29. Haruskah Perceraian

8.1K 389 27
                                    

Nabila POV'

Antara percaya dan tidak dengan semua keadaan ini. Seorang wanita, datang kerumah Mama. Membawa anaknya dan mengaku sebagai istri kedua dari Papa.

Mama, aku baru ingat Mama. Hati Mama pasti sedang hancur saat ini. Aku berlari menuju kamarnya. Perlahan ku buka pintu kamar itu. Sangat gelap dan berantakan. Kudengar suara tangisan yang sangat memilukan. Itu Mamaku.

Perlahan aku mendekati dirinya yang sedang terduduk di sudut kasur. Tubuhnya bergetar hebat. Ku pegang pungungnya, mencoba menenangkan namun, tubuhku langsung ditarik kedalam dekapannya.

Mama menangis sejadi-jadinya dalam pelukanku. Tangisan pilu yang bisa aku rasakan dilubuk hatiku yang paling dalam.

"Mama hancur Nabila. Mama hancur," racaunya dengan tangisan yang tersedu-sedu.

"Enggak, Ma. Mama enggak hancur. Ada Nabila disini, Ma."

"Mama dikhianati Papa dan juga orang yang sudah Mama bantu, Nabila. Sakit, Bil. Hati Mama bener-bener sakit." isaknya.

"Mama sudah berharap bahwa Papa kamu memang tidak pernah selingkuh. Mama mengubur semua ego Mama, mengubur semua dugaan-dugaan Mama ke Papa kamu. Tapi, ternyata ..." Mama mengangtungkan kalimatnya.

Aku mengelus kepala Mama, memberikan ketenangan kepada hati Mama. Bibir ini tak mampu berkata-kata. Biarkan saja untuk sekarang Mama mengeluarkan kekesalannya.

Perlahan, Mama melepaskan pelukannya dari tubuhku.

"Mama mau cerai sama Papa kamu."

Kaget bukan main saat aku mendengar kalimat itu. Hal yang dari dulu aku takutkan akan terjadi. Kenapa, disaat keadaan mulai membaik terjadi masalah baru.

Ya Allah, kenapa?

Kenapa semua ini harus terjadi.

"Ma, jangan mengambil keputusan saat sedang marah, Ma," ucapku.

"Mama udah enggak tahan Nabila. Sudah cukup. Gelas kacanya sudah pecah berhamburan."

Aku menghembuskan nafas begitu dalam. Apa yang harus aku lakukan sekarang.

"Kita minta penjelasan Papa dulu ya, Ma. Siapa tahu perempuan tadi cuma bohong."

"Rena!"

Aku dan Mama menoleh keambang pintu. Tepat dimana suara itu berasal. Disana, ada Papa yang sedang berdiri. Secepat itukah Papa datang kerumah.

"Mama bicara sama Papa, Nabila keluar ya." pamitku kepada Mama.

Aku berdiri dari dudukku. Saat berjalan keluar, aku berpapasan dengan Papa. Entah kenapa, saat melihat wajahnya. Aku menjadi semakin benci dengan dirinya. Padahal aku hampir kembali menyangi Papa.

Aku nampak acuh saat Papa menatapkuml. Aku berjalan keluar, dan menutup pintu itu secara rapat-rapat.

"Rena, aku --- "

"Enggak bisa ngelak lagi kamu, Fran. Udah terbukti kan kalau selama ini kamu selingkuh."

Aku mengurungkan niat untuk pergi saat mendengar suara Papa dan Mama. Secara diam-diam. Aku menguping pembicaraan mereka berdua dari balik pintu.

"Aku ... Rena, aku minta maaf."

"Huh, Kamu dan Anin sama saja. Cuma bisa meminta maaf."

"Aku sama Anin ___"

"Kenapa kamu bisa nikah dengan Anin?"

"Ren, gini, aku sama Anin ___"

Kamu Pilihan AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang