Setelah melaksanakan ibadah solat Zuhur, gue melewati belakang ruang komputer, berjalan santai menuju Laboratorium yang sederet dengan ruangan perpustakaan ini.
Tiba-tiba Rintikkan hujan mulai turun dengan deras, gue memutar arah, melewati belakang Laboratorium yang sepi. Berjalan dengan satu tangan berada di saku celana, sedangkan sebelah tangan gue, merapikan rambut gue yang terkena air hujan.
"Maksud lu apa-apaan kemarin?" bentak Astrid. Gue memelankan langkah kaki gue, melihat perdebatan antara Astrid dan Rovan di depan gue.
"Gue gak punya maksud apa-apa." seru Rovan cuek mengangkat bahunya santai.
Melihat jawaban Rovan yang terkesan cuek itu membuat darah Astrid mendidih. Astrid maju beberapa langkah, menatap Rovan tajam.
"Heh, denger ya Tuan Rovan yang terhormat, sampai mati gue gak akan jadi PACAR LO!." ketus Astrid, lalu dengan sengaja menabrakan bahunya pada lengan Rovan. Baru beberapa langkah, Rovan menarik tangan Astrid dan memepetkanya pada dinding belakang laboratorium ini.
Wow, wow. Ini udah kayak Adegan di drama-drama percintaan.
"Lu tuh lucu yah?." Rovan tertawa renyah, kedua tangannya berada di samping bahu Astrid.
"Seharusnya, lu bersyukur gue yang menang taruhan tadi malam, coba mantan lu si Bastian taruhan sama yang lain. Gue gak tau sih yah, lu masih bisa sekolah atau enggak hari ini." sinis Rovan, kini dia melipat kedua tangannya di dada. Menatap lurus mata Astrid yang sepertinya semakin berkobar kemarahanya.
"Lu gak usah seneng gitu, lu cuman beruntung aja tadi malam. Karna Bastian jatuh, jadi lu bisa menang balapan. Gak mungkin deh, Bastian rela korbanin gue di taruhanya."
"Ya Tuhan Trid, gue gak habis pikir ya sama lu." Rovan mengeleng-gelengkan kepalanya, seakan tidak percaya dengan pemikiran Astrid. "Lu tuh bego banget sih! Cowok kalo udah jadiin cewek barang taruhan, berarti cewek itu udah gak ada harganya lagi di mata dia."
Mendengar perkataan Rovan yang terkesan merendahkanya. Astrid mengepalkan kedua tanganya.
"TUTUP MULUT LU!." Bentak Astrid, kini tubuhnya bergetar, menahan antara Amarah dan Tangisan yang hendak keluar. "LU GAK TAU APA-APA TENTANG GUE. LU GAK BERHAK NGOMONG KAYAK GITU KE GUE!."
"Gue memang gak tau apa-apa tentang lu, tapi gue bukan orang yang enggak menghargai perempuan. Gue gak maksa lu untuk jadian sama gue, toh gue balapan juga ngilangin suntuk doang."
"Oh iya saran gue sama lu, jangan mau di ajak balikan sama cowok brengsek kayak mantan lu itu. Seengaknya, walaupun gak ada orang yang bisa sayang sama lu. Lu yang harus sayang sama diri lu sendiri." seru Rovan menepuk-nepuk pelan bahu Astrid, dan secepat kilat di tepis olehnya.
Astrid memalingkan wajahnya, dan terbelalak saat melihat gue yang berdiri tidak jauh dari mereka. Dari sini gue dapat melihat, mata Astrid yang sudah berlinang, sementara dadanya sudah kembang kempis menahan luapan emosi.
Segera Astrid menghapus air matanya. Lalu, meninggalkan Rovan dan gue yang masih cengong melihat drama-drama kehidupan yang baru saja tayang live di depan gue.
"Biasalah, cewek. Ribet mah." sahut Rovan cuek, lalu meninggalkan gue.
Ajigilee~ Ada apa nih dengan Astrid dan Rovan? Apa gue ketinggalan sesuatu yang lagi seru-serunya?
***
Gue menyusul Rovan ke kelas, baju gue basah, karna gue menerobos hujan yang makin deras.
"Rovan, lu kenapa sih sama Astrid?." tanya gue to the point.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku MATIMATIKA (Mati-matian ngejar kamu) END
عاطفية[Close feedback ] Sedang masa revisi. Gais ... Gais, jangan skip cerita ini ya, Cerita ini bukan tentang, si kutu buku yang over dengan pelajaran matematika. Bukan juga tentang, murid teladan yang selalu menang lomba matematika, tapi ini kisah...