MAIMUNAH, OH MAIMUNAH

1.1K 82 166
                                    

Hai semuaaa...
Gue tau ini telat banget untuk di update jam segini. Wkwkwk

Cus, bagi yang masih on di WP, langsung baca aja ya, jangan lupa vote, komen dan share cerita ini ke temen-temen kalian juga 😊
.
.
.
.
.

Terik mentari telah berada di atas puncak kepala. Sinarnya terasa menusuk kulit, membuat kelenjar apokrin bekerja lebih aktif di dalam tubuh. Gue menelusuri sekeliling sekolah, mencari keberadaan Maimunah. Pasca kejadian di kantin tadi, gue sudah seperti orang bodoh yang muter-muter tidak jelas namun tak juga menemukan titik terang keberadaan gadis super galak itu.

Kamu di mana, sih, sayang? Jangan ngumpet mulu, aku tuh capek tahu, cariin kamu.

Akhirnya, gue membawa tungkai kaki  menuju ruang osis, seraya menerka-nerka kemungkinan Maimunah ada di sana. Gue mengetok pintu, sebagai formalitas yang diterapkan di sekolah ini, lalu memasukkan sebelah tangan  ke dalam saku, biar terlihat sebagai cowok yang cool banget.

"Ada Maimunah?" tanya gue pada Yaslan yang sedang mencetak formulir keterlambatan murid.

"Enggak ada, tumben lo cari Maimunah?" tanyanya rada bingung.

"Mau nanggih hutang gue,"

"Ya kali, Maimunah punya hutang ke lo, gak salah, tuh?"

"Enggaklah, mana pernah gue punya hutang," sindir gue pada Yaslan. Sekalian saja, gue sindir hutang dia yang dari tahun kemarin belum dibayar-bayar itu. "Yah, sudah gue cabut, panas lama-lama gue di sini," ujar gue mengibas-ngibaskan tangan gue ke wajah. Gila, ya, beta banget mereka di ruangan sepengap ini.

"Ya udah, cepatan pergi. Gue juga muak lihat muka lo," usir Yaslan ketus meninggalkan gue menuju mejanya.

Ada gitu ya, orang yang punya hutang lebih ketus dari pada orang yang ngutangin?

Gue mendegus kesal dengan pengusiran Yaslan, segera memakai sepatu lalu menendang pintu ruang osis, dan langsung kabur saat mendengar umpatan Yaslan.

Suara Adzan telah berkumandang, sebagai umat muslim, sudah seharusnya untuk menjalankan kewajiban melaksanakan solat lima waktu. Gue mengambil wudhu terlebih dahulu, barulah memasuki Musholah. Saat gue masuk, Subhanaallah ... gue melihat Maimunah yang sudah memakai mukenah bersandar pada dinding musholah, di tangannya terdapat sebuah Al-Quran kecil yang sedang ia baca. 

Bidadari surgaku ... batin gue berteriak kencang, melihat Maimunah yang sekarang sedang memejamkan matanya, untuk mengulang kembali hapalannya, membuat seketika gue tersenyum saat memandangnya.

Maimunah, oh Maimunah. Kenapa sih lo selalu memperhatikan sisi terbaik lo ke gue? Lama-lama gue beneran bucin, nih, sama lo.

Suara Qomat telah berkumandang, kita semua berbaris rapi mengikuti shaf solat, gue meluruskan dan merapatkan barisan ini. Kalo kata Pak Dadang dengan kita merapikan shaf solat, setan tidak akan bisa masuk di antara celah barisan ini. 

Suasana terasa hening penuh dengan kekhusyukkan, membuat hati terasa tenteram, terutama bagi orang-orang yang sedang dirundung masalah, misalnya kayak gue ini, sedang dirundung masalah perbucinan.

Gue menangkupkan tangan pada wajah, mengucapkan amin berkali-kali di dalam hati, berharap semoga doa-doa gue segera dijabah oleh Allah. Berakhirnya doa yang telah gue panjatkan, gue mencari keberadaan Maimunah lalu mengintip melalui celah pembatas antara shaf cowok dan cewek, keberadaan Maimunah sudah tidak kelihatan lagi.

Wadaw, kemana atuh, bidadari surga gue itu?

Teras musholah terlihat sepi, hanya ada satu dua orang yang sedang mengikat tali sepatu. Gue buru-buru mengenakan sepatu dan mengedarkan pandangan kesegala penjuru teras musholah ini. Mungkin saja Maimunah sedang memasang sepatu di ujung teras sebelah sana, akan tetapi, gue tak jua menemukan keberadaan gadis galak di sekitar teras musholah ini.

Ku MATIMATIKA (Mati-matian ngejar kamu) END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang