29

1.8K 147 7
                                    

Tiga tahun kemudian...

Author pov

"Kak, aku hari sabtu balik ke Jakarta ya, disuruh papa mama, katanya mereka lagi ada kerjaan di Jakarta."

"Oh iya, gapapa, aku gak ikut ya, salam aja buat papa mama, Randu trus Tania."

"Siap, kapten, peluk dulu dong, sini kak!"

Tere merentangkan tangannya dan Berlian berjalan ke arahnya, memeluknya dengan erat. Sedikit mengecup pundak Tere yang tak terbuka. Lalu Tere melepaskan pelukannya dan menatap ke manik coklat milik Berlian, seraya berkata, "jangan tinggalin aku kak," lalu ia kembali memeluk Berlian tak kalah erat dari sebelumnya.

"Udah waktunya istirahat, kamu tidur gih, besokkan ada kuliah pagi," ucap Berlian.

Berlian menjauhkan wajahnya dari Tere yang masih memeluknya, kemudian mengecup kening Tere lama. Tere yang diperlakukan seperti itu hanya memejamkan mata menikmati kecupan Berlian yang semakin lama turun menyusuri kedua matanya, puncak hidungnya dan berakhir di bibir ranum Tere. Tidak ada napsu sama sekali. Sampai akhirnya Berlian yang memberi jarak kembali.

"Aku gak bakalan ninggalin kamu," ucapnya sembari memberikan senyum dan membuat Tere tersenyum haru.

"Kamu tidur duluan, aku mau revisi tugas akhir aku dulu," ucap Berlian sambil mengelus puncak kepala Tere.

Tere hanya mengangguk dan berjalan menuju tempat tidur. Terlelap dalam mimpinya dengan sekejap.

Di sisi lain, Berlian sedang berkutat dengan tugas akhirnya. Ia sedang memeriksa hasil video yang akan diolahnya menjadi karya film pendek. Film tersebut sudah dalam tahap akhir. Selama berkuliah di bidang cinematografi tidak jarang pula Berlian terlibat dalam pembuatan film pendek. Semua itu berkat keterampilannya mengolah skenario ke dalam bentuk visual. Tidak terasa kini mereka, Berlian dan Tere telah berada di semester akhir, dan selama itu juga hubungan mereka berdua berjalan.

Bukan perkara yang mudah untuk meminta izin kepada kedua orang tua Tere, apalagi tante Arumi. Hubungan mereka sudah berjalan sejak malam itu di ruang keluarga, dengan keberanian yang sudah terkumpul, Berlian meminta izin untuk menjadi partner hidup Tere selama berkuliah di Singapura. Om Baskara tampak biasa saja karena beliau sendiri sudah tau bagaimana perasaan Berlian ke Tere. Dan diluar dugaan, mereka memberikan ijin mutlak atas kebahagiaan Tere.

Flashback on

"Semua mama serahkan kepada Tere, kalo Terenya mau, ya mama gak bisa larang juga, kalian kan udah mama anggap sebagai anak sendiri, jadi kebahagiaan kalian itu priotitas kami, kalo papa gimana?" jelas tante Arumi.

"Kalo papa sih sama kayak mama, kalian juga udah gede, udah tau konsekuensinya sekarang ya terserah Terenya aja, dia mau gak sama kamu, kamu udah pede banget lagi minta ijin jadi partner dia, kali dianya gak mau gimana?" goda om Baskara.

"Nah betul itu kata papa, emang kakak udah yakin dia mau nerima kakak?" kompor Randu.

Aku menoleh ke arah Tere yang dari tadi diam di sebelahku. Aku menggenggam tangannya.

"Jadi, kamu mau gak jadi partner aku? Selama kita kuliah? Kalo mau kamu peluk aku, kalo kamu gak mau kamu tampar aku," ucapku memberikan pilihan padanya.

Hanya helaan napas berat yang keluar darinya. Tiba-tiba aku merasakan panas di pipiku, yap aku ditampar oleh Tere belum hilang rasa kagetku, ia lalu memelukku.

"Tamparan tadi karena pertanyaan kamu, aku mau jadi partner kamu selamanya bukan cuma partner waktu kuliah aja ya kak," bentaknya dalam pelukku.

Ah iya kata-kataku salah. Pantas saja ia menamparku. Dan sontak saja terdengar kekehan dari mereka yang berada di ruang ini.

Tere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang