo shutternya dinaikin," katanya.

"Kamu bisa coba otak atik, apaturenya atau isonya, toh ini masih lumayan terang juga kok," jawabku sambil melihat sekitar.

"Baik kak, akan aku coba lagi," jawabnya.

Aku kembali menuju ayunan yang tadi aku duduki. Aku mengeluarkan ponsel dan memotretnya. Aku menurunkan tingkat cahayanya yang memberikan hasil berupa siluet. Ya, aku memotret Tere diam-diam ketika ia fokus mengotak-atik kamera barunya.

Aku melirik jam tangan dan sudah pukul setengah 5, lebih baik kembali ke pantai daripada nanti pasangnya naik.

"Balik yok, nanti takut pasangnya naik," ajakku.

"Oke kak, aku juga takut kalo lama-lama di sini, yang lain juga udah mau balik juga," katanya.

Ya benar saja, beberapa pengunjung juga sudah mulai meninggalkan pulau kecil ini. Satu keluarga siap untuk menyebrang, yang terdiri dari tiga orang anak-anak dan sepasang suami istri. Dua anak yang lebih kecil digendong oleh ayah dan ibunya, sedangkan anak yang tertua berjalan digandeng oleh ayahnya.

Suatu momen yang sangat aku rindukan dan mungkin Tere juga. Ia melihat ke arah keluarga itu. Lalu membuang mukanya ke arah lain. Aku yang seakan mengerti gerak-geriknya, mencoba mendekat dan menggandengnya kembali membantunya menyebrang bersama ke pantai.

Kami sudah sampai di bibir pantai. Aku mengajaknya untuk menuju parkiran. Dan kami meninggalkan kawasan pantai air manis.

"Batrai kamera kamu masih ada?" tanyaku.

"Masih kak," jawabnya.

"Mau hunting senja gak?"

"Boleh kak," jawabnya bersemangat.

Aku hanya tersenyum dan kembali memarkirkan mobil di pinggir jalan. Banyak motor dan mobil terparkir di sepanjang jalan ini. Semoga saja masih ada tempat kosong, batinku.

"Ayok turun!"

"Hati-hati jalannya agak curam ke bawah, kita duduk di bibir pantai aja," ajakku.

"Aku ngikut aja kak,"

"Pegangan aja sama saya kalo takut jatuh,"

"Eh... Iya kak, makasih,"

Akhirnya sampai juga di bawah. Pemandangan yang gak pernah mengecewakanlah setiap kali datang ke sini. Sepanjang bibir pantai ada tenda dan kursi serta meja yang berjejer-jejer. Tinggal mau pilih duduk dimana.

"Kamu mau duduk dimana?" tanyaku.

"Sana aja deh kak," tunjuknya ke arah yang lumayan sepi.

Sepertinya dia juga gak terlalu suka keramaian. Untung saja dia milih di ujung sini. Hanya beberapa pasangan yang ada di sini, sedangkan di arah sebaliknya, itu lebih ramai.

"Mau pesan apa kak?" tanya seorang anak remaja pada kami.

"Saya cappucino sama mie rebus ya, telurnya kalo bisa separo masak," jawabku.

"Kamu mau pesan apa?" tanyaku pada Tere.

"Aku pesan nutrisari aja kak,"

"Makannya?"

"Gak usah kak, minum aja," tolaknya.

"Dek, nutrisari satu sama nasi goreng satu ya," kataku pada anak remaja tadi.

"Baik kak, ditunggu ya kak," ucapnya.

Aku hanya mengangguk. Aku sengaja pesan nasi goreng untuknya karena ini sudah sangat sore, pasti dia lapar. Ya walaupun dia tadi berkilah untuk tak memesan makan.

Kami hanya diam, menikmati deburan ombak dan matahari yang mulai tenggelam di ujung sana. Langit jinggapun sangat memanjakan mata.

Aku sangat menggilai jingga di ufuk barat, yang cahayanya menentramkan. Kali ini dengan dia di sampingku. Tanpa kata. Seakan kami dua orang yang tak saling sapa. Mungkin ini yang dinamakan menikmati suasana. Dia dengan dunianya dan aku dengan duniaku.

Hingga akhirnya, pesanan kami datang, ia ku paksa makan. Hingga langit malam pun menyapa. Tidak ada penerangan, hanya pantulan bulan yang menjadi saksi atas kebisuan yang tercipta. Aah Tere, begitu tersiksanya aku dengan perasaan ini. Aku mengakhirinya dengan ajakan untuk pulang.

***
Maaf ya telat updatenya karena diriku nguli tiap minggunya sampai di rumah udah tengah malam teroos, ya gpp lah, demi demi ini maah

Maaf juga nih part ini kayak kurang gereget, lagi ngestuck coeg, stress aing hahaha

Dan akhir kata jangan lupa komen serta vote ya...

Terima kasih 😇

Salam dari saya untuk mereka yang masih mencintai dalam diam 😉

Tere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang