23

2.4K 216 4
                                    

Tere pov

Setelah memberitahukan semuanya kepada istri om Bas, ya mama Arumi, orangtua kandungku, aku meminta ijin untuk tetap tinggal di rumah peninggalan kedua orangtua hmm asuhku (?) Awalnya mereka menolak, tetapi aku tetap keukeuh dengan keputusanku. Dari senin-jumat aku akan tinggal di rumah lama, sedangkan weekend aku akan tinggal di rumah kediaman Baskara.

Aku sedikit khawatir dengan perubahan sikap Kak Berlian. Seperti ada yang dipikirkannya. Aku ingin bertanya tapi belum nemu waktu yang pas.

Aku dan kedua kakak beradik itu sedang dalam perjalanan pulang. Tidak ada obrolan sama sekali. Aku yang duduk di sebelah Kak Berlian hanya berani meliriknya sesekali. Sedangkan Kak Randu yang duduk di belakang terlihat asik dengan tablet digenggamannya.

"Huft," hembusan napas kasar dari Kak Berlian.

"Ran, kamu ajak Tere balik, aku mau ketemu Pras sebentar, nanti aku pulang ke studio aja," jelas Kak Berlian.

"Hmm, oke kak, jangan lupa makan, besok balik ke rumah kan?" tanya Kak Randu.

"Liat besok ya," lirih Kak Berlian.

"Kamu tidur di rumah aja ya Re, di kamar aku, aku hari ini gak pulang, beranikan tidur sendiri?" goda kak Berlian.

"Selama ini aku juga tidur sendiri kali kak, biasa aja pun," jawabku sedikit kesal.

Ia hanya tersenyum simpul sambil mengacak rambutku. Setelahnya ia menepikan mobilnya di depan studio Pras. Sebelum turun ia mengingatkan bahwa aku harus nginap di rumahnya. Aku hanya mengangguk mengiyakan. Kak Berlian turun diikuti Kak Randu turun, lalu masuk mengambil alih kemudi.

"Aku tau ada yang mau kamu tanyain, nanti aja kita cerita di rumah, sekarang biarin Kak Berlian nenangin diri dulu," jelas Kak Randu.

Aku hanya mengangguk paham. Lalu memalingkan wajah ke arah jendela memandang punggung Kak Berlian yang menghilang masuk ke dalam studio Pras.

-------

Berlian Pov

Mungkin memisahkan diri dari Tere adalah hal yang terbaik untuk sekarang. Malam ini aku putuskan untuk tidur di studio.

"Pras ada gak bro?" tanyaku pada salah satu karyawan studio.

"Ada kak, di atas, lagi ada meeting juga kayaknya," jawabnya.

"Oh, yaudah, makasih," lanjutku ke atas.

Benar saja, ada beberapa orang yang aku kenal sedang meeting. Aku hanya sekedar menyapa lalu masuk ke ruang Pras. Menunggunya selesai dengan rapatnya. Sepertinya akan ada projek modeling lagi yang akan digarap Pras, melihat adanya beberapa designer dan model serta make up artis di sana. Aku memang sedang tak ingin ikut projek apapun untung saja Pras mengerti dengan kondisiku yang sedang dilanda masalah bertubi-tubi apalagi masalah perasaan. Miris sekali. Sekalinya jatuh cinta kenapa harus direnggut kenyataan.

"Kenapa lo?" tanya Pras tiba-tiba.

Aku sedikit terkejut dan untung tidak latah.

"Gue ijin tidur di sini ya, lagi malas di rumah," santaiku.

"Gak ada tidur di sini, lo ikut sama gue, kita have a fun malam ini, sama anak-anak lain juga," ajak Pras sambil menarikku.

Dan aku bisa apa? Kalo Pras udah narik-narik gini. Akhirnya aku mengikutinya. Ada Steve juga ternyata.

"Tumben lo ikutan?" tanyaku padanya.

"Ya gapapalah, tadi diajakin Tania, katanya mau ketemu Pras, yaudah gue ikutan," jawabnya.

Aku hanya ber'Oh' ria. Tania mendekatiku. Aku tau dia suka padaku. Steve yang mengatakannya. Mungkin jika hatiku belum dikunci untuk Tere, aku dengan senang hati mendekatinya.

Untuk ukuran model dia memiliki nilai jual tinggi. Cantik, kulit putih bersih, tinggi, ya walaupun masih tinggian aku, mata coklat yang bisa membuat laki-laki maupun perempuan terikat. Aah sudahlah, aku tak ingin terlalu menyanjungnya walaupun itu dalam hati.

"Hai kak, kakak ikutan kan?" tanyanya.

Aku hanya mendehem sambil tersenyum ke arahnya. Tapi liatlah dia tersipu malu. Entah mengapa aku suka melihat ekspresi malu-malunya persis seperti Tere. Lagi-lagi pikiranku tertuju padanya.

"Ber, lo gak bawa mobilkan? Lo sama Tania aja ya, gue ada perlu bentar sama Pras, lo langsung ke sana aja, reservasi atas nama gue," ucap Steve.

"Oh, oke, jangan lama-lama," balasku.

"Yok kak, mobil aku di seberang," ajaknya.

"Sini kunci mobilnya, biar gue yang nyetir," ucapku.

Dia hanya tersenyum sambil memberikan kunci mobilnya. Aku langsung melajukan mobil ke salah satu hotel yang dimaksud oleh Steve tadi. Ya bisa kalian tebakkan? Kami akan melakukan apa? Hahaha

Tenang tenang, kebetulan di hotel ini ada pubnya jadi ya di sinilah kami sekarang. Duduk manis di meja VIP dengan pemandangan cewe cowo yang sedang menari di lantai dansa. Beberapa orang masih tampak segar dan sebagian lagi sudah mulai teler.

Beberapa minuman dan cemilan sudah tersedia di depan kami. Aku memilih untuk merokok serta minum bir yang alkoholnya tidak terlalu tinggi. Sedangkan Tania sibuk dengan gadgetnya.

"Kak! Kaaak!" Tania memanggilku dan memberikan hpnya padaku. Di sana tertera bahwa dua sahabat kampretku tidak bisa menyusul karena harus ke bandara menjemput tamu Steve. Aku tau ini hanya akal-akalan mereka. Aku hanya membuang napas dan meminum kembali minumanku.

"Gue pengen di sini dulu, gue lagi pengen minum, kalo lo mau balik, silahkan," ucapku pada Tania.

Ia menggeleng dan berpindah duduk ke dekatku.

"Aku mau nemanin kakak, di suruh sama Ko Steve," jelasnya lagi setengah berteriak padaku akibat suara musik yang keras.

Aku hanya mengangguk, sesekali meminum minumannya. Mungkin sedikit alkohol bisa meredakan sejenak pikiranku tentang kisah cintaku ini. Aku tersenyum sendiri melihat diriku yang galau akibat cinta.

*********

Gimana sih Berlian, malah mengalihkan ke alkohol padahal kan gak baik, ada Tania pula, aduh jangan sampai khilaf ya tu orang.

Steve sama Pras juga keterlaluan ih ninggalin mereka berdua aja. Sengaja bener deh, mentang-mentang sohibnya lagi galau, hadeeeuh...

Segini dulu aja ya, gimana kelanjutannya?
Sekian dulu dariku, byebye eperibadih...

Tere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang