Berkat kegigihan Imelda menyerobot anterian panjang untuk membeli sebotol minuman dingin di kantin,aku bisa memusnahkan dahaga yang sejak tadi menggerogoti tenggorokanku.
Kulihat dirinya yang nampak sedang membenarkan kerudung abu-abu agar sesuai dengan keinginannya dan merasakan nyaman saat memakai.
"Bell,kemarin kau jadi latihan?"tanyanya kepadaku,aku menatap dirinya.Menyudahi kegiatanku yang asik menyeruput minuman.
Aku menjawabnya dengan anggukan kepala.Lalu diriku sibuk membuka tas untuk mencari sesuatu yang akan aku perlihatkan kepada Imelda.
Menyerahkan sebuah flashdisk,ia nampak bingung.
"Untukmu,"ujarku seraya mengulurkan flashdisk itu.
"Hah?"
"Film titanic yang belum sempat kau tonton,aku malas sekali menjawab pertanyaanmu seputar Rose dan Jack Dawson,"
"Terima kasih dan--sialan kau,apa sulitnya menceritakanku kisah keduanya,"
"Aku tidak suka film romantis yang mengorbankan dirinya hanya untuk orang lain seperti Jack Dawson,itu terlalu merepotkan dan membuang banyak waktu,"
"Aku malah ingin memiliki pria seperti Jack Dawson,"
"Kukira film itu seputar pembuatan kapal titanic dan seluk beluk kenapa bisa terjadi tenggelam,ternyata juga kisah kedua pasangan yang langsung jatuh cinta ketika hanya beberapa hari di kapal yang sama,"sinisku menatap Imelda.
"Tapi itu yang membuat cerita semakin menegangkan--"
"Cerita paling menegangkannya saat titanic tenggelam,Imel."
"Aku tahu,tapi tanpa ada kedua plot pasangan itu,ceritanya akan berkesan monoton dan--"
"Dan aku lebih suka tidak ada keduanya,dimana dengan bodohnya Rose menyuruh Jack Dawson melukis dirinya dengan bertelanjang sambil memakai kalung berlian,benar-benar bodoh,"
"Bell,itu adegan yang sangat mendebarkan,aku bisa melihat keprofesionalan seorang Jack Dawson sebagai pelukis,"
"Huh,aku benci film itu,"
"Tapi tetap saja kau menonton film itu sampai akhir,"
"Itu karena aku ingin melihat titanic benar-benar tenggelam,"
"Dengarkan aku Bell,traumamu pasti--"
"Jangan pernah bahas itu,"
Imelda nampak memejamkan matanya,lalu menunduk."Maaf dan terima kasih kau sedikit memberiku spoiler,"ujarnya lalu tersenyum.
Aku memutar bola mata malas,lalu kembali menyeruput minuman dingin yang ada dihadapanku.
○○○
Ponselku sedari tadi berbunyi tanpa henti.Aku yang masih berada di kamar mandi mendesah pelan,enggan beranjak untuk sekedar mengangkat panggilan itu,diriku sudah nyaman berada dibawah guyuran air shower yang menyegarkan.
Mungkin sudah kesekian kalinya ponselku terus bergetar,sampai-sampai aku benar-benar jengah dengan suaranya,mengambil handuk kimono dengan segera,lalu keluar dari kamar mandi.
Ponsel masih bergetar,sampai aku menekan tombol hijau untuk menyambungkan panggilan.
Nomor tidak di kenal,hanya ada angka-angka yang jarang ku lihat memanggil nomorku.
"Hallo,"ucapku saat panggilan sudah tersambung,tanganku yang kiri sibuk menggosok nggosokkan handuk kerambut,menghilangkan air yang menetes membasahi lantai.
"Hallo,aku Valleron."ujar seseorang dari seberang yang membuatku mengernyitkan dahi,jadi dia memang sudah mendapatkan nomor ponselku.
"Huh,tidak penting."kataku kemudian mematikan panggilan secara sepihak.Belum ada beberapa detik aku menaruh ponselku di meja nakas ponsel itu kembali berdering nyaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUDUL_
Ficção Adolescente"Tuhan memberikan kita mulut untuk makan,bukan untuk membicarakan keburukan orang lain,tuhan memberikan kita telinga,untuk mendengarkan kata kata yang baik,bukan mendengarkan omong kosong orang lain,tuhan juga memberikan kita tangan,untuk menutup te...