Imelda tadi pagi menghubungiku untuk segera berangkat ke kampus,katanya ia ingin mengembalikan flashdisk yang pernah dipinjamnya waktu itu.
Aku segera beranjak dari tempat tidur,menuju kamar mandi dan melakukan rutinitas seperti biasa,handphone ku bergetar nyaring,terdapat beberapa telepon dari seseorang,aku masih enggan untuk menjawab.
Merapikan apartement sebelum kutinggalkan sudah menjadi rutinitas beberapa hari ini,setelah itu menyiapkan sarapan.
Sembari memakan sandwich,aku mulai membuka handphoneku,nomor yang sama tertera disana,ayah,dia mendial nomorku untuk yang ketiga kalinya.Aku menggeleng kepala,memejamkan mata sekejap untuk menghilangkan rasa yang sulit dijabarkan,kecewa,marah,sedih,dan rindu.
Ya,aku rindu suasana rumah,aku rindu perhatian mereka,sudahlah,aku ingin mengedepankan egoku dulu,karna aku takut terluka untuk yang kesekian kali.
Berjalan keluar apartemen,saat langkahku menapaki luar,sebuah senyuman hangat kudapatkan dari lelaki yang kini menyampirkan tas ranselnya dipundak,terlihat berisi dengan bentuknya yang besar.
"Selamat pagi,"ucapnya,aku mengernyitkan dahi,sejak kapan dia ada di depan pintu apartementku?
"hm,"jawabku seadanya.Ia mengikutiku yang berjalan didepannya.
Kami memasuki lift,aku membuka pembicaraan.
"emm,kemarin aku menghubungi nomor ponsel di brosur itu,pendaftaran minimal 4 orang,kita butuh 2 orang lagi untuk mengikuti kontes tersebut,"kataku kepadanya,ia mengetukan sepatunya didasar.Nampak berpikir.
"Imelda itu memangnya tidak kau tawari?"ujarnya.Aku bingung,menawari apa?
Ia yang mengerti maksudku langsung melanjutkan ucapannya.
"Tawari untuk ikut menari,
"Kau pasti tahu jawabannya,"kataku menatap lurus kedepan.
ting!lift terbuka,kami keluar dengan segera untuk menuju ke halte,menunggu bus disana.
Nampak jalan padat oleh kendaraan lalu lalang,mungkin saja kalau aku naik kendaraan online akan terjebak macet yang panjang,sudah menjadi khas kota ini.
"Memangnya Imelda itu tidak bisa menari?"tanyanya lagi.
Aku menggeleng,"Lagi pula jika kau bersikeras mengajaknya untuk ikut bergabung dengan kita sudah dipastikan dia tidak akan mau,"
"Kenapa?"
"Pertama dia tidak bisa menari,kedua walaupun kita bisa melatihnya dia tidak akan pernah mau,ketiga prinsip hidupnya hanya ingin menghabiskan waktunya dengan yang pasti pasti saja,ia tidak suka mencoba pengalaman baru karena itu merepotkan,"jawabku.
Valleron menampakkan senyumnya lagi,aku mengernyit,kenapa?
"Kau sekarang mulai banyak bicara Bell,"ucapnya yang membuatku mendengus,aku diam salah,banyak bicara pun salah.
Hari ini ada yang beda darinya,matanya memerah seakan ia baru saja menangis,aku baru tersadar sesaat setelah menatap matanya.
Bersikap tak memedulikan apa yang terjadi dengan lelaki itu,aku kembali berpikir,siapakah yang akan menjadi anggota tambahan di grup ini,arghhh.Mungkin pupus sudah harapanku untuk mengikuti kontes itu,aku akan mencari pekerjaan lain untuk membiayai kehidupanku sendiri.
"By the way,kenapa kali ini kau sangat ingin ikut kontes tersebut?"tanyanya lagi,aku bergumam sembarang,bingung akan menjawab apa.
"Kau tahu keadaanku sekarangkan?"ucapku datar.
"Hmm,aku sebenarnya tidak ingin ikut campur urusanmu,tetapi bisakah kau menurunkan egomu untuk kembali kekeluargamu?aku kasihan kepada bundamu yang terus-terusan mencarimu,setidaknya mereka masih sanggup membiayai hidupmu bell,"cerca Valleron,aku tak meresponnya sama sekali,mendengarnya menyebutkan nama bunda saja aku mulai merasakan detak jantung yang berpacu tidak normal.
"Maaf kalau membuatmu tersinggung,aku tahu pilihanmu yang terbaik dan kau ingin mandiri,aku akan membantumu,"lanjutnya dengan nada yang lebih rendah dari sebelumnya.
Aku memandang sneakers kesayangan Kak Saga yang kukenakan ini,mengetukannya di trotoar dengan asal.
Tak lama kemudian bus datang,semua orang yang berada di halte ini segera beranjak dari tempat duduknya memasuki bus dengan tergesa seolah bus ini akan berjalan meninggalkan jika mereka tidak segera masuk kedalam.
●●●●
Imelda menghampiriku dengan tergesa,kerudung pasmina yang dikenakannya nampak awut-awutan.Aku menggelengkan kepala heran,habis dari mana dia?
"Bella!"teriaknya tepat didepanku,aku mendengus kesal,menjadi perhatian banyak orang.
"Kecilkan suaramu Imel,"kataku datar menatapnya,ia hanya terkekeh sambil mengelus kepala.
"Aku ingin bercerita tentang film titanic itu Bell,kau harus mendengarnya,masa bodo dengan kau yang sudah menonton film itu,aku sungguh sangat kagum dengan jack dawson,"ucapnya dengan mata berbinar seolah ia baru saja mendapatkan harta karun berisi berlian.
"Aku juga pernah menonton film itu,"kata Valleron semangat menanggapi ocehan Imelda,gadis itu membulatkan mata,nampak binar-binar kebahagiaan dipelupuk matanya.Aku hanya tersenyum tipis.
"Waaahh!!benarkah?"
Lalu pembicaraan mereka berjalan dengan lancar seperti air mengalir deras dengan suara menggebu dari Bella yang terus-terusan memuji ketampanan dan ke gentle-an seorang jack dawson,sesekali ia. juga mengagumi kecantikan rose,melemparkan gelak tawa satu sama lain yang membuat semua atensi masyarakat kampus seolah berpindah ke kami bertiga,oh,bukan kami bertiga tapi mereka berdua.
"Entah kenapa aku sangat suka scene saat jack mengajari rose meludah dengan jauh,itu terlihat menggelikan tapi juga menggemaskan hahahahah...,"
Dan sebagainya yang pasti aku malas mendengar,aku hanya terfokus pada wanita yang kini berumur sekitar 40 tahunan sepertinya menatap lekat kearahku,entahlah itu tidak terlalu jelas,aku hanya bisa melihat pantulannya yang buram.
"Benarkan Bell,saat jack diikat rose yang menyelamatkannya,"atensiku teralihkan oleh Imelda yang memberi pernyataan padaku.
Aku segera menoleh kearah Imelda,lalu menganggukkan kepala tak tahu apa yang dia bicarakan.
Valleron menatapku bingung,ia sepertinya tahu apa yang sedang aku lihat sedari tadi,segera ia menolehkan kepala dan senyum kikuk terbit dibibirnya.
Aku mengernyit tak mengerti,lalu ia menyapa wanita itu yang mulai menghampiri kami.
Tunggu,itu seperti...
"Bunda,"sapa Valleron.
Aku mengerjapkan mata tak memgerti,setelahnya kudapati bunda,benar-benar berada tepat dihadapanku,melayangkan senyum menawannya.
"Bella,kau kemana saja.Bunda merindukanmu,"ucapnya dengan mata memerah menahan isak tangis,aku hanya terdiam.Sulit mengeluarkan kata-kata seolah ada yang sedang mencekik diriku.
Aku mundur,menjaga jarak diantara kami,aku tak kuasa menahan tangis,pandanganku memburam,aku teringat akan kebohongan mereka selama ini,aku benci di khianati,aku ingin pergi.
Bunda semakin mendekat,ia mengusap wajahnya lalu kembali maju kearahku.Aku menatap wajah Valleron juga Imelda yang terdiam tak menyuarakan isi hati mereka.
Aku harus pergi sebelum rasa sakit ini kembali menyelimuti pikiranku.
"A--ku,aku butuh waktu,"lirihku segera pergi dari tempat sambil berlari agar mereka tahu kalau aku benar-benar butuh sendiri.
Entahlah saat ini aku akan pergi kemana,yang kulakukan hanya berlari menjauh dari bunda,aku butuh menenangkan diriku sendiri,tidak boleh diselimuti api kemarahan dan kekecewaan yang mungkin saja akan membuat bunda sakit hati.
BRUKK!!
Aku tersungkur,mendapati seorang gadis yang ikut tersungkur sepertiku.
Oh!jika kulihat dari dekat,dia adalah Dama,kakak Dimas.
●●●●●
tbc
28 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
JUDUL_
Teen Fiction"Tuhan memberikan kita mulut untuk makan,bukan untuk membicarakan keburukan orang lain,tuhan memberikan kita telinga,untuk mendengarkan kata kata yang baik,bukan mendengarkan omong kosong orang lain,tuhan juga memberikan kita tangan,untuk menutup te...