Fourteen-Blood, Sweet, and Tears

0 0 0
                                    

sorak sorai para penonton bergemuruh dibalai kota kali ini,semua hadirin bersemangat menyaksikan tampilan demi tampilan,aku-yang saat ini tengah gugup,lebih tepatnya demam panggung bergerak gelisah sambil merapalkan doa doa agar aku tidak mengecewakan semua hadirin yang ada sekaligus Kak Tari yang sudah membimbingku selama masa pelatihan.

Aku masih duduk diruang make up,dirias sedemikian rupa agar terlihat menawan,sesekali aku memejamkan mata menghilangkan rasa gugup yang melanda walaupun sama sekali tidak ada efeknya.

Selang beberapa menit suara pintu ruangan dibuka oleh seseorang,aku bisa melihat dari pantulan kaca-Kak Tari dan seorang lelaki yang akhir ini sering membuntutiku,Valleron.

Aku menghela napas pelan,berbalik dan langsung menemukan senyuman ramah dari Kak Tari,mungkin ia sedang mencoba menghiburku.Ia berjalan mendekat lalu duduk di kursi sampingku,membenarkan letak rambutnya yang sesekali menutupi wajah diikuti Valleron yang kini berdiri tepat disampingku.

"Bagaimana?gugup?"tanyanya sambil tersenyum,aku tak tahu harus menjawab apa,yang pasti anggukan kecillah yang kuberikan sebagai respon.

"Kau harus menampilkan yang terbaik Bell,aku tahu kau bisa dan aku tahu kau akan memukau semua mata,"ucapnya membuatku lebih tenang,bukan--bukan membuatku lebih tenang,tapi membuatku sedikit lebih tenang.

"Percaya diri itu hal terpenting sekarang,"ujar Valleron dengan nada datar namun mampu membuatku menoleh menatapnya,aku heran kenapa ia bisa leluasa keluar masuk di backstage padahal dia bukan panitia ataupun pengisi acara seperti yang lainnya.

"Aku tahu,"ucapku.

"Bell,kau percaya kalau aku pernah berada diposisimu?"aku hanya diam,entahlah,pikiranku sedang melayang tak karuan.

"Bersikaplah seolah semua baik baik saja,kau pasti bisa melaluinya,"katanya kemudian dia pamit untuk keluar.

Setelah Kak Tari pergi suasana diruangan ini menjadi sangat canggung,entahlah,yang pasti aku tak betah dengan suasana seperti ini.

"Kenapa kau bisa leluasa keluar masuk backstage,padahal kau bukan panitia,"ujarku kepadanya,ia nampak menatapku sambil tersenyum remeh lalu memamerkan Id card yang menggantung dilehernya.

Tertera nama Valleron disana,berati dia salah satu panitia disini.

"Aku penanggung jawab acara ini,jadi aku bisa leluasa keluar masuk backstage,"ucapnya sambil merapikan tatanan rambutnya,menatap kaca.

"Sudah tahu kau tampil di jam berapa?"tanyanya tanpa menatapku.Sibuk dengan tatanan rambutnya.

"Hmm,aku tampil sebagai penutup acara,"kataku menjawab pertanyaannya.

"Persiapkan dirimu,gugup boleh tapi jangan membuyarkan fokusmu,bayangkan saja kalau kau sedang ada diruangan sepi,kau bisa menari semaumu tanpa menghiraukan orang lain,luapkan semua emosi warna dalam dirimu,maka kau akan memukau penonton."katanya lalu mengacak rambutku yang sudah tertata rapi.

"Kau sangat manis saat dipoles dengan make up,cantik."ucapnya lirih hampir aku tidak mendengarnya,setelah itu ia keluar tanpa pamit.

○○○○○

lampu putih menyorot tepat kearahku,aku gugup,bukan.Lebih tepatnya aku sangat gugup.

Bagaimana tidak?disaksikan oleh sebagian penduduk kota dengan berbagai usia,selera,dan sudut pandang berbeda.Aku hanya ragu apakah aku bisa menampilkan yang terbaik untuk semuanya.Tidak,aku tidak ingin menampilkan penampilan terbaik untuk mereka,tetapi aku ingin menampilkan penampilan yang terbaik untuk diriku sendiri.

Tidak peduli bagaimana tanggapan orang-orang setelah menyaksikan penampilanku.

Musik mulai terdengar,suara gemuruh penonton mulai senyap saat aksiku akan segera dimulai.

JUDUL_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang