21

387 49 12
                                    

*Kau menyuruhku bertahan. Tapi kau selalu menyakitiku. Apa kau masih waras?"

Akira duduk disofa dengan pandangan kosong. Masih dapat terlihat sisa air mata dipipinya sudah mengering. Setengah jam yang lalu ia pulang dari Apartemen Yoona. Bahkan Jimin tak perduli padanya, Jimin tak mengejarnya sama sekali.

Akira memutuskan untuk berdiri dan melangkah meninggalkan ruang tengah. Ia berjalan dengan langkah gontai menuju kamarnya.

Bertahan, ia sudah tak sanggup untuk bertahan dengan Suaminya. Ia memilih untuk menyerah dan pergi meninggalkan Jiminnya. Namja yang sangat ia cintai, namun menyakitinya dengan begitu dalam.

Dulu ia merasa menjadi Perempuan paling beruntung di dunia karna bisa menikahi Namja bermarga Park itu. Jimin adalah sosok yang paling sempurna menurutnya, ia Namja yang baik, bertanggung jawab dan juga penyayang.
Namun itu dulu, karna yang ia tau sekarang Jimin tidak lebih dari seorang Namja brengsek.

Akira mengambil semua pakain dirinya yang berada didalam almari dan memasukkannya kedalam koper.

Kepingan kenangan saat ia masih menjalin kasih dengan Jimin terlintas diotaknya. Tanpa sadar air mata kembali menetes. Dadanya kembali sesak. Menyakitkan, semua ini terasa begitu menyakitkan.

Ceklek

Suara pintu kamar terbuka. Jimin melagkahkan kakinya mendekat kearah Istrinya.

"Kau mau kemana?" tanya Jimin dengan nada dingin.

Akira diam, ia tidak menjawab pertanyaan dari Suaminya. Hatinya sudah terlampau sakit.

Ia terus fokus melipat beberapa pakaian miliknya dan memasukkannya kedalam koper.

"Kau mau kemana, Park Akira" ia mengenggam erat tangan Akira.

Akira menghempaskan tangan itu kasar.

"Pergi" jawab Akira singkat.

Mata Jimin mulai berkaca kaca "jadi kau menyerah, dan memilih meninggalkanku".

Jimin bukan Pria lemah, namun masalah yang ia hadapi ini sangat rumit. Mempertahankan dua Perempuan yang sedang mengandung darah dagingnya adalah hal yang paling sulit. Disisi lain ia sangat mencintai Istrinya begitu dalam. Namun, disisi lain ia tidak bisa melepaskan Jeon Yoona begitu saja.

Akira menarik napas dalam dalam. Berbicara dengan Jimin adalah hal yang paling menyakitkan saat ini.

"Kau menyuruhku bertahan, tapi kau selalu menyakitiku. Apa kau masih waras, Park Jimin?" ucap Akira penuh penekanan diakhir kalimatnya.

Jimin bungkam, ia kehilangan kata kata. Perkataan Akira seolah menamparnya telak.

Menyakitkan. Sangat menyakitkan bagi Jimin mendengar kata kata itu keluar dari mulut orang yang sangat ia cintai.

"Akira" suara Jimin terdengar begitu lemah.

Akira tak menjawab. Ia hanya menatap Jimin dengan tatapan terluka. Ia ingin Jimin sadar jika ia sudah menyakiti Akira terlalu dalam.

"Aku mohon tetap disini" ucap Jimin.

Akira berjalan dengan gontai mendekati Jimin. Meremas kerah baju Jimin, menatap Jimin dengan manik berairnya.

"KATAKAN PADAKU, JIKA KAU MENYURUHKU BERTAHAN HANYA UNTUK MENYAKITIKU LEBIH DALAM LAGI" Akira tidak tahan lagi. Semua yang ia simpan dalam dalam selama ini mencuat bersama dengan emosi yang tak dapat ia bendung lagi.

"Aku mencintaimu, Park Akira, demi tuhan. Aku mempertahankanmu sampai detik ini itu karna aku mencintaimu. Aku tidak bisa jika harus kehilangan dirimu".

Jimin tak bisa melepas Akira, ia begitu mencintai Istrinya.

Ia melepaskan genggaman tangannya pada kerah Jimin.

Ia mundur satu langkah, dua langkah. Untuk sedikit memberi jarak.

Mulut Akira tak dapat mengatakan apapun untuk saat ini. Sakit dihatinya kembali menyebar keseluruh tubuh, hingga membuat dadanya begitu sesak. Untuk bernapas saja sangat sulit baginya.

"Akira".

Dan detik itu pula Jimin memilih untuk merengkuh tubuh ringkih sang Istri.

"Maafkan aku. Aku menghamili Yoona karna sebuah kesalahan. Pada saat itu aku sedang tidak sadar karna mabuk" ia mengelus lembut surai hitam Istrinya.



Dan Akira kalah telak. Ia masih memilih bertahan dengan rasa sakit dan luka yang Jimin berikan padanya.










****

Masih ada yang bertahan sampai sini??

Jangan lupa Bintang nya :)








Arti Sebuah Rasa PJM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang