Twelve-Lelaki Sialan

0 0 0
                                    

"Bukan karena aku lemah mendiamkan omong kosong mereka,tapi karena aku kuat menahan rasa amarah untuk tidak mencekik leher mereka,"

Ia nampak tersenyum lebih lebar dari sebelumnya.

"Silahkan istirahat,supaya tenaga kakak tidak habis digunakan melatih mereka yang kurang ajar,"ucapku datar namun masih bisa membuat Kak Tari tersenyum.

"Kau terlihat berbeda hari ini,"kata Kak Tari yang membuatku tertegun,benar.Aku terlihat lebih terbuka kali ini.

"Kuharap hari-hari berikutnya pun sama,"lanjutnya lalu keluar dari ruangan meninggalkanku sendirian yang masih merenungkan semua perkataanku kepada Kak Tari.

Aku mulai berubah?sejak kapan?

○○○

Sekali lagi,orang yang sama,yang menawariku menjadi partner menarinya sedari tadi mengawasiku di kampus.Tak henti-hentinya menatapku dengan tatapan mengintimidasi dikala aku menyuruhnya untuk menyingkir.

Tak lupa para senior kampus yang menatapku garang sebab Valleron,salah satu lelaki populer di sini membuntuti kemanapun aku pergi.

Begitupun dengan imelda,dia sedari tadi mengoceh tak jelas kearah Valleron,menyumpah serapahi lelaki tersebut yang hanya ditanggapinya dengan gumaman,sesekali tersenyum jail sambil mengerlingkan mata.

"Menjauhlah dari kami,kau tak tahu menderitanya kami menghindari tatapan tajam gadis gadis itu?"

"Aku tak peduli,mereka bukan urusanku,"

"Apa kau bilang?bukan urusanmu?yang benar saja,mereka menatap kami seperti itu karena kau,kakak senior yang terhormat!"

Valleron mengendikkan bahunya malas,berjalan disampingku tanpa beban,"sekali lagi menjauhlah dari kami,"ucapku kemudian.

Ia menggelengkan kepalanya,"tak mau!"

Aku berhenti berjalan,mengisyaratkan Imelda untuk melancarkan aksinya.Ia mengangguk antusias,dengan semangat memukul perut Valleron membuatnya merintih kesakitan.

Aku menatap ngeri Imelda yang kesetanan,segera kutarik dirinya.

Sial!kejadian itu malah semakin membuat kami diperhatikan,pasalnya banyak orang berkerumun menayaksikan Valleron merintih kesakitan ditambah lagi segerombolan gadis populer di kampus ini mendesah pelan dan melayangkan sumpah serapah kearahku dan Imelda.

Aku tidak peduli,kutarik lengan Imelda dan pergi,menuju tempat yang sepi.Yang patut untuk dijadikan tempat bersembunyi.

Aku juga tidak tahu maksud lelaki itu terus membuntutiku,bukankah dia memiliki kesibukan?

"Bell,aku haus!"keluh Imelda,terbesit ide untuk menuju kekantin namun sepertinya terlalu jauh untuk sampai ditempat itu.

"Kita ke perpustakaan,aku bawa air minum,"ujarku.

Imelda mendengus,"kau tahu aku tidak suka minum air putih?"

Aku mengendikkan bahu acuh,"kita cari tempat aman dulu sebelum kawanan gadis itu menjadikan kita incarannya,aku malas berurusan dengan mereka,"kataku menarik lengan Imelda.

Aku bisa merasakan Imelda menghembuskan napas pasrah,sepertinya ia setuju dengan usulku barusan.

Sesampainya,kami mendudukkan diri dikubikel paling ujung,banyak mahasiswa dan mahasiswi berlalu lalang tenang disekitar perpustakaan,wajar ini musim skripsi.

Aku menyerahkan botol minuman kearah Imelda,ia mengambilnya dengan malas-malasan.

"Kau harus bertanggung jawab kalau aku memuntahkan air ini,"ucapnya dengan menatap horor kearahku.

JUDUL_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang