3

5.7K 408 10
                                    

Aku kaget ketika mendengar teriakan dari rumah Tere. Aku yang sedang duduk santai di teras rumah langsung berlari ke rumahnya. Rokok yang baru ku nyalakan untuk menghangatkan tubuh, kubuang saja. Aku khawatir pada gadis belia yang tinggal sendiri itu. Aku mengetuk pintunya. Lumayan lama sampai si pemilik rumah bersuara.

"Siapa?" ucapnya dengan mata yang sedikit sembab.

Hatiku sedikit tersiksa melihat keadaannya. Mata sebab, rambut yang masih dicepol asal berantakan. Bisa ku tebak ia habis mandi. Wangi sabunnya masih bisa tercium diindra penciumanku. Astaga ini otak. Bukan waktunya wei.

"Kamu kenapa?" akhirnya mulut ini berbicara.

"Eh kak, ngapain? Mau ambil payungnya?" aduh dia mikir aku mau ambil payungnya. Yakali.

"Kamu kenapa?" tanya ku sekali lagi.

"Aku gak kenapa-kenapa kak."

"Terus tadi kenapa teriak?"

"Hah?" dia bingung sendiri.
"Aku gak kenapa-kenapa kak, cuma lagi pengen aja," akhirnya dia ingat kalo dia teriak.

Ah syukurlah ia gak kenapa-kenapa, aneh banget alasannya lagi pengen teriak-teriak. Tapi kenapa matanya sembab gitu ya. Tanyain aja kali ya.

"Terus itu mata kenapa?" tanyaku lagi.

"Eh? Mata? Gak ada apa-apa kak," fix dia berkilah ini. Yaudah deh, aku gak mau nanya-nanya lagi, takut dia ilfeel.

"Yaudah, saya pamit dulu, payungnya kamu simpan aja, sebagai perkenalan tetangga baru," ucapku ramah pada Tere.

"Iya kak, makasih. Gak masuk dulu kak?" tawarnya.

"Gak usah, kapan-kapan aja. Udah mau malam, gak enak bertamu malam-malam," tolakku. Aku langsung pamit dan kembali ke rumah.

Untung tidak terjadi apa-apa dengan gadisku. Apa? Gadisku? Otakku benar-benar butuh nutrisi. Dengan seenaknya ia menyebut Tere dengan sebutan gadisku. Aku tertawa mengingatnya. Geleng-geleng gak jelas, gak habis pikir.

Lebih baik aku pergi cari makanan keluar. Baru ingat kalo tadi terakhir makan jam 10 pagi, sebelum pergi ke makam kedua orangtuaku. Perutku langsung gembira, terdengar suara riuh dari dalamnya.

Lima belas menit setelah berputar-putar akhirnya aku menepikan mobilku ke sebuah tempat makan yang lumayan terkenal dengan ayam gepreknya. Saat masuk pelayannya tersenyum ramah ke arahku.

"Mau pesan apa mbak?" ucapknya ramah.

"Ayam geprek mozarellanya satu, level 1 aja ya, jus alpukatnya juga 1, dibungkus ya mbak," jawabku.

"Baik mbak, ada tambahan lagi?" tanyanya.

"Sudah mbak," tegasku.

Saat aku menunggu pesanan, aku jadi teringat bagaimana Tere, apakah dia sudah makan? Hmm.

"Mbak, saya pesan 1 ayam geprek lagi, level 1 juga, terus minumnya jus jeruk," ucapku lagi kepada mbak kasirnya.

Dia langsung melesat ke kitchen untuk memberikan pesanan tambahanku. Tak lama setelah aku menunggu, akhirnya pesananku selesai. Aku segera menjalankan mobilku ke rumah. Tidak sabar untuk memberikan makanan ini kepada Tere.

Tok tok tok

"Sebentar, siapa ya?" ucap gadisku dari dalam.

Ceklek

"Eh kakak, ada apa kak?" tanyanya.

"Nih, jangan telat makan! Saya pamit dulu," ijinku.

"Eh kak," tangannya menarik tanganku untuk berhenti.

Aku memperhatikan tangannya di pergelanganku. Dia lalu melepaskan genggamannya, "terima kasih kak," imbuhnya.

Aku hanya mengangguk dan berlalu meninggalkannya kembali ke rumahku. Jujur saja, aku lumayan deg-degan ketika tangannya menggenggam pergelanganku. Ada sengatan listrik yang seketika menjalar ke tubuhku. Ini pertama kalinya aku merasakan hal tersebut. Dengan kekasihku yang lalu tak pernah seperti ini, jangankan pegangan diciumpun aku tak merasakan apa-apa. Ah sepertinya ada yang salah dengan diriku. Jika dilihat-lihat mungkin ia tak secantik mantanku yang lalu.

Ya, aku sudah biasa gonta ganti cewe maupun cowo. Tapi sayang, tak pernah berlangsung lama karena aku memang tak memakai hatiku untuk mereka. Adikku belum mengetahui sifatku yang satu ini. Ya karena dia juga sibuk bolak balik, Padang-Jakarta. Dan aku lebih memilih untuk menetap di Padang saja. Meneruskan apa yang ditinggalkan orangtuaku, khususnya Papa.

Di sini hubungan sesama jenis sangat-sangat tabu. Itu semua karena adatnya yang berpedoman dengan Al-quran dan hadist. Bisa dibilang juga kolot. Cewe merokok saja langsung dicap bukan cewe baik-baik. Ya persepsinya masih sangat kuno. Sudahlah kalo memikirkan adat istiadat dan agama pasti tidak akan ada habisnya.

Perutku sedikit bergejolak karena kelaparan. Aku makan dalam diam, karena aku menyukainya, apakah Tereku juga suka kesepian seperti ini? Tiba-tiba terbayang Tere yang hidup sendirian selama 3 tahun ini. Jangan heran walaupun aku baru menempati rumahku ini, aku sudah tau latar belakang Tere.

Setelah makan, aku duduk di teras rumah, menghirup udara malam yang dingin sisa hujan tadi sore. Secangkir kopi instan menemani malamku. Aku memandang ke arah rumah Tere yang berada di depan rumahku. Lampu teras sudah dihidupkan, lampu tengah sudah dipadamkan. Dan sepertinya Tere sudah di kamarnya. Benar saja, beberapa menit kemudian lampu kamarnya padam.

"Good night, gadisku!" sebuah senyuman menghiasi bibirku tanpa ku paksa.

****

Hallo guys, maafkan ya kalo tulisannya masih berantakan, mgkn typo dimana-mana, saya masih belajar, dan mohon kritik sarannya ya.

Terima kasih 😊

Salam dari saya untuk mereka yang masih mencintai dalam diam 😉

Tere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang