"Now it's my turn. After all, I'm still your little brother."
🐻🐻🐻
Keesokan harinya lagi, Vanya tidak pergi ke sekolah.
Bahkan melihat tumpukan buku atau seragam pun dia tak selera. Tak apa, Soobin dapat memaklumi. Berjuang selama sekian menit membujuk Vanya untuk ikut bersamanya, Soobin berhasil—dia mau menyelamatkan mental Vanya dengan membawanya ke psikiater.
Ahh, setelah Beomgyu, kemudian Vanya? Mungkin setelah ini, aku yang akan bertemu psikiater, pikir Soobin.
Vanya bukannya menjadi depresi—entahlah, bila responsnya terhadap pertanyaan dan perbincangan dengan psikiater itu berlangsung biasa saja. Vanya hanya menjadi gadis yang sangat pendiam, dan terlihat malas menunjukkan emosi. Cenderung datar-datar saja tanpa mau banyak bicara. Membuat Soobin sepuluh kali merasa lebih cemas.
"Dia tidak akan menjadi pasien rumah sakit jiwa, 'kan?" tanya Soobin saat sesi pertemuan pertama itu berakhir.
"Tidak. Dia hanya terlalu terpukul, dan dengan jelas mengatakan kalau akan menerima kepergian temannya yang telah wafat meskipun memerlukan waktu panjang."
"Dia bilang begitu?" Kukira diamnya dia karena masih belum bisa mempercayai ini semua.
Sang psikiater mengangguk. "Bawalah rutin untuk pertemuan berikutnya jika ingin terus memantau perkembangan emosional. Itu saja untuk hari ini."
"Ah, terima kasih banyak, Pak."
Dalam perjalanan pun sama saja. Hening, seolah Soobin sedang berkendara sendirian.
"Vanya, kau sudah sarapan, 'kan?"
Lama sekali Soobin menunggu sampai Vanya membalas dehaman. "Hm."
"Apa ada menu yang kau inginkan untuk makan siang?" tanya Soobin menjaga nada suaranya.
Vanya hanya menggeleng. Menoleh sedikit saja tidak. Netranya terpaku saja pada jalanan yang tidak terlalu spesial untuk dipandang sesetia itu.
Sesampainya di rumah, Soobin terpaksa harus pergi lagi. Lima belas menit lagi adalah janji temunya dengan dosen dan Soobin tak bisa melewatkannya.
"Kau di rumah sendirian, tunggu saja sampai para adik pulang. Aku akan langsung pulang juga begitu pertemuanku selesai."
"Hm." Vanya pun membuka sabuk pengaman, dilanjutkan dengan keluar mobil begitu saja. Membuat Soobin merasa takut, tanpa alasan yang jelas.
***
Vanya duduk bertopang dagu, duduk sendirian di dapur dengan tangannya yang lain memegang segelas air mineral. Dia baru saja menelan obat antidepresan yang disarankan.
Ponsel ada di dekatnya, tergeletak tanpa berseri di atas meja sana. Vanya sebenarnya sudah trauma membawa itu, namun mau bagaimana lagi? Di dalamnya masih ada sisa bubble chat Yeonjun semalam yang belum selesai dia baca sampai tuntas.
"Ahh, lebih baik dibiarkan begitu. Biar masih terasa seolah kau terus mengirimiku pesan." Vanya bermonolog, dan meneguk segelas air sampai habis. Bahkan dua malam ini Vanya sama sekali tidak tidur.
Membuka kulkas berniat melihat-lihat bahan masakan, matanya malah bertemu dengan semangkuk strawberry segar.
Strawberry = Choi Yeonjun
Sial. Lama-lama Vanya bisa jadi betulan gila kalau begini.
Vanya mengambil mangkuk itu keluar, membawa bersamanya ke kamarnya sendiri. Menaruh itu di atas meja belajarnya, dia meraih asal pena juga kertas. Duduk tergesa dan mulai mencoret-coret itu tanpa tujuan.
Lee Daehwi 2B. Vanya menyilangnya.
Im Jinyoung 2B. Vanya mencoretnya lagi.
Im Yuna, bukan dari kelas 2B.
Lalu tanda garis putus-putus hingga tiba di satu nama; Kwon Jihun.
Vanya melingkari nama Kwon Jihun, memberikan keterangan bahwa anak itu adalah putra kepala sekolah. Mengingat semalam rumahnya mendapat serangan, Vanya membuatkan lagi coretannya.
Target selanjutnya; Hyuka atau Beomgyu.
Bukan Yeonjun pelakunya.
Kenapa Yeonjun bunuh diri?
Soobin sialan menuduhnya.
Siapa yang mengganggu Yeonjun?
Kembalikan temanku.
Vanya lalu meremat kertas itu, sekilas mengoyakkannya dan melempar ke sampingnya. Sialan, ini malah membuatnya makin tidak waras. Vanya menjambak rambut sendiri. "ARGH!"
"Noona?" Beomgyu membuka pintu, menatap kepalang cemas. Baru saja pulang berbalut seragam dan juga ransel melekat, dia menatap lurus. "Kenapa Noona seperti ini?"
Vanya menoleh dengan mata memerah, pikirannya sangat kalut sampai-sampai pandangannya terasa buram. "Maaf, Gyu. Kau harus keluar. Aku tidak mau kau melihat aku yang seperti ini."
"Ani." Beomgyu menjawab tegas, malah membawa dirinya masuk dengan ringan.
"Apa yang kau lakukan, Gyu?"
"Menjaga Noona. Noona harus makan siang dan istirahat. Noona tidak boleh begini."
"Kenapa? Kenapa kau peduli? Bukankah kau bukan adik kandungku?" tukas Vanya, mengulang statement yang sempat Beomgyu ucapkan itu.
"Aku sudah salah. Maafkan aku," jawab Beomgyu tanpa sedikit pun keraguan. "Noona selalu berusaha mendekati dan merawatku sejak awal, bahkan saat aku mengacuhkan Noona dan tanpa sadar sering bersikap buruk. Tapi Noona tidak menyerah, dan tetap menjagaku. Sekarang, biarkan aku yang melakukannya." Beomgyu membungkuk, menatap teduh kala berhasil mensejajarkan pandangan dengan Vanya. "Bagaimana pun, aku tetap adiknya Noona."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] NEVER ENDING STORY
Fiksi PenggemarMenggemaskan, cerdas dan selalu bersemangat adalah kata-kata yang sangat menggambarkan seorang Choi Beomgyu. Namun, tragedi terjadi. Mengubah kepribadian anak itu seratus delapan puluh derajat! ⚠️ 𝐖𝐀𝐑𝐍 -- 𝐃𝐄𝐏𝐈𝐂𝐓𝐈𝐎𝐍𝐒 𝐎𝐅 𝐌𝐄𝐍𝐓𝐀𝐋 �...