Eleven-Mirror

1 0 0
                                    

Aku berjalan memasuki ruang latihan menari,disana sudah terlihat beberapa anak-anak yang sedang melakukan perenggangan,aku meletakkan tasku di sudut ruangan,melakukan pemanasan sendiri dan tidak memedulikan tatapan mereka yang sorot matanya tajam,sesekali aku mendengar mereka menggunjingkan diriku.Entahlah tapi yang kudengar kebanyakan dari mereka membicarakan fisikku.

"Lihat dia,kira-kira habis berapa juta untuk membentuk tubuhnya itu,hahaha.."celetuk salah satu orang yang menatapku sinis,seolah aku ini musuh terbesarnya.

"Alisnya tebal ya,sulamnya di dokter mana?!"tanya seseorang yang membuatku risih.

Aku tak menghiraukan mereka,tetap melakukan pemanasan seolah mereka hanyalah nyamuk yang terbang mencari darah untuk dihisap.

"Emangnya dia blasteran?kok bisa cantik gitu?"celetuk dari mereka lagi yang membuatku muak,bukan,bukan karena aku sombong tetapi aku lebih tersinggung sebab seolah mereka sedang menertawakan fisikku.

Dengan helaan napas kasar aku mendekat kearahnya.

"Terima kasih atas pujiannya,"ucapku lantang.

Mereka nampak terkejut lalu berdiri menghadangku,seolah mereka yang paling berkuasa disini.

"Ohh,sudah berani kau?dasar tukang cari perhatian,bersikap seolah tidak ingin ikut acara balai kota padahal dalam hatinya--"

"Bullshit!"ucap mereka serentak dengan tawa diakhirnya.

"Jadi orang jangan sombong-sombong,tidak punya teman baru tau rasa kau,hahahaha...."lanjutnya dengan nada ketus.

Oke,aku memang tidak punya teman disini karena aku sadar mereka bukan orang yang pantas kujadikan teman,lihat mereka.Kukira akan menganggapku acuh dengan keberadaanku,nyatanya mereka malah ikut campur urusanku.

Biarlah mereka-mereka ini menjadi musuh yang terus menyerang karena sakitnya tidak akan sesakit teman yang menusuk dari belakang.

Aku hanya menatap mereka sinis lalu mengarahkan mereka kekaca besar yang terpasang disana.

"Lihat diri kalian dikaca,bahkan sikap kalian ini tak sepadan dengan penampilan kalian yang terkesan elegan,"ucapku datar.

"Bukannya membanding-bandingkan,tapi kalian sendiri yang memilih membandingkan diri kalian dengan diriku yang tak pantas bersanding dengan kalian.Kalo boleh jujur kalian ini cantik,modis,dan elegan,tapi tidak dengan semua ucapan yang keluar dari mulut kalian,sampah!"lanjutku lalu melangkah menjauh dari mereka,orang-orang nampak memandangku takjub karena mungkin baru kali ini aku bersikap seolah diriku menampakkan wajah asliku,sikap asliku yang sebenarnya.Bukan lagi gadis pendiam yang acuh tak acuh dengan sekitar dan membiarkan mereka yang menggunjingku dari belakang bebas berlayar.Aku sudah muak,aku ingin menenggelamkan kapal mereka yang sudah sembarangan berlayar dijalur hidupku.Kini saatnya mereka sadar,aku diam bukan berati aku biarkan,aku diam karena aku tahu cara yang terbaik untuk menghentikan bahkan menenggelamkan kapal mereka yang sudah semakin jauh berlayar.
Mencampuri semua kehidupan yang sudah kujalani sedemikian rupa,harus hancur dengan omong kosong mereka yang tidak seberapa.

Tak lama kemudian Kak Tari datang,ia nampak memamerkan senyum andalan seperti biasa,lalu beralih menatapku saat aku sedang meneguk minuman didalam botol,ia nampak mengernyitkan dahinya heran.

Aku meletakkan kembali minumanku disamping tas ransel,membalas tatapan Kak Tari yang keheranan dengan kedatanganku.

Aku menatapnya dalam,"aku akan ikut acara di balai kota,"ujarnya datar,membuat sang empu yang kutatap terperanjat,merekahkan senyumnya lebar-lebar,seolah kabar dariku ini adalah kabar yang ditunggunya dan kabar yang membahagiakan.

"Dengan solo dance,"lanjutku,ia nampak tertegun lalu kembali merekahkan senyumnya yang menawan,tak heran siapapun yang melihatnya akan ikut tersenyum melihat kebahagiaan.

"Tidak masalah,itu keputusan yang tepat Bell,kukira kau benar-benar tidak akan ikut acara,"jawabnya mengangguk-anggukkan kepala kemudian memulai intruksinya membuat gerakan-gerakan yang akan di pertontonkan untuk para khalayak di acara balai kota nanti.

Karena aku melakukan Solo Dance,jadi tarianku berbeda dengan mereka.Aku memilih duduk di pojok ruangan,memainkan musik yang terdengar jelas diearphone yang kugunakan.Menunggu Kak Tari menyelesaikan pemberian koreografi-nya,aku melihat beberapa dari mereka kewalahan mengikuti gerakan Kak Tari yang rumit dan membingungkan,perempuan berambut sebahu yang tadi membicarakanku terlihat kesulitan,sesekali mengumpat lirih,aku tidak tahu dia siapa,namanya pun tidak kenal.Aku hanya tahu tatapan sinisnya kearahku seperti hari-hari yang lalu.

Aku juga tidak tahu kenapa ia bisa seperti itu,membenciku dengan alasan yang tidak pasti,hanya karena aku tidak bergabung dengan mereka,aku selalu digunjingkan,apalagi menggunjingkannya tepat dihadapanku,lalu bagaimana kalau aku sedang tidak berada dihadapan mereka?apakah mereka akan memikat semua orang untuk tidak mendekatiku?sungguh dangkal pikirannya.

Selang beberapa menit,Kak Tari menghampiriku,ia berjalan dengan sesekali mengusap peluh keringat dipelipisnya,aku punya hati,aku tidak tega melihatnya kelelahan melatih kami seharian ini.

"Ayo Bella,kita ke studio samping,disana lebih sepi dan nampaknya kau akan nyaman di ruang latihan senior,"ujarnya kepadaku.

Mengangguk untuk membalas perkataannya,kemudian meraih ransel dan minuman untuk kubawa.Aku lebih suka ruangan yang privat,bukan karena aku malas seruangan dengan orang-orang seperti mereka,hanya saja aku belum memiliki keberanian yang pasti untuk menunjukkan bakatku.

Setelah sampai diruangan yang sepi,karena jarang sekali digunakan untuk latihan,aku menselonjorkan kakiku,sekedar pemanasan kembali agar tidak terjadi hal-hal buruk.
Kak Tari duduk disampingku,masih dengan posisinya yang mengusap-usapkan handuk kecil ke wajah,menghilangkan keringat yang mengalir membasahi wajah.

"Kau terlihat lelah,aku bisa berlatih sendiri Kak,"ucapku menatap dirinya.

"Kau selalu mengerti diriku Bella,"

"Dan jangan istimewakan aku,"ucapku tanpa menoleh kearahnya.

Aku tahu Kak Tari sedang mengernyit kebingungan atas penuturanku itu.

"why?"

"Kata mereka,"jawabku lirih.

terdengar kekehan darinya,aku hanya menghembuskan napas perlahan.

"Kau yang bilang untuk tidak mendengarkan ucapan mereka,"tegasnya.

"Se-acuhnya aku terhadap sikap mereka,akan terus terngiang ucapan pedasnya.Logikaku terus berpikir kalau aku harus mengacuhkan,tapi hatiku,sangat sulit untuk itu,"

"Kadang,banyak orang berpikir kalau hatiku sekeras batu,aku sudah tidak memiliki rasa peduli yang tinggi,bahkan dengan diriku sendiri,padahal--semua yang dibicarakan mereka salah.Aku bersikap tak peduli karena aku ingin mereka tahu,kalau aku benar-benar tidak ingin mendengar ucapan mereka dan membuatnya lelah untuk terus menggunjingkan aku,menyudutkanku.Tapi yang terjadi,mereka malah semakin gencar membicarakan keburukanku yang sebenarnya tidak benar,dan aku membiarkan mereka bersikap seperti itu seolah aku tidak merasakan apa-apa,"

"Ya,aku tahu kalau aku berhasil menyembunyikan sakit hatiku kepada mereka dengan bersikap seolah aku tidak peduli,tapi asal Kakak tahu,aku akan mematahkan dan mendiamkan omong kosong mereka tentang diriku secara perlahan,"ujarku tegas,meneguk minuman untuk menetralkan tenggorokanku.Aku baru sadar kalau aku sudah membuka salah satu hal yang aku pendam di diriku sendiri kepada gadis dihadapanku.

Kak Tari nampak diam,sepertinya ia sedang menelaah semua perkataanku.

"Maaf,"

"Kau tidak salah Bella,ini yang membuatku kagum dan mengistimewakanmu,"kata Kak Tari kemudian tersenyum kearahku.

"Bukan karena aku lemah mendiamkan omong kosong mereka,tapi karna aku kuat menahan rasa amarah untuk tidak mencekik leher mereka,"

6 Januari 2020

JUDUL_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang