Di minggu pagi yang cerah, aku sudah bersiap untuk melakukan pemotretan di salah satu studio milik temanku yang ada di kawasan Jati. Setiap pagi aku selalu melakukan ini, sebelum melaksanakan aktifitas di luar, aku berjalan menuju balkon depan. Menghirup udara yang masih segar karena komplek ini lumayan banyak pepohonan.
Sesekali aku melihat ke rumah Tere yang memang berada di depan rumahku. Rumahku dan rumahnya memang terletak di bagian belakang komplek. Rumahnya sepi. Ya memang setiap hari sepi sih, tapi kali ini tidak ada tanda-tanda kehidupan. "Apa dia pergi keluar?" batinku.
Jam fossil dongker kesayanganku telah melingkar manis di pergelangan kiriku. Aku sangat suka warna berbau biru. Dari mobil hingga jam tangan saja bernuansa biru semua. Kenapa biru? Karena biru itu menenangkan. Kamar ini pun sudah ku chat berwarna biru muda.
Sudah hampir jam 10, masih ada waktu 30 menit lagi untuk sarapan di tempat langgananku. Setelah menghidupkan mobil, aku kembali memeriksa pintu rumah. Maklum saja aku sering lupa hal-hal kecil yang dampaknya itu lumayan besar. Pernah suatu hari, Randu telah duduk manis di rumahku. Aku kaget, darimana ini anak masuk. Dan ternyata, kunci rumah masih bergantung di pintu.
*skip*
Aku sedang menjalankan mobilku dan sepertinya aku melihat sosok gadis yang selama sebulan ini telah mencuri perhatianku. Aku melambatkan laju mobil untuk mensejajarkan dengannya. Dan ternyata benar, itu Tere. Ku bunyikan klakson. Dia menoleh, aku menurunkan jendela mobil, "mau kemana?" tanyaku padanya.
"Mau ke Jati kak," jawabnya singkat.
"Yaudah, naik, biar saya antar,"ajakku toh arahnya juga sama.
"Hmm, gak usah kak, aku nunggu angkot aja," tolaknya.
"Ini hari minggu Tere, bakalan jarang angkot yang lewat, naik aja sini, biar saya antar," ngototku. Dia seperti berfikir dan akhirnya mengiyakan ajakanku.
Beberapa detik dia masuk, aku belum melajukan mobilku. Aku kira dia akan memakai seatbelt, ternyata tidak. Apakah aku harus memasangkannya? Yasudahlah. Aku mencondongkan badanku ke arahnya, dia agak sedikit kikuk, ngapain dia, aku juga kikuk plus deg-degan. Aku segera menarik dan memakaikannya seatbelt.
"Sekarang baru kita jalan," ucapku untuk mengurangi kecanggungan.
Perutku sudah bergejolak, bergetar tak karuan. "Kamu sudah sarapan?" tanyaku kepadanya yang sepertinya sedang berfikir entah apa.
"Hmm sudah kak, tapi aku sempat beli roti di simpang komplek," jawabnya.
"Emang kenyang? Saya belum sarapan, kita sarapan sebentar di Ampang ya?" ajakku.
Sekarang aku dan Tere sudah berada di Ampang, di salah satu tempat makan favoritku. Aku segera memesan dua piring nasi goreng sama Ibu Sari. Ya dia sudah hapal pesananku. Nasi goreng dengan telur separo masak plus kuah kacang yang biasa menjadi kuah untuk lontong pical. Percayalah ini enak. Coba aja kalo gak percaya.
"Mari makan," ajakku kepada Tere yang kalah dengan kehendakku. Dia sudah menolak tapi aku keukeuh untuk menyuruhkan makan nasi goreng di sini. Aku melihat ekspresinya ketika menyuap, dia terlihat senang dengan makannya. See, gak akan mengecewakan nasi goreng di sini. Enak broh.
Dia mengatakan akan membayar, langsung aku tolak mentah-mentah. Aku tau dia merasa tidak enak kepadaku. Aku tidak ambil pusing.
Tere memberikan alamat yang dia tuju kepadaku. Keningku berkerut, tetapi setelah itu aku tersenyum. Tujuan kami sama. Yup, dia menuju studio milik temanku.
Kami sudah sampai tujuan, aku turun terlebih dahulu. Sepertinya dia kaget, tapi langsung mengikutiku turun menuju toko ini, ya toko dengan dua lantai di kawasan Jati telah di sulap menjadi tempat jual beli kamera serta tempat rental kamera di Kota Padang. Tidak hanya itu, lantai duanya telah dijadikan ruang studio.
Ya di sinilah aku sekarang, di lantai 2 toko ini. Aku menemui Pras yang sedang melakukan sedikit perubahan dengan studionya ini. Hari ini, aku akan memotret dengan tema monokrom. Ruangan ini di sulap menjadi warna putih tentunya dengan menggunakan wallpaper saja. Lighting sudah di atur sedemikian rupa. Dengan kursi hitam yang nantinya akan dijadikan properti pendukung.
(media diambil dari Pinterest)
Moodku sangat bagus untuk pemotretan hari ini. Entah siapa yang akan menjadi modelnya aku pun tak diberitahu. Aku membiarkan Pras mensetting semuanya. Sepertinya dia tidak sadar kalo aku sudah datang.
"Eheem," aku menyatakan kehadiranku dengan berdehem. Lihatlah tampangnya, dia terkejut. Dia langsung menetralkan kembali ekspresinya.
"Eh, lu udah datang aja, kan kita janjian jam setengah 11, Ber," katanya padaku.
"Coba lu liat, jam yang ada di tangan lu itu, baru lu ngomong lagi," sindirku.
Dia cuma tertawa sambil garuk tengkuknya yang gak gatal. Yap, sekarang udah jam setengah 11 lewat malahan. Begitulah Pras jika dia sedang serius, dia bisa lupa waktu.
"Mana modelnya? Belum datang juga? Siapa sih modelnya?" tubiku pada Pras.
Pras tidak menjawab, dia langsung mengambil ponselnya dan menelpon seseorang. Fix, saat aku liat mukanya, udah ancur banget ini mood orang. Dia seperti berdebat dengan orang yang sedang ia telpon. Oke ini pertanda tidak baik.
"Ber, gimana nih, modelnya gak bisa datang. Kita cancel atau lu ada teman yang bisa diajak kerja sama gak?" melasnya kepadaku.
Aku tak sampai hati melihatnya memelas seperti ini. Dan aku tau harus mengajak siapa.
"Kayaknya gue tau deh harus ngajak siapa, bentar ya! Lu jangan panik, sana duduk dulu," ucapku menenangkan Pras.
Dan saat aku hendak turun, aku melihat Tere sedang melihat ke arah kami. Sontak saja aku memanggilnya.
"Tere!"
****
Sepertinya Tere datang di waktu yang tidak tepat ya hmm
Gimana nih? Pada suka gak sama cerita abal-abalku? Mohon dikomen ya, kalo suka jangan lupa vote dong hehe
Terima kasih 😇
Salam dari saya untuk mereka yang masih mencintai dalam diam 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Tere
RomanceCerita ini hanya fiktif belaka, jika memiliki kesamaan nama, latar dll, itu hanya sebuah kebetulan, jangan baper banget apalagi sampe laper. Untuk yang homophobia gak usah mendekat dulu, nanti ada waktunya kita berjumpa, tapi tak dicerita ini. Beb...