for me and my brother

53 5 0
                                    


Setelah mengelilingi seluruh sekolah, mulai dari kelas Rara, UKS, toilet cewek, gudang, perpustakaan, hingga ke taman belakang sekolah yang terbilang sangat sepi Atalah belum juga menemukan keberadaan Rara. Bahkan kini jam istirahat telah selesai sudah berbunyi dari dua puluh menit yang lalu Atalah masih mencari-carinya. Dia sudah tidak peduli lagi dengan pelajaran yang dia tinggal. Yang terpenting keselamatan Rara, bisa saja Rara khilaf. Ya semoga saja tidak

Atalah masih berjalan di lorong koridor kelas sambil memikirkan tempat mana yang belum Atalah datangi 'apa mungkin di tempat itu. Coba aja gue cek siapa tahu ada di sana.' ucap Atalah dalam hati

Kaki Atalah mulai menginjak tangga yang berdebu dan kotor. Tangga tersebut tidak pernah digunakan dan juga jarang dibersihkan. Saat Atalah mendekati sebuah pintu perasaannya tiba-tiba tidak enak. Atalah menarik nafas dan menghembuskan perlahan. Tangan kanannya mencoba mendorong pintu tersebut, setelah pintu itu terbuka Atalah langsung masuk dan mencari keberadaan Rara. Akhirnya Atalah menemukan keberadaan gadis tersebut.

Tiba-tiba saja sebuah tangan menyentuh bahu kanan milik Rara.

"Aaaahmm....."

Atalah langsung membekap mulut Rara "ini gue Atalah" seketika Rara langsung menghentikan jeritannya, Atalah pun menjauhkan tangannya dari mulut Rara.

"Iisss... Ngagetin aja gue kira siapa" tatapan sinis langsung menerpa Atalah.

"Elo tu ya. Gue cari dari tadi ternyata malah enak-enakan diatas roftop  ngadem"

"Suruh siapa Lo nyari gue. Dan gue juga nggak lagi ngadem, disini juga panas kali" sewotnya

"Ya karena gue kha- . Eh,mangsut gue kasihan aja sama Deva kalau Lo ngelakuin hal-hal aneh" suara gugup Atalah diketahui Rara

Rara menaikkan sebelah alisnya "gak mungkin lah gue ngelakuin hal bodoh kayak gitu. Gue masih punya otak buat mikir kok"

"Bu..bukan gitu mangsut gue"

Rara hanya tersenyum menanggapinya. Lalu di berjalan mendekati pembatas roftop tersebut, Melihat pemandangan gedung-gedung pencakar langit tertinggi sesekali melihat ke arah jalan yang padat. Atalah yang berada di sana hanya mengamatinya.

Lama mereka tidak berbicara membuat Atalah jengah ia mendekati Rara lalu bersandar pada dinding pembatas "kenapa Lo marah sama Deva Ra?" Akhir Atalah membuka obrolan

Pandangan Rara masih terfokus kedepan "Kata siapa gue marah sama kak Deva" Atalah hanya diam saja "gue bukannya marah sama kak Deva gue cuma kesel aja. Sifat kak Deva yang gue benci sampai saat ini adalah sifat pesimisnya yang dari dulu tidak pernah hilang. Gue boleh cerita nggak sama Lo " Atalah mengangguk

"Jadi kenapa gue benci sama sifat pesimisnya kak Deva.karena gara-gara sifat itu kak Deva berhenti dari taekwondonya." Rara tersenyum sekilas "dulu kak Deva adalah atlet kebanggaan dojang kami kalau Lo nggak tahu dojang, dojang itu tempat kami latih. Dulu dia paling semangat diantara kami semua saat berlatih. Tapi pada akan mengikuti setiap pertandingan rasa pesimis itu selalu muncul di diri kak Deva. Setiap pertandingan gue selalu coba untuk menghilangkan rasa pesimis itu. Hingga pada saat pertandingan yang amat sangat penting bagi kak Deva, gue nggak bisa datang lebih awal, karena rumah gue dan jarak tempat pertandingan itu juh gue kejebak macet. Dan pada saat gue sampai di tempat itu kak Deva sudah murung. Dia bilang kalau dia gagal karena nggak ada gue disini."

Rara menjadi murung. Atalah langsung mendekatinya untuk menenangkannya

"Gue disitu kecewa sama kak Deva At, kak Deva nggak bisa mempercayai dirinya sendiri saat gue nggak ada. Saat itu gue marah dan bodohnya lagi gue memilih untuk balik ke Jogja. Di Jogja gue dengar kabar dari salah satu teman taekwondo kak Deva kalau kak Deva memutuskan berhenti ikut taekwondo. Gue tambah marah pada saat itu, gue pikir kalau gue pindah ke Jogja kak Deva akan tambah giat latihan dan akan ngebuktiin kalau dia bisa tanpa gue. Tapi apa nihil. Mulai saat itu gue nggak mau ketemu kak Deva. Sampai akhirnya gue ikut om gue ke Jakarta lagi dan kedatangan gue ke Jakarta didengar oleh kak Deva. Setiap kak Deva datang ke rumah om gue, gue selalu coba untuk menghindari sampai akhirnya gue lelah sendiri"

Sekarang Atalah jadi tahu kenapa Rara semarah itu tadi ke Deva

"Ra..."

Rara mendongak menatap Talah " hm"

"Pulang yuk gue antar. ini udah jam pualang sekolah " Rara membalas dengan anggukan

"At!.."seketika Atalah menghentikan langkahnya dan menoleh ke Rara yang berada di belakangnya

"Makasih Lo udah mau mendengarkan cerita gue" ucap Rara dengan senyum yang manis

Deg!

Seketika jantung Atalah berhenti melihat senyum indah Rara

***

Kini Atalah sudah berada di depan halaman rumah Rara. Saat Atalah akan menyalakan motornya pergerakannya terhenti saat Rara memanggilnya.

"At sekali lagi makasih ya dan juga maaf karena udah ngerepotin elo" pandangan Rara jatuh kepada sepatunya

"Iya. Nggak papa kok gue nggak ngerasa direpotkan"

"Oh iya At besok Lo ada acara nggak?"

Atalah nampak berpikir "nggak ada kok emang kenapa?"

Rara melirik kearah rumahya "Lo bisa nganterin gue nggak ke toko olahraga dan Lo juga ada mobil nggak, kalau nggak pakai mobil gue juga nggak papa"

"Bisa tapi kalau mobil gue nggak ada soalnya mobil gue dibawah bokap dan mobil yang satunya lagi rusak. Montir yang bisanya gue andelin juga lagi cuti alhasil belum bener tu mobil. Emang Lo mau beli apa sih kok pakai mobil juga"

"Ya udah pakai mobil gue aja. Gue juga nggak pernah pakai itu mobil. Yang jelas benda itu sudah dibawanya pakai motor" Atalah menanggapinya dengan "oh" saja. Setelah itu Atalah pamit untuk pulang dan Rara masuk ke dalam rumah.

Saat Rara melewati ruang keluarga Rara melihat Deva sekilas sedang menonton televisi. Rara langsung saja menghembuskan nafas gusarnya lalu melanjutkan langkahnya

"Ra..." Seketika Rara menghentikan langkahnya. "Kalau dipanggil itu lihat ke orang yang lagi manggil"

"Maaf kak, Rara capek mau istirahat" langsung saja Rara melangkah lagi menaiki tangga

"Ra.."

"Rara! Kakak mau bicara sama kamu" panggil Deva pun tidak digubris olehnya

"Diyara..!"

"Ara...!"

Pergerakan Rara yang akan membuka pintu kamarnya terhenti. Rara mengepalkan tangannya menahan amarahnya "JANGAN PANGGIL GUE DENGAN SEBUTAN ITU LAGI !!!"

BLAMM!!!

Rara masuk kedalam dengan membanting pintu cukup keras.

Sedangkan Deva yang telah mendengar itu langsung mengecek dan meremas rambut

"Bodoh bodoh bodoh!! . Kenapa gue sebut nama itu lagi" lalu memukul kepalanya

Sedangkan didalam kamar Rara menangis sejadi jadinya.

"Kenapa? kenapa kakak panggil aku dengan sebutan itu? Aarrhhh." Rambutnya ia tarik dengan amarah.

***

Setelah kejadian kemarin, hari ini Rara memutuskan akan berangkat sendiri menggunakan mobil yang jarang sekali ia pakaiannya itu. Saat Rara melangkah melewati ruang makan, disana terdapat Deva yang sedang sarapan.

"Non Rara, ayo sarapan dulu biar perutnya nggak kosong"suara bik Na memanggilnya

Rara menoleh ke Bik Na diapun tersenyum "nggak bik. Rara belum lapar" Rara melangkah kakinya lagi. Namun baru beberapa langkah ada yang memanggilnya lagi.

"Dek..."itu suara Deva. Rarapun tidak menggubris ucapan Deva. Dia melewatinya tanpa menoleh.

Deva membuang nafasnya kasar saat Rara masih saja mendiaminya.

My Story [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang