OTORITER VS DEMOKRASI

1K 73 245
                                    

Hai..
Jangan lupa vote, komen dan share cerita ini ke temen-temen kalian juga ya 😆

Happy reading~
.
.
.
.

Papa apa-apaan sih nampar Ade?." desis mama gue. Sekarang gue berada di dalam kamar, mama mengoleskan salep pada bibir dan wajah gue yang lebam-lebam.

"Ade memang harus dikerasin, biar ngerti Ma."

"Tapi gak seperti ini caranya, Papa sadar gak sih, Papa kelewatan sama anak. Stop untuk terlalu Otoriter Pa!." ketus mama.

"Papa keras dan Otoriter aja Ade udah kayak gini bandelnya, apalagi kalo Papa lunak sama Ade."

"Iya, Tapi kita harus dengerin dulu, Masalahnya apa. Jangan langsung mukul kayak gini, Ade udah besar Pa." bela mama, kini mama meniup-niup salep yang ada di pipi gue. Sementara gue meringis kesakitan, olesan salep di pipi gue terasa sedikit perih.

"Terserah mama mau bilang apa. Tapi Papa tetap akan tegas sama Ade." tutup papa gue sebelum beranjak dari kursi belajar gue.

Gue memaklumi sifat papa gue yang terlalu Otoriter dalam mendidik gue. Keluarga Papa gue memang di didik ala militer oleh kakek gue, Alm. Kakek gue seorang TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Jenderal (letjen). Nenek gue, seorang guru yang terkenal galak di salah satu SMA dikampung papa gue. Keadaan ini, membentuk didikan Otoriter di keluarga Papa gue, dan sekarang Papa gue menurunkan cara didikan Kakek ke gue.

Kalo dari keluarga Papa gue yang didikanya keras dan Otoriter, beda halnya dengan mama gue, Alm. Kakek gue ini seorang petani, sedangkan Alm. Nenek gue seorang guru ngaji. Didikan keluarga mama gue lebih demokrasi, semuanya serba di diskusikan satu sama lainnya. Ini yang membuat mama gue menjadi sosok wanita yang lemah lembut, dan selalu menjadi tempat sharing yang terbaik buat gue. Kalo ada masalah atau cerita apapun, gue lebih suka berbagi dengan mama gue, dari pada gue harus cerita ke papa gue.

Pernah saat itu, gue yang baru kelas tiga SD, berantem dengan teman sekelas gue. Saat guru disekolah menghubungi papa, papa datang ke kantor, bukan seperti orang tua lainnya yang menayakan apa yang sakit dari gue, di depan orang tua, dan guru, Papa marahin gue habis-habisan. Gue malu sih. Tapi salah gue juga. Setelah sampai di rumah, papa pukulin gue pakai rotan yang entah di dapat dari mana, kemarahan papa bertambah berkali-kali lipat, saat wali kelas gue mengatakan, kalo gue siswa yang malas belajar dikelas.

Sehabis gue dipukul pakai rotan, gue diseret ke gudang yang jorok banget, kotoran kelelawar dan puluhan kecoa bersarang di gudang itu, membuat gue jijik dan gue menjadi Phobia sama kecoa. Gue berada sekitar setengah hari di dalam gudang itu, karna gue inget, gue diseret papa ke gudang siang hari, dan sore harinya, Mama yang buka pintu gudang, setelah pulang ngajar dari kampus.

Walaupun didikan papa gue keras, dan Otoriter, gue gak pernah benci sedikit pun sama papa gue. Gue sadar, Papa keras di saat gue salah, dan  gue bersyukur, punya papa seperti papa gue. Kalo gue gak pernah dipukul dan gak pernah dikasih arahan yang well, okelah kita sebut keras itu, mungkin gue memang udah jadi pereman beneran, dan satu lagi, mungkin gue beneran jadi orang yang bodoh, karna malas belajar.

"Udah, besok jangan berantem-berantem lagi kamu, sekarang lihat? Wajah kamu lebam-lebam gini."

"Iya ma." cicit gue.

***

Empat hari sudah berlalu, gue kembali ke sekolah dengan setumpuk tugas yang diberikan oleh guru bidang studi saat gue gak masuk kemarin.

Rovan udah stay di kelas lebih dulu. Kemudian gue dateng, dan di susul oleh Guntur beberapa menit kemudian.

"Tugas lu dah siap?." tanya Rovan pada kita berdua.

Ku MATIMATIKA (Mati-matian ngejar kamu) END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang