Selamat membaca, typo berserakan!
Berlian pov
Lihatlah aksi kedua sohibku, mereka dengan sengaja meninggalkanku bersama Tania, berdua. Aku sesekali meliriknya yang dengan santai meminum minumannya. Matanya menatap lautan manusia di bawah sana yang sedang meliuk-liuk mengikuti dentuman musik. Aku mencoba untuk mengikuti arah pandangannya. Aku tersenyum melihat kembali ke arahnya. Pemandangan yang mencuri perhatiannya adalah sepasang anak muda yang sedang bercumbu di sudut ruangan. Tak lama, dia sedikit merapatkan duduknya ke arahku.
"Kenapa?" aku bertanya padanya.
"Ada om-om mesum di sebelah yang liat ke arah aku," aku mengikuti arahnya. Dan benar saja, dia sedang memperhatikan Tania sambil tersenyum nakal. Aku ingin bangkit dari tempatku. Tapi sepasang tangan menahanku, ya kedua tangan Tania pertengger manis di lenganku. Menahanku untuk tak beranjak.
"Kak mau kemana?" tanyanya.
"Mau mukulin tu orang!" tegasku.
"Eh, jangan kak, duduk aja, salah aku juga pake pakaian kayak gini, jangan berantem kak, aku mohon," lirihnya sambil menahan lenganku sedikit lebih kencang.
"Kalo gitu sebentar, aku lepas kemeja aku dulu," titahku.
"Sini, kamu duduknya dekatan aja, kamu diam sebentar," ucapku.
Aku mendekat ke arah Tania, memakaikannya kemejaku, dan sedikit mencondongkan badanku ke arahnya. Jika dilihat dari sudut lelaki tua itu pasti ia mengira kami sedang berciuman, bodo amat, memang itu niatku supaya ia tak lagi memandang ke arah Tania. See, benar saja, lelaki tua itu berpindah ke sisi lain.
"Udah, dia udah pindah, maaf kalo aku lancang," bisikku di telinganya.
Aku bisa melihat wajahnya sedikit memerah. Ia menegang di tempatnya. Lucu sekali. Aku mengacak rambutnya.
"Jangan tegang gitu, rileks, nih minum lagi," ajakku.
Dia buru-buru minum di gelas yang aku tau itu lumayan tinggi kadar alkoholnya, 'hebat juga ni anak, tahan minum', batinku.
Wajah Tere tiba-tiba saja berputar dalam otakku. Aku mencoba mengusir bayangnya dalam otakku. Aku minum sedikit terburu dan tersedak. Aku bisa melihat bahwa Tania sedikit terkekeh di tempatnya, ia mengeluarkan tissu dari clucthnya.
"Kalo minum itu jangan buru-buru kak," ucapnya sambil membersihkan sudut bibirku.
Aku memperhatikannya dari jarak sedekat ini aku bisa melihat iris mata coklat miliknya, cantik. Hidungnya yang mancung. Alis matanya yang tebal dan tertata. Satu lagi yang mencuri perhatianku, bibirnya. Ah aku sedikit menggeleng mencoba fokus. Sentuhannya di lenganku membuatku sedikit terkejut.
"Kenapa kak? Kakak pusing? Kita balik aja," ucapnya sambil menarikku.
Aku menahannya. Ia yang dalam posisi setengah berdiri pun tak bisa bertahan akhirnya terjatuh di pangkuanku. Posisi yang cukup intim menurutku. Wajahnya dan wajahku hanya berjarak kurang dari 3cm, aku bisa merasakan napasnya yang sedikit terburu mungkin karena kaget juga.
Ia buru-buru mencoba beranjak dari tubuhku. Aku kembali menariknya.
"Kakak mabuk, aku nyelesaiin ini dulu," aku menggeleng.
"Kita nginap aja, Steve tadi udah bantuin buka kamar, aku lagi gak pengen pulang, kamu mau nemanin aku? Atau aku antar kamu pulang?" ia terkejut juga tersipu malu. Sepertinya aku memang sedikit mabuk. Lihatlah tanganku sudah tak bisa ditahan. Ia dengan lancangnya memeluk pinggang Tania dengan sedikit sentuhan-sentuhan ringan menjalar di sekitar pinggang hingga punggungnya yang tertutup kemejaku.
Dia memalingkan muka dariku, wajahnya memerah, bibir bawahnya sedikit ia gigit. Aku tau dia sedang menahan gejolak dalam dirinya. Aku sangat menikmatinya. Aku merapatkan wajahku ke tengkuknya.
Lalu aku mengecup ringan tengkuknya, ia menegang melihat ke arahku, aku hanya tersenyum sambil meminum kembali minumanku. Aku benar-benar sudah mabuk.
"Ayo ke kamar," tariknya.
"Benar aja kakak udah mabuk, berdiri aja udah gak lurus," celotehnya lalu ia menjauh dariku yang kembali terduduk.
********
Tania pov
Aku harus bisa benar-benar menahan gejolak dalam diriku. Aku tau dia sedang mabuk dan semua perilakunya di bawah pengaruh alkohol. Jujur aku suka dengan segala perlakuannya, tapi aku tidak selicik itu memanfaatkan kondisinya yang sedang setengah sadar. Bisa saja aku melampiaskan nafsuku yang kutahan dari tadi. Sayangnya otakku masih berjalan sebagaimana mestinya walaupun aku harus benar-benar menahan gejolak ini. Kami sudah sampai di kamar hotel. Setelah menelpon Ko Steve tentunya, menanyakan perihal kamar yang sudah dipesankan sebelumnya.
Ko Steve juga menelpon temannya yang memang bekerja sebagai manager di club ini untuk membantuku membopong Kak Berlian yang sudah tepar tapi masih bisa bisanya melanjutkan meminum alkoholnya.
"Kak, kakaaak, kak!" teriakku mencoba membangunkannya.
Ia tidak bergeming. Aku sudah melepas sepatunya. Aku lalu melangkah menuju parkiran masih dengan kemeja Kak Berlian membalut tubuhku. Aku mengambil beberapa baju yang ada di bagasi mobilku. Untung saja aku ingat bahwa sebelum pergi tadi, aku menjemput bajuku di laundry.
Saat kembali ke kamar, aku melihat Kak Berlian meringkuk. Aku segera menyelimutinya dan menaikkan suhu ruangan. Dengan badan yang lumayan cukup lelah, aku segera membasuh wajah dan berganti pakaian.
Aku berbaring tepat di sebelah Kak Berlian. Ini kali kedua aku memperhatikan wajah tidurnya sedekat ini. Aku memberanikan diri untuk mengecup keningnya lalu menyusulnya ke alam mimpi.
*************
Segini dulu ya, benar-benar gak nemu mood untuk lanjut nulis.
Semoga segera bertemu dengan chapter berikutnya dan oh iya, mungkin cerita ini akan segera ditamatkan ya.
See you next chapter ya, kali ini gk ada batas vote, berdoa aja mood aku membaik :)
Bye!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tere
RomanceCerita ini hanya fiktif belaka, jika memiliki kesamaan nama, latar dll, itu hanya sebuah kebetulan, jangan baper banget apalagi sampe laper. Untuk yang homophobia gak usah mendekat dulu, nanti ada waktunya kita berjumpa, tapi tak dicerita ini. Beb...