1

578 72 24
                                    






Park Jimin meremas kertas yang berada di tangannya dan membuangnya begitu saja.

Helaan napas berat keluar dari belah Pria bermarga Park tersebut, "Kau bahkan tahu jika aku sudah menikah sejak dua bulan yang lalu."

"Aku hanya meminta pertanggung jawaban, Park Jimin."

Perempuan yang kini tengah menatap pada Jimin tersebut tak lagi dapat menahan air matanya. Ia menangis di depan Jimin. Hatinya terasa begitu sakit karena apa yang saat ini menimpah dirinya.

"Jika kau datang ke kantorku hanya untuk memperburuk suasana hatiku dengan perkataanmu. Maka silahkan kau pergi, Jeon Yoona." ucap Jimin sembari menunjuk kearah pintu.

"Kau harus bertanggung jawab atas semua ini." ucap Yoona parau. Sebelumnya ia sudah terlalu lama menangis.

Park Jimin mengusap wajahnya kasar. Ia merasa begitu frustasi saat ini, "Kita sama-sama dalam keadaan mabuk. Aku tidak sengaja melakukan hal itu padamu."

"Tapi, aku mengandung darah dagingmu, Park Jimin. Kau harus bertanggung jawab."

Tidak peduli lagi dengan harga dirinya yang sudah hancur berantakan. Ia hanya meminta pertanggung jawaban dari Jimin.

Park Jimin benar-benar dibuat bingung dengan apa yang telah terjadi saat ini. Ia tidak memungkiri atas apa yang telah ia lakukan kepada Jeon Yoona. Ia dan Yoona memang pernah melakukan malam panas bersama. Namun, keduanya melakukan hal itu dalam keadaan sama-sama mabuk.

Jimin menggelengkan kepalanya, "Akira juga tengah dalam keadaan hamil saat ini." ia meraih punggung tangan Yoona, diusapnya punggung tangan Perempuan yang tengah mengandung buah hatinya tersebut berulang kali, "Kumohon, gugurkan saja bayi yang ada di dalam kandunganmu. Ini sangat rumit. Keluargaku bisa membunuhku jika tahu tentang semua ini."

Yoona menangis dengan isak tangis yang terdengar semakin kencang. Hatinya terasa begitu sakit atas apa yang baru saja Jimin ucapkan. Ia tidak tahu harus berbuat apa untuk saat ini. Ia benar-benar tengah berada dalam keadaan terpuruk. Tak disangka jika patah hati terdalamnya mengantarkannya pada lembah kehancuran yang semakin dalam.

Malam itu, malam dimana patah hati terdalamnya karena kekasih yang sangat dicintainya malah mengkhianatinya. Ia memutuskan untuk pergi ke Club guna menenangkan pikirannya. Kepergiannya membawa dirinya bertemu dengan Park Jimin yang saat itu tengah melepas masa lajangnya. Hal yang tak terduga pun terjadi. Jimin meniduri Yoona yang saat itu juga tengah dalam keadaan mabuk.

"Jangan menangis, Yoon. Aku mohon jangan seperti ini." ucap Jimin yang merasa tidak tega jika harus melihat Yoona yang begitu hancur saat ini.

"Aku harus bagaimana?" tanya Yoona yang tidak tahu harus melakukan apa. Yang jelas ia tidak mau kembali melakukan dosa besar dengan menggugurkan janin yang kini tengah ia kandung.

Merasa tidak tega, Jimin segera menarik Yoona ke dalam pelukannya. Keadaan keduanya kini tengah sama-sama hancur.

"Aku akan bertanggung jawab atas bayi yang kau kandung."

Saat ini Jimin dihadapkan dengan sebuah pilihan yang sangat rumit. Disisi lain ia begitu mencintai sang istri. Ia tidak tega jika harus menyakiti hati Perempuan yang begitu dicintainya. Akan tetapi, kini Yoona tengah mengandung darah dagingnya. Ia merasa tidak tega jika Yoona harus menanggung semuanya seorang diri.

Kini Jimin menyesali apa yang pernah ia lakukan sebelumnya. Andai saja, malam itu ia tidak pergi ke sebuah Club malam bersama dengan Kim Namjoon. Mungkin hal seperti ini tidak akan pernah terjadi.
















🍁🍁🍁🍁








"Sayang, aku pulang." ucap Jimin sesaat setelah membuka pintu apartemennya.

Jimin melepas sepatu kerjanya. Lalu menaruhnya di tempat sepatu yang berada di sebelah pintu. Lalu ia menggantinya dengan sandal rumah. Hari ini terasa begitu melelahkan. Jika saja biasanya ia akan merasa bahagia ketika sampai di rumah, karena bisa bertemu dengan istrinya. Rasanya kali ini sangat berbeda. Energinya terasa seperti terkuras habis, setelah mengetahui fakta yang ada.

Bahkan hanya untuk tersenyum saja rasanya begitu sulit. Akan tetapi, Jimin memaksakan sebuah senyuman tetap terpatri pada belah bibirnya tatkala sosok Perempuan yang begitu ia cintai kini terlihat tengah berjalan mendekat kearahnya.

Manik abu Jimin menatap lekat pada wajah ayu sang istri. Ia tidak menyangka jika hal seperti ini akan terjadi pada rumah tangganya. Ia begitu mencintai Akira. Tak pernah terpikirkan sebelumnya ia akan mengkhianati cinta tulus Perempuan sebaik Akira.

"Aku sudah memasak untukmu, Oppa." ucap Akira sembari tersenyum.

Jimin memberikan kecupan singkat pada kening sang istri. Rutinitas yang selalu ia lakukan sepulangnya dari kantor.

"Apa kau sudah makan?" tanya Jimin.

Akira menggelengkan kepalanya, "Aku menunggu Oppa pulang."

Rasa bersalah mulai datang. Malam ini Jimin telat pulang ke apartemen. Bukan dikarenakan lembur di kantor. Tapi, hal ini terjadi karena ia harus mengurus masalahnya dengan Yoona. Istrinya bahkan tidak bertanya perihal kenapa dia pulang telat malam ini. Akira menaruh kepercayaan penuh terhadap dirinya.

Jimin menundukkan kepalanya. Menatap pada manik hitam sang istri, "Lain kali jangan menungguku pulang. Kau harus banyak makan, agar bayi yang ada di dalam perutmu sehat."  ucap Jimin sembari menggerakkan tangan kanannya untuk menyentuh lembut pipi sang istri.

"Aku merasa tidak enak jika harus makan malam sendirian."

"Malam ini aku lembur. Maaf tak sempat memberikan kabar padamu."

Akira mengangguk, "Tidak masalah. Aku akan menyiapkan air hangat untukmu. Setelah kau mandi, kita makan malam bersama."

Jimin mengangguk. Akira adalah istri yang begitu baik. Bagaimana jika Akira mengetahui apa yang telah terjadi. Ia merasa tidak sanggup jika melihat Perempuan yang begitu dicintainya harus merasakan sakit hati karena perbuatannya.

"Aku ingin menciummu terlebih dulu." ucap Jimin yang langsung membuat Akira tersenyum.

"Kau boleh mencium ku kapan saja."

Park Jimin mendekatkan wajahnya pada wajah sang istri. Ia menempelkan ranumnya pada ranum tipis milik istrinya. Hanya sebentar, karena tiba-tiba saja bayangan akan wajah Yoona yang tengah menangis kembali terlintas dipikirannya. Hal itu membuat rasa bersalah Jimin kembali naik ke permukaan.

"Manis,"

"Aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi." ucap Akira.

Setelah mengucapkan hal tersebut, lantas Akira berjalan meninggalkan sang suami yang kini tengah berdiri mematung. Jimin benar-benar seakan tidak menyangka dengan apa yang telah terjadi. Impiannya untuk menjalani rumah tangga yang harmonis dengan sang istri seketika hancur berantakan. Ia harus selalu berusaha untuk menutupi semuanya. Jangan sampai Akira mengetahui semuanya. Sebab, ia merasa begitu takut jika harus kehilangan Akira dari dalam hidupnya. Sebab, Akira adalah semestanya.

Arti Sebuah Rasa PJM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang