26

2K 158 9
                                    

Tere pov

Ada perasaan bahagia, bingung, sedih, marah, pokoknya semua perasaan campur jadi satu saat Kak Berlian mengatakan secara gamblang perasaannya. Dan kalian tau aku hanya diam, diam tanpa bisa membalas kembali perasaannya. Aku meninggalkannya begitu saja berlalu saat kedua orangtuaku memanggilku. Aku bisa mendengar helaan napas kasar darinya. Aku seperti pengecut yang mendamba ingin dicinta tapi tak ingin untuk dicinta. Egois memang.

Aku ingin berbalik saat ku lihat Kak Berlian berada dalam pelukkan adiknya, Randu. Aku sempat beradu pandang dengan kak Randu, lewat pandangannya ia mengatakan semua akan baik-baik saja. Setidaknya aku lega, ada bahu adiknya yang menjadi tempatnya bersandar kala rasa kecewa yang kutoreh padanya.

Setelah orangtuaku mengatakan bahwa mereka sudah menjodohkanku pada salah satu anak sahabatnya, saat itu juga aku mulai untuk menghilangkan rasa entah rasa apa itu kepada Kak Berlian. Sudah sebulan semenjak kejadian tersebut, aku tak pernah lagi melihat Kak Berlian. Setiap aku bertanya pada papaku, ia hanya mengatakan bahwa Kak Berlian sedang mengurus kuliahnya. Aku hanya mengamini apa kata orangtuaku tanpa mencari jawaban asli pada orangnya langsung. Pengecut sekali bukan aku ini?

Waktu berjalan begitu cepat, hari demi hari, bulan demi bulan, hari ini adalah hari kelulusanku. Masa SMAku sudah berakhir. Ingatanku kembali pada masa pertama kali aku bertemu dengannya. Saat hujan di sore itu. Pertemuan yang tak disengaja menjadi sebuah takdir yang menurutku sangat lucu. Benih-benih cinta yang kucoba tepis tapi tak bisa ku jauhkan. Sejauh aku melupakannya, sejauh itu pula aku kembali kepadanya.

Perjodohan yang awalnya kukira tak bisa ku tolak, akhirnya ku tolak. Sayangnya, waktu itu dewi fortuna tak memihak padaku. Aku melihatnya merengkuh tubuh wanita lain di depan mataku. Tanpa kata, aku pergi menjauh.

Hatiku remuk, kembali aku terpuruk. Apakah ini yang namanya patah hati? Apa ini yang namanya karma? Ternyata sesakit ini rasanya.

Lagi, takdir seolah mempermainkanku. Saat aku kembali ke rumah, aku kembali melihat ia dengan wanita yang sama, bercengkrama dengan akrab di teras rumahnya. Aku kembali berlalu masuk ke rumah dengan sedikit hempasan kasar saat menutup pintu. Hatiku kembali rapuh, hancur.

Apakah Tuhan sengaja melakukan ini padaku? Saat itu juga aku bertekad untuk kembali menepis rasaku padanya.

-----

Berlian pov

Sudah beberapa bulan ini aku sengaja menjauh darinya. Bukan meninggalkannya hanya saja, aku butuh waktu untuk mengalihkan rasaku yang bertumbuh dengan sangat cepatnya. Diacuhkan tak masalah bagiku. Setidaknya ia telah mendengar perasaanku padanya. Menurutku malam itu adalah malam terjujurku mengunggapkan perasaan pada seseorang. Seseorang yang dengan sengaja ku tempatkan di ruang terbesar hatiku setelah adikku. Dan untung saja, malam itu ada Randu yang memelukku setelah diacuhkan olehnya. Bukan diacuhkan, mungkin dialihkan kata yang cocok bukan? Orangtuanya dengan lancang memanggilnya dan ia berlalu meninggalkanku dengan perasaan yang tak bisa ku jelaskan.

Aku tak marah, hanya saja kecewa dengan diriku sendiri. Ini lah akhirnya aku harus menjauhinya karena aku tak ingin kecewa lagi. Tapi rasa itu selalu mengambil alih perasaanku.

Akhirnya malam ini, setelah berbulan-bulan aku menghilang dari pandangannya aku memutuskan untuk bertemu orangtuanya yang sudah kuanggap orangtuaku juga.

Tania yang selama ini juga menaruh hati padaku, sudah tau bahwa hatiku sudah ada yang menempati. Ia tak masalah dengan hal itu. Aku tau Tania sedih saat aku menolaknya.

Flashback on

Aku terbangun dengan kepala yang sangat berdenyut. Aku mencoba bangun dan tatapanku jatuh pada seorang wanita yang memunggungiku. Akibat pergerakanku, ia terbangun dan menatapku. Ia terlihat khawatir saat melihatku memegang kepala.

"Sebentar kak, aku ambil obat dulu, kakak duduk aja di sini," ia bergegas mengambil obat yang sepertinya sudah ia sediakan.

"Minum dulu kak," sodornya.

Aku meminum obat tersebut dan menunggu reaksinya bekerja. Ia mencepol asal rambutnya dan menawarkan diri untuk memijat kepalaku.

"Rebahan sini kak, biar aku pijitin kepalanya."

Aku yang memang masih sedikit pusing bergeser ke arahnya dan ia menempatkan kepalaku ke pangkuannya. Setidaknya dengan sedikit pijitan kepalaku bisa terasa lebih baik.

"Kak," panggilnya.

Aku hanya berdehem menjawabnya.

"Aku sayang sama kakak," lanjutnya.

Aku bisa mendengar helaan kasar napasnya. Kembali ia berujar, "aku udah lama suka sama kakak, lama kelamaan aku gak bisa lagi nahan rasa itu, apa lagi sejak aku ngantar kakak ke rumah waktu itu, yang waktu itu aku salah rumah, kalo ingat kejadian itu lagi, aku senyum-senyum sendiri kak, mungkin tadi malam aku juga bisa ngejebak kakak untuk bisa aku milikin tapi aku bukan orang selicik itu kak. Aku tulus sayang sama kakak, aku cinta sama kakak."

Aku hanya diam sambil tetap memejamkan mata, mendengarkan semua ucapannya. Aku menggenggam tangannya yang masih setia memijit kepalaku. Ia tersentak. Saat tatapannya beradu denganku sesaat aku membuka mata.

Ia tersenyum, sangat manis. Aku suka senyumnya. Perlahan aku mengelus pipinya. Aku tak ingin ia sakit hati tapi aku lebih baik jujur padanya.

"Aku tau kamu suka sama aku, aku bukannya naif, tapi ada hati lain yang aku simpan di sini, maaf kalo aku nyakitin kamu dengan perlakuanku, yang seakan memberi harapan sama kamu. Maaf," ucapku sambil beranjak menuju kamar mandi.

Setelah 15 menit bermenung di dalam kamar mandi, aku memutuskan untuk keluar.

"Kak, mungkin ini terdengar lucu, aku cuma mau tetap berada di sisi kakak, apakah boleh?" tanyanya padaku.

"Kamu udah aku anggap sebagai adik aku, kamu tetap boleh berada di sisi aku, aku juga sayang kamu, sayang sebagai kakak ke adiknya, sini!" panggilku padanya sambil merentangkan kedua tanganku padanya.

"Akhirnya aku lega, bisa ngungkapin perasaanku sama kakak, ya walaupun aku ditolak," kekehnya dalam pelukku.

"Kamu berhak bahagia, seseorang akan buat kamu bahagia, tapi bukan aku orangnya."

Flashback off

*********

Hai hai hai, ada yang kangen gak sama Tere, Berlian atau sama author? Gak ya? Yaudah sih gpp kok, yang penting pacarnya saya selalu kangen saya huahahaha

Mungkin tinggal beberapa chapter lagi, jadi ya tungguin aja ya, makasih loh kalo masih ada yang mampir ke sini dan ninggalin jejak :')


See you next chapter
*10/07/20

Tere Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang