Hari ini aku berangkat ke kampus seperti biasa menggunakan bus kota,di lift tadi aku sempat berpapasan dengan Valleron,tapi nampaknya dia masih enggan bersua kata seperti biasa kepadaku,sikapnya benar-benar berbeda,apa karena dia sangat marah kepadaku,tapi aku salah apa?
Aku pun enggan untuk menyapanya,takut jika diabaikan atau apalah itu,diriku memang mempunyai gengi yang cukup tinggi.
Di kampus pun sama,saat aku masuk kekelas tadi kami sempat bertatap muka satu sama lain,tapi lagi lagi dia menghindar,oke...sepertinya dia memang sedang marah kepadaku. Tunggu...kenapa aku harus peduli terhadapnya?
Entahlah...mungkin saat ini aku sudah terbiasa dengan keberadaannya,dan mungkin saja aku mulai menerima keberadaannya.Aku berjalan beriringan bersama Imelda menuju kekantin,dia sekarang sedikit berbeda dari biasanya. Kini ia lebih banyak diam,kalau dulu dia selalu menanyakan bagaimana keadaanku dan apakah aku baik baik saja,kini berbanding terbalik,dia terlihat biasa saja saat aku datang pagi ini ke kampus.
Aku tidak mengerti kenapa semua orang berubah,mungkin saja Imelda sudah lelah bersahabat denganku,oh my...aku malas memikirkannya.
"Kau mau pesan apa Bell?"tanya cukup datar,membuatku segera mendongak menatapnya heran. Benar-benar berbeda dari yang biasanya.
"Samakan saja,"jawabku santai.
Lalu ia berdiri untuk memesan makanan,aku melihat kesekitar,nampak Valleron yang duduk sendirian didekat jendela kantin. Mungkin nanti atau kapanlah aku akan bicara dengannya,aku tak mau memperpanjang masalah diantara kami berdua,aku merasa saat aku dan Valleron tidak berkomunikasi seperti ini rasanya ada yang salah dan membuatku terus kepikiran. Padahal saat orang lain memusuhiku aku biasa saja. Aku tidak mengerti dengan diriku.
Tak lama kemudian Imelda datang dengan nampan yang penuh dengan makanan dan minuman.
Segera kami melahapnya dengan tenang,tanpa ada percakapan yang biasa Imelda lontarkan atau candaan garing darinya.
"Imelda,"ucapku memanggilnya.
Ia segera mendongak,menatapku seolah mengisyaratkanku dengan tatapannya 'kenapa?'
"Emmm...apa aku melakukan sesuatu yang salah?"tanyaku kepadanya.
Dia nampak berpikir sesaat,kemudian tersenyum tipis,sangat tipis sampai aku pun tidak bisa melihatnya jika ia tidak menampilkan ekspresi datarnya kembali.
"Tidak---sepertinya,"jawabnya ambigu.
Aku dibuat bingung olehnya,"Jujurlah Imel...,"tuntutku karena aku merasa ia berbeda dari hari-hari biasa.
"Kau ingin aku jujur?seperinya kau yang harus jujur terlebih dahulu,"tungkasnya sedikit tegas.
"Jujur tentang apa?"
"Sebenarnya kau ini menganggapku apa Bella,sahabat atau sekedar teman kampus yang hanya sebatas kenal dekat?"ucapnya pelan namun sarat akan kekecewaan.
"Maksudmu apa?"
"Aku cukup tahu apa masalah yang sedang kau alami saat ini,tapi apakah kau sedikit pun berbagi masalahmu itu denganku?kau hanya memendamnya sendiri seolah aku ini bukan siapa siapamu,"
"Imelda...aku tidak bermaksud seperti itu,"
"Tidak bermaksud bagaimana?oke mungkin aku terlalu mencampuri urusanmu,tapi Bell apakah kau tahu rasanya menjadi orang yang tidak pernah dianggap?sakit Bella,kalau kau menganggapku sebagai sahabatmu setidaknya kau bisa menceritakan sedikit keluh kesah yang sedang kau hadapi,bukannya memendam sendiri seperti itu. Kau bisa percaya padaku,tapi apa?kau selalu egois,"
Oke,aku memang egois Imelda.....
"Kau bilang aku sahabatmu tapi kau tidak pernah menganggapku sebagai sahabatmu,bahkan kau tidak bisa,oh tidak akan pernah bisa untuk memercayaiku,"

KAMU SEDANG MEMBACA
JUDUL_
Genç Kurgu"Tuhan memberikan kita mulut untuk makan,bukan untuk membicarakan keburukan orang lain,tuhan memberikan kita telinga,untuk mendengarkan kata kata yang baik,bukan mendengarkan omong kosong orang lain,tuhan juga memberikan kita tangan,untuk menutup te...