10

397 47 38
                                    

Akira dan Jimin sudah berada di dalam Apartemennya sejak beberapa menit yang lalu. Pihak rumah sakit telah memperbolehkan Akira untuk pulang. Karna memang kondisinya yang sudah membaik, ia hanya perlu istirahat yang cukup dan tidak melakukan kegiatan berat, karna kandungannya yang lemah.

"Sayang, istirahatlah. Dokter menyuruhmu untuk banyak istirahat" ucapnya sembari membelai lembut surai istrinya.

Akira mengangguk "iya oppa".

"Aku akan mandi, lalu setelah ini aku akan menemanimu tidur" ucapnya sembari tersenyum lembut.

Ia mengecup kening istrinya singkat.

Jimin menaruh ponselnya yang sedari tadi ia genggam diatas nakas dekat ranjangnya. Lalu berjalan menuju kamar mandi.

Akira menidurkan dirinya diatas ranjang. Matanya masih terjaga tanpa ada niatan untuk menutupnya. Ia sama sekali tidak merasakan kantuk, karna ia sudah terlalu banyak tidur saat berada dirumah sakit.

Ting

Hingga suara ponsel Jimin yang berada diatas nakas mengalihkan atensinya.

Apakah pesan itu dari Yoona. Ia masih penasaran dengan perempuan bernama Yoona yang pernah mengirim pesan pada suaminya waktu itu.

Dengan segenap rasa penasaran. Ia bangkit dari posisi tidurnya, lalu mengambil ponsel Jimin yang berada diatas nakas.

1 message from Yoona.

Apa kau sibuk hari ini. Bisa ke apartemen ku sebentar Park Jimin. Aku mual lagi. Dan kepalaku sedikit pening.

Saat membaca pesan tersebut hatinya terasa begitu sakit. Apakah selama ini Jimin mengkhianatinya. Apa salahnya hingga Jimin tega melakukan semua ini padanya.

Air matanya perlahan menetes. Ia segera menaruh kembali ponsel milik suaminya diatas nakas.

Ceklek

Jimin keluar dari dalam kamar mandi. Terlihat Akira sedang tertidur diatas ranjang. Akira terlihat begitu tenang saat tidur. Jimin menatap wajah tenang istrinya dalam diam.

Ting

Hingga suara ponselnya yang berada diatas nakas mengalihkan atensinya. Ia berjalan mendekat kearah istrinya. Mengecup singkat kening Akira, lalu mengambil ponselnya yang berada diatas nakas.

1 message from Yoona

Jangan mengabaikan ku Park Jimin. Kepalaku pusing. Bisakah kau kesini sebentar saja.

Jimin menghembuskan nafasnya kasar. Ia menaruh kembali ponselnya diatas nakas. Lalu menatap wajah tenang Akira saat sedang tidur. Ia duduk disisi ranjang. Lalu membelai lembut surai istirnya.

Akira dapat merasakan belaian lembut tangan Jimin pada surainya. Ia tidak benar benar tertidur. Ia hanya berpura pura tidur saja. Jujur hatinya masih terasa sangat sakit setelah membaca pesan dari perempuan bernama Yoona itu.

Ia menutupi tubuh Akira dengan selimut. Lalu mengambil ponselnya yang berada diatas nakas. Ia harus menemui Yoona malam ini. Sejak Akira sakit dan dirawat dirumah sakit selama dua hari, Jimin memang sibuk menunggu Akira hingga melupakan Yoona. Padahal Yoona sudah menjadi tanggung jawabnya sekarang.

Dengan langkah pelan ia mencoba untuk keluar dari dalam kamar itu. Berharap istrinya tidak bangun sampai ia pulang nanti.

"Kau mau menemui perempuan itu lagi?" tanya Akira tiba tiba saat Jimin hendak membuka pintu kamar.

Jimin segera menghentikan langkah kakinya.

Ia menatap istrinya yang sekarang sedang duduk diatas ranjang.

"Kau bangun sayang" tanya Jimin lembut.

"Kau akan pergi ke tempat perempuan yang bernama Yoona itu kan" tatapan matanya berubah menjadi senduh, dan Jimin dapat menyadari itu.

Apakah istirnya sudah tau semuanya?.

"Apa dia hamil anakmu?" tanya Akira yang sukses membuat Jimin membeku ditempat.

Jimin terdiam membeku ditempat. Akira mengetahui semuanya.

Kenapa? Kenapa rasanya sangat sakit ketika Akira mengetahui semuanya. Jimin yang terluka kini semakin terluka.

Seharusnya Akira tidak mengetahui semua ini. Karena itu sangat menyakitkan untuk Jimin.

"Jawab aku, kenapa kau berubah. Dia hamil kan, perempuan yang bernama Yoona itu hamil kan".

Akira menangis hatinya sakit, sangat sakit.

"Dia, hiks. Pernah memintamu membelikan susu untuk ibu hamil, hiks" cukup Akira tak dapat melanjutkan kata katanya.

Jimin segera berjalan mendekat kearah istrinya.

Ia mendekap istrinya dengan sangat erat "maaf, maafkan aku sayang" bisik Jimin ditelinga Akira.

"Aku salah, maafkan aku" ucap Jimin sembari membelai lembut surai istrinya.

Akira hanya bisa menangis mendengar kata demi kata yang diucapakan oleh suaminya.

"Aku masih tidak mengerti dengan semua ini" Akira melepaskan pelukannya sepihak.

Ia menatap Jimin. Jimin menangis, terlihat jelas pipinya yang sudah basah karna air mata.

"Yoona, dia hamil anakku"

Peryataan itu sukses membuat hati Akira seperti tertusuk pisau, sakit. Rasanya sakit sekali.

Akira menutup mulutnya, ia masih tidak percaya dengan semua ini. Ia berharap semua ini hanya mimpi buruknya saja. Dan ia sangat berharap besok ketika ia terbangun dari mimpi ini semua dalam keadaan semuanya baik baik saja.

"Kau bohong, hiks. Ini tidak benar kan?"

Jimin menggeleng "semuanya benar".

"Kau jahat Park Jimin. Kau, hiks, brengsek" bersamaan dengan pukulan yang mendarat didada Jimin.

"Aku bisa jelaskan semuanya, percayalah. Ini semua bukan kemauanku".

"Kau jahat, hiks, aku membencimu" pukulan itu terus Jimin dapatkan. Beserta ucapan menyakitkan yang keluar dari bibir perempuan yang sangat ia cintai.

Ia meraih tangan Akira, dan menggenggamnya erat "maafkan aku".

Akira menepis kasar tangan Jimin "apa salahku?".

"Aku salah apa padamu, hiks, sampai kau tega seperti ini".

"Maafkan aku" ucap Jimin sembari menangis.

"Pergilah, kau ingin menemui, hiks, perempuan itu kan. Sekarang pergilah".

Jimin menggeleng "tidak".

"AKU BILANG PERGI PARK JIMIN" teriak Akira tepat didepan wajah Jimin.

"PERGI, AKU MUAK DENGANMU"

"hik, SANGAT MUAK".

Hati Jimin terasa begitu sakit. Perempuan yang ia kenal sangat lembut seketika bisa berubah menjadi seperti monster.

"Aku tidak akan pergi, aku akan disini bersamamu" ucap Jimin.

"PERGI, TINGGALKAN AKU SENDIRI".

"Aku tidak akan pergi, maaf, kumohon jangan seperti ini".

"PERGI, AKU MOHON, hiks, PERGILAH"

"Baiklah, kalau itu mau mu, aku akan pergi".

Dengan langkah cepat Jimin keluar dari kamar, meninggalkan Akira dengan sakit hatinya yang teramat dalam.

Akira pun menjatuhkan tubuhnya dilantai. Ia menangis pilu. Menepuk dadanya berulang kali berharap itu dapat mengurangi rasa sakitnya.

Ia semakin terisak. Meratapi takdir yang terasa begitu kejam padanya.

Arti Sebuah Rasa PJM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang