Setahun setelah kelulusan mereka.
Author pov
Seorang anak lelaki berjalan ke arah Tere memberikan sebucket bunga mawar putih. Di belakangnya ada Berlian yang menatapnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Perlahan Berlian berjalan mendekatinya dan mengucapkan terima kasih pada anak lelaki tadi sambil mengacak rambutnya. Anak lelaki itu berlari entah kemana dan kini hanya ada Tere dan Berlian di sebuah taman yang tak jauh dari apartemen mereka di Singapura.
"Ada yang mau aku omongin sama kamu," ucap Berlian.
Tere tak bergeming. Mungkin dia masih terkejut serta terheran-heran melihat Berlian yang katanya masih akan stay di Jakarta untuk beberapa minggu kedepan, tiba-tiba muncul dihadapannya.
"Aku udah lama mikirin semua ini, aku juga udah bilang sama Randu, papa dan mama, kalo aku sepertinya gak mungkin lagi jadi partner hidup kamu," suara Berlian mengecil. Ada jeda di sana. Tere tampak terkejut dan bucket bunganya terjatuh begitu saja.
"Aku tau dalam hubungan seperti ini akan banyak tantangan ke depannya," lanjutnya.
Helaan napas berat terdengar dari Berlian.
"Aku bersyukur dalam beberapa tahun belakangan kita gak pernah yang namanya berantem yang sampai berhari-hari, kamu selalu jadi peredam emosi saat aku gak bisa kontrol emosi aku, saat kita berantem. Kamu selalu jadi penyejuk aku saat aku lagi marah kesel sama kerjaan, dan gak jarang juga aku diamin kamu saat aku sedang tidak baik, dan kamu selalu ada sampai saat ini.
Aku berterimakasih sekali sama kamu untuk semuanya, tapi maaf sekali lagi, aku gak bisa terus-terusan kayak gini, aku sepertinya memang tidak bisa lagi menjadi partner hidup kamu aja," lagi-lagi Berlian menggantungkan ucapannya, di depannya Tere sudah menahan tangis yang dalam waktu dekat akan tumpah ruah.
Berlian mengambil tangan Tere, Tere masih tertunduk menahan tangisnya. Sebelah tangannya mengambil sesuatu dalam saku celananya. Sesaat kemudian, Berlian berlutut di hadapan Tere.
"Aku gak mau kamu cuma sebagai partner hidup aku aja, aku mau kamu jadi bagian hidup aku sampai akhir hayat kita. Kamu mau gak jadi pendamping hidup aku, sebagai istri aku?" ucap Berlian dengan nada meyakinkan dan penuh kelembutan sambil dengan yakin membuka kotak cincin yang dia hadapkan pada Tere.
Akhirnya air mata Tere tak bisa terbendung lagi, pecah sudah, Tere langsung memeluk Berlian dan menganggukkan kepala dalam pelukkannya.
"Aku mau kak," ucapnya masih dengan sesegukan.
Berlian melonggarkan pelukannya dan mengambil jemari Tere dan menyematkan cincin yang sudah ia persiapkan jauh-jauh hari.
Sedetik kemudian, langit sore yang berubah malam pun dihiasi oleh kembang api yang memang sudah dipersiapkan. Keluarga Tere dan Berlian pun satu persatu muncul dari tempat persembunyiannya. Beberapa adalah rekan Berlian yang tak lain sahabatnya yang bela-belain datang dari Indonesia ke Singapura, ada Pras, Steve, dan Farah yang merupakan sahabat mereka.
"Woi bro, selamat ya, akhirnya berani juga ngelamar anak orang," ucap Steve.
"Ya dia sih emang berani, lah elu kapan?" cemooh Pras.
"Sabar bro, hidup itu gak boleh tergesa-gesa, ya kan babe?" ucapnya sambil menggoda Farah, sahabat Tere.
"Selamat ya sayang, kalian udah besar aja ya, padahal dulu itu kalian waktu kecil lucu sekali," ucap Mama Tere.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tere
RomanceCerita ini hanya fiktif belaka, jika memiliki kesamaan nama, latar dll, itu hanya sebuah kebetulan, jangan baper banget apalagi sampe laper. Untuk yang homophobia gak usah mendekat dulu, nanti ada waktunya kita berjumpa, tapi tak dicerita ini. Beb...