The Tragedy Pt.3

4.7K 982 113
                                    

— T R A U M A —

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

— T R A U M A —

Aichmophobia; Ketakutan pada benda tajam.

Adalah phobia yang di derita Beomgyu, dan di perkirakan tidak akan pernah disembuhkan setelah ia menjalani sepuluh kali terapi gagal.

Ya, ini adalah kisah mengejutkan.

Hari itu, dihari ketujuh sejak hilangnya Beomgyu dan Ibunya, Beomgyu ditemukan berada di rumah sakit. Dengan surat yang diselipkan ditangannya, berisikan;

Aku kembalikan dia. Tapi tidak dengan Ibunya. Aku terlanjur membunuhnya tanpa sengaja. Tolong jaga dia setelah ini. Katakan bahwa aku menyayanginya.

Isi surat yang sangat kurang ajar memang. Tapi di saat bersamaan juga sangat membingungkan. Bahkan motif penculikan dan pembunuhan ini, pihak kepolisian belum ada yang bisa memecahkannya.

Saat proses interogasi. Beomgyu dengan tegas terus menjawab, bahwa ia tidak pernah mengenal Pria jangkung dengan suara seperti yang ia dengar kala itu. Walaupun Pria itu memang selalu menggunakan pakaian serba tertutup setiap harinya, Beomgyu sangat yakin bahwa ia tidak pernah mengenal Pria dengan postur tubuh seperti itu.

Lantas, kenapa surat itu berkata seakan Pria ini sudah mengenal Beomgyu? Dan fakta dirinya malah melarikan Beomgyu ke rumah sakit setelah membuatnya sekarat dengan luka-luka itu, benar-benar diluar nalar!

Penculik dan pembunuh mana yang masih memiliki hati nurani melarikan korbannya ke rumah sakit agar bisa selamat?

Benar-benar di luar logika!

Para psikiater juga tampaknya kewalahan menghadapi seorang Chooi Beomgyu. Anak itu tidak mau makan sama sekali, dan tidak mengeluarkan sepatah katapun setelah interogasi di kantor polisi itu, sampai mayat Ibunya di temukan tiga bulan kemudian.

Ia sangat terpukul, begitupun sang Ayah. Sang Ayah sangat menyayangkan kejadian mengerikan ini menimpa keluarga nya dan melayangkan nyawa Istrinya.

Berbicara tentang sang Ayah, Pria paruh baya itu memang satu-satunya orang yang panik bukan main saat mengetahui Istri dan Putranya tidak pulang ke rumah hari itu. Tepatnya pada saat perayaan hari putih-White day.

Hari itu, saat siang hari, ia masih melakukan video call dengan kedua orang tercintanya itu dari kantor tempatnya bekerja.

"Sayang, lihat apa yang aku dapat dari jagoanmu." Ucap sang istri begitu antusias menunjukkan kotak kado berbungkuskan kertas putih mengkilap dengan pita merah hati.

"Wah, aku iri sekali." Jawab Sang Ayah, tertawa renyah. Beomgyu pun muncul di layar itu, dari balik punggung Ibunya.

"Maaf Ayah, tapi Ibu sudah jadi pacarku. Ibu pasti lebih menyukai hadiahku daripada milik Ayah." Ledek Beomgyu, membuat sang Ayah makin tertawa gemas.

"Hei, jangan sombong. Aku juga sudah menyiapkan hadiah besar untuk Ibumu." Sombongnya, membuat Beomgyu mengerucutkan bibir.

"Tetap saja, Ibu akan menyukai hadiahku, aku mendapatkan nya dengan menabung susah payah. Sedangkan Ayah? Ayah 'kan jelas sudah memiliki banyak uang. Tidak adil!" Beomgyu mulai merajuk. Kedua orang tua nya hanya menggeleng lucu, mereka ragu apakah putra mereka ini benar-benar sudah SMA atau masih harus dikembalikan dalam kelas taman kanak-kanak.

Sang Ibu mengusak rambut kecoklatan anaknya. "Ya sudah. Kalau begitu Ibu akan lebih menyukai hadiahmu, tenang saja."

"Hei, kalau begitu kau yang tidak adil." Protes sang Ayah. Ketiganya lalu tertawa.

Ya, keluarga yang sebegitu hangatnya.

Video call hari itu. Tawa itu, semua ledekan itu, Sang Ayah tidak tahu kalau itu semua akan menjadi saat terakhir interaksinya bersama keluarga hangatnya.

Walaupun hari ini Beomgyu masih disini, ada bersamanya. Namun sudah dengan kondisi dan pribadi yang berbeda.

Beomgyu anaknya itu menjadi begitu dingin, mudah panik, sering pingsan, dan terkadang sangat cengeng.

Beomgyu takut dengan banyak hal, apapun. Dan itu sangat menyiksanya.

Maka Ayahnya memutuskan agar Beomgyu melakukan Homeschooling. Dengan psikiater yang akan rutin berkonsultasi dengan Beomgyu setiap minggunya.

Ya, itu benar. Bahkan sang Ayah sendiri takut untuk mulai pembicaraan apapun dengan Beomgyu. Karena sikap Beomgyu benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat.

Sudah hampir lima bulan berlalu, tapi rasanya Beomgyu masih sama seperti sejak awal ia terbangun dari koma nya pasca penculikan itu terjadi.

"Beomgyu? Beomgyu, ayo makan malam, nak." Ajak sang Ayah dengan canggung seperti biasa. Ia selalu berusaha berbicara selembut mungkin agar Beomgyu mau melakukan apa yang ia minta.

Beomgyu yang sedang berada di dalam kamar nya itu pun menoleh. Menarik senyum tipis. "Tunggu sebentar ya, Yah. Beomgyu akan menyusul sebentar lagi." Balasnya juga begitu lembut.

Sang Ayah hanya terdiam membeku, ia takjub. Ini pertama kalinya Beomgyu tersenyum padanya, dan mengeluarkan kata-kata lebih dari sekadar dehaman atau tatapan tajam seperti sebelumnya.

"Oh, baiklah. Ayah akan menunggu." Lalu, ia tutup pelan pintu itu seperti semula, dan melangkah dengan sangat hati-hati. Entahlah, Pria itu tampaknya sudah biasa melakukan hal semacam ini semenjak Beomgyu menjadi dingin padanya.

Sedangkan didalam kamar Beomgyu, anak itu mulai berdiri dari kasurnya. Mendekati jendela yang terbuka, memandang pada langit gelap yang sedang miskin bintang malam ini.

Lalu, ia keluarkan dua carik kertas yang ternyata sudah ada digenggamannya sejak tadi.

Kertas pertama yang dipandangnya adalah kertas yang keadaan paling lusuh. Kertas yang dititipkan si penculik saat ia di rumah sakit.

Lalu ia bandingkan dengan lembar surat yang terlihat lebih baru, bertuliskan;

Aku masih memerhatikanmu. Percayalah, kau tidak akan menjadi bahagia segampang itu.

Beomgyu menyeringai, matanya kembali menatap keluar jendela pada langit gelap itu.

"Keparat itu, masih ingin bermain-main rupanya."

[✓] NEVER ENDING STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang