— W H I T E D A Y —
14 Maret 2018
DAY 1
23:53:01Pemuda itu membuka matanya dengan susah. Ia pegang kepala bagian belakangnya saat ia merasakan perih di sana. Ia yakin, sesuatu pasti telah memukul kepalanya dengan keras.
Ia memicingkan mata. Mengedarkan pandangan ke sekililing meski dengan mata yang semakin menyipit. Pandangan nya masih buram. Ia merasakan pening kembali menyerang lebih ganas saat menyadari ternyata dirinya ada dalam ruangan dengan dinding serba putih. Ruangan ini tidak luas, hanya berbentuk persegi, dengan ukuran kurang lebih lima kali lima meter saja.
Dan lihat ini. Pemuda itu baru menyadari bahwa ia sudah terduduk di atas sebuah kasur, satu satunya benda yang ada dalam ruangan ini.
Ya, ruangan ini kosong. Hanya ada dirinya dan kasur empuk yang juga di beri seprai berwarna putih senada dengan seluruh dinding dalam ruangan ini.
"Akkhh!" Pemuda itu kembali meringis, memegangi kepalanya lagi.
Oh, tidak. Dia baru ingat!
"Happy White day! Ini hadiah dariku."
White day.
Hari dimana semua anak laki-laki akan memberikan hadiah kepada perempuan. Orang bilang sebagai bentuk balas budi karena sudah menerima hadiah di hari Valentine-hari dimana para gadis memberikan hadiah kepada para lelaki.
Wanita itu tersenyum kala menerima hadiah mengharukan tersebut.
"Kau ini bisa saja. Kenapa tidak memberikannya pada seorang gadis, hm? Setauku, kau ini sudah SMA, bukankah seharusnya sudah punya pacar?"
Pemuda itu hanya menggeleng, mengulum senyum dengan begitu manis.
"Tidak, Bu. Pacarku masih hanya Ibu. Wanita yang menempati posisi teratas di hatiku, hanya Ibuku."
Wanita itu mulai terkekeh. Ia bangga putranya tidak berubah meski sudah memasuki usia remaja. Putranya masih yang dulu, masih yang manja, masih yang ceria, dan masih suka terang-terangan mengungkapkan bahwa dia cinta Ibunya. Seperti saat ini.
Sang Ibu pun mengusap pelan rambut putra semata wayangnya itu.
"Baiklah, Ibu mengerti. Tapi kau tidak boleh selamanya berpacaran dengan Ibu, ya. Kau tetap harus mencari seorang gadis."
Sang Ibu berpesan. Pemuda itu hanya mengangguk dengan senyum yang tak pernah memudar.
"Pokoknya saat ini, aku hanya paling sayang dengan Ibu!"
"Ibu?" Pemuda itu mulai takut ketika perlahan mulai mengingat apa yang terjadi sebelum ini. Dirinya sedang berada di sebuah taman, berdua dengan sang Ibu. Hari ini Ibunya menjemput, sebagai penebusan dosa untuk hari kemarin, Ibunya tidak bisa merayakan ulang tahun nya bersama.
Ulang tahunnya, 13 Maret.
"Sial! Sebenarnya aku ada dimana?!" Ia mulai mendobrak satu pintu yang juga dicat putih di sudut ruangan itu. Dirinya makin panik karena pintu itu tidak mengalami perubahan sedikitpun, tanpa sengaja ia lirik sebuah alat yang menurutnya menunjukkan waktu di satu sisi dinding bagian atas sana.
DAY 2
01:04:15Hah? Maksudnya?
Bruk
Pemuda itu jatuh tersungkur kala pintu itu terbuka dengan sangat tidak santai.
"Oh, sudah bangun rupanya?" Ucap seorang Pria dengan pakaian serba putih itu. Lengkap dengan topi dan masker putihnya.
"Sini kau!" Pria itu lalu menyeret sang pemuda sampai kembali ke ranjangnya. Dan membaringkannya paksa.
"Lepaskan, aku! Lepaskan!" Pemuda itu memberontak saat Pria itu mulai membuka kancing baju seragamnya.
"Diamlah, nak! Kalau kau tidak mau berakhir sama seperti wanita yang kau sebut pacarmu itu!" Bentak Pria itu. Sang pemuda langsung melotot.
"Ibuku? Dimana Ibuku!" Kini ia juga membentak penuh emosi. Benar-benar menghentikan pergerakan si Pria misterius itu.
Pria itu menyeringai. "Sudah tidak ada harapan. Tolong tetap diamlah disini, karena kau tidak akan bisa melakukan apapun!"
"Lepas-"
"Hei, ini baru hari keduamu, tau." Potong sang Pria menodongkan pisau tajam ke leher si Pemuda.
Sang Pemuda balas menyeringai. "Ya. Bunuh saja aku. Sepertinya mati lebih menyenangkan dari pada harus hidup dengan keadaan seperti ini."
"Oh, tidak bisa! Sudah kubilang, ini masih hari kedua." Pungkas sang Pria, langsung menyentrum pemuda itu sampai pingsan. Lalu dengan bangganya meninggalkan ruangan yang ternyata sudah di dekor putih sedemikian rupa oleh tangannya sendiri.
"Happy White day.." Gumamnya sambil berjalan pelan keluar, tak lupa kembali mengunci pintunya rapat.
+×+
Pemuda itu lelah, ia sudah hampir gila.
Dengan sisa tenaga yang ada, ia lirik lagi sebuah penanda waktu yang ada di sisi atas dinding itu.
DAY 5
12:09:04Jika penanda itu memang benar, itu artinya sudah lima hari ia berada dalam ruangan ini tanpa tujuan yang jelas. Tanpa makan dan minum, dan tidak melakukan apapun. Hanya tidur, terbangun dengan keadaan pusing. Mencoba mendobrak pintu, menangis histeris, meneriaki Ibunya, lalu menjerit ketakutan.
Dia sudah tidak waras.
Ketahuilah. Dibiarkan hidup dalam ruangan putih tanpa melakukan apapun, lebih kejam dibanding langsung dibunuh dan dicincang tanpa basa-basi.
Pemuda itu bahkan sudah mencoba mencekik diri sendiri, dan menggigiti kulitnya agar dirinya terluka. Namun, hal itu selalu gagal untuk membuat dirinya mati. Pria misterius selalu muncul disaat yang tepat, dan menghalau segala usaha gila yang dilakukan anak itu.
Sekarang ia sudah menyerah.
Ia hanya terbaring terlentang di lantai yang juga serba putih itu. Sama seperti sebelumnya, menangis tanpa arti.
"Ibu.. Maafkan aku.."
Kemudian ia lirik pakaian yang sedang dikenakannya sejak hari pertama ia ada disini.
Seragam sekolahnya.
Kini sudah sangat kotor oleh noda debu dan bercak darah.
Kemudian ia lirik pada name tag yang masih tertempel disisi kiri seragam nya itu. Ya, dia bahkan hampir melupakan namanya sendiri.
Ia melihat pada name tag yang menampangkan namanya dengan jelas disana,
Choi Beomgyu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] NEVER ENDING STORY
FanfictionMenggemaskan, cerdas dan selalu bersemangat adalah kata-kata yang sangat menggambarkan seorang Choi Beomgyu. Namun, tragedi terjadi. Mengubah kepribadian anak itu seratus delapan puluh derajat! ⚠️ 𝐖𝐀𝐑𝐍 -- 𝐃𝐄𝐏𝐈𝐂𝐓𝐈𝐎𝐍𝐒 𝐎𝐅 𝐌𝐄𝐍𝐓𝐀𝐋 �...