SISI LAIN MAIMUNAH

1.3K 79 150
                                    

Haii semuaaa...
Gimana kabarnya hari ini?

Jangan lupa vote, komen, dan share cerita ini ke temen-temen kalian juga ya.

Happy reading~

.
.
.
.

Melewati perumahan-perumahan Cluster di daerah SM Amin ini memang terasa menyegarkan mata. Di setiap blok perumahan akan disuguhi taman kecil yang dapat memanjakan pemandangan mata ketika melihatnya. Gue baru saja pulang dari kompleks rumah tante, yang baru aja pindah ke daerah ini seminggu yang lalu.

Sore ini, gue sudah memiliki janji dengan Guntur dan Rovan, karna sudah lama tidak berolaraga, kita bakalan joging keliling Stadion Utama. Setelah melewati perumahan Cluster, gue melewati sebuah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang merupakan salah satu fasilitas pemerintah yang bisanya digunakan untuk sarana berkumpul keluarga dan area bermain anak.

Gue menyipitkan mata, melihat seseorang yang sedang mengajar sekelompok anak-anak jalanan di bawah pohon yang cukup teduh beralaskan tikar. Saking penasarannya gue, akan sosok yang baik hati itu, gue menepikan motor  lalu mengamati Maimunah yang sedang mengenalkan huruf pada adik-adik yang sempat gue lihat di postingan Maimunah kemarin. Wajahnya tampak berseri, saat adik berkaus biru yang kumuh itu sudah bisa menghafal huruf - huruf yang di tunjuknya pada papan tulis yang disandarkan begitu saja pada pohon.

Gue tersenyum mengamati Maimunah yang sedang berinteraksi hangat pada adik-adik jalanan itu. Walaupun sangat bertolak belakang saat berbicara dengan gue, tetapi, gue merasakan bahwa Maimunah sosok yang baik, namun terbungkus pada aura galaknya.

Gue turun dari motor, menghampiri mereka, dari raut wajahnya, gue memprediksi mereka berumur lima sampai delapan tahun. Tiba-tiba, ada rasa sedih yang terbersit di hati saat melihat wajah mereka, gue tahu jika mereka adalah orang-orang dengan himpitan hidup yang begitu keras.

"Hai ... adik-adik," sapa gue seceria mungkin.

Kalau kata guru sosiologi gue, First impression itu penting banget. Selain untuk menentukan kita orang yang ramah atau enggak, first impression juga menentukan bagaimana Attitude dan kepercayaan diri seseorang. Suasana yang tadinya terasa berisik, karna adik-adik tampak menyanyikan lagu ABC, mendadak hening dan menjadi akward. Gue mengaruk belakang kepala untuk menghilangkan rasa malu.

Duh, kenapa jadi cangung begini, sih? Salah gue juga tiba-tiba datang kayak jelangkung. Seharusnya gue tanya sama Maimunah dulu, bisa ikutan gabung ngajarin adik-adik atau enggak.

"Hai, De," balas Maimunah ramah, yang sepertinya sadar akan momen akward ini.

"Hai, Abang...." jawab adik-adik dengan semangat.

"Tadi gue gak sengaja lewat sini, Terus liat lo lagi ngajarin adik-adik. Gue boleh ikut gabung, gak?"

"Oh, silahkan," Maimunah mempersilahkan gue untuk duduk diantara adik-adik.

"Sekarang kita lanjutin lagi  menghafal hurufnya, ya. A B C D E F G, H I J K L M N,  O P Q R S T U, V W X Y Z." Maimunah menunjuk satu persatu huruf, terkadang mereka juga menyanyikan huruf Alfabet ini, untuk mempermudah ingatan adik-adik ini.


G

ue terhanyut dalam pesona Maimunah yang super galak itu, dari caranya tersenyum, suara yang  lembut, lengkungan bibirnya yang indah, saat adik-adik sudah bisa membedakan beberapa huruf yang memiliki kemiripan. Entah mengapa, semua yang berada di dalam diri Maimunah membuat gue terhanyut dalam pesonanya itu.

"Jadi lo sering ngajarin anak-anak di sini?" tanya gue. Sekarang gue dan dia sedang berada di Ruang Terbuka Hijau di kompleks perumahan Cluster tadi. Ternyata oh ternyata, rumah Pak Kepsek juga berada di Perumahan ini. Suatu kebetulan bukan? Gue bisa aja sering-sering main ke rumah tante, walaupun dalem hati berharap semoga bisa bertemu dengan Maimunah, walaupun secara kebetulan seperti ini.

Maimunah menganggukan kepalanya, sebelum ia meneguk minuman kalengnya.

"Lo sendirian ngajar mereka?"

"Iya," Maimunah kembali menganggukan kepalanya.

"Lo gak takut ngajarin adik-adik sendirian, gitu? Gue bukan bermaksud memberikan stigma yang gak baik untuk anak jalanan. Tapi, lo tahu sendiri, kan, gimana anak jalanan itu?"

"Gue gak takut. Malah menurut gue, kita yang kaum intelektual ini yang seharusnya merangkul mereka untuk punya masa depan."

Maimunah menoleh kearah gue. Mata kita saling bertatapan, gue menelesik kedalam retina mata coklat itu. Mencoba mendalami pemikiran dan kepribadian dari gadis galak ini.

"Kita Kaum terpelajar, sudah seharusnya kita yang melakukan perubahan," Maimunah melanjutkan kalimatnya, dan memutuskan kontak mata di antara kita.

"Lo bener, Kaum Intelektual adalah agent of change. Generasi perubahan yang tempat untuk menciptakan generasi yang lebih baik lagi kedepannya," jawab gue pelan, menyetujui opininya.

"Gue berharap, dengan adanya transfer ilmu yang gue berikan, gue bisa mengubah sedikit kehidupan mereka untuk kedepannya,"

"Lo keren," puji gue tulus. 

"Gue aja belum pernah berfikir untuk merealisasikan ilmu-ilmu yang gue dapat ke masyarakat. Dan, lo, udah selangkah lebih maju dari pada gue,"

"Makasih, tapi gue gak punya duit receh, karna lo, udah muji gue,"

"Nih, anak, ya, baru gue puji dikit aja langsung timbul jiwa sombongnya," gerutu gue.

Maimunah tertawa mendengar gerutuan gue. Matanya menyipit, bibirnya tersenyum menampilkan gigi gingsul yang sempat gue liat di foto instagramnya. Wajahnya merah merona seiring dengan derai tawanya.

"Lo, tu, ya! Gak bisa banget dibawa becandaan,"

"Ya habis ... gue gak tahu, lo lagi bercanda atau serius tadi," keluh gue. "oh, iya, gue boleh ikutan lo buat ngajarin adik-adik, gak?"

"Lo seriusan mau ikut?" tanya Maimunah yang sepertinya tidak percaya dengan apa yang gue katakan.

"Iya, gue pengen bisa berbagi ilmu seperti lo,"

"Boleh, gue seneng kalo ada patner yang bisa bantuin gue gini,"

"Kalo gitu, gue boleh minta nomer handphone lo? Biar gue tau kapan aja jadwal ngajarnya." gue menyerahkan handphone pada Maimunah.

"Ini. Tapi inget, ya, hubungi gue kalo ada perlu aja!" deliknya tajam.

Belum juga gue hubungi, udah di kasih ultimatum tajem aja si hulk ini. Batin gue.

"Iya, iya," cicit gue.

"Ya udah, gue pulang dulu. Makasih udah anter gue sampai sini," Pamitnya.

"Gak mau gue anterin sampai rumah aja?" tawar gue.

Biar sekalian gue tahu, gitu, Mai, rumah lo yang mana.

"Gak usah. Gue deluan, ya. Bye ... "  ujarnya, lalu melambaikan tangan ke arah gue.

Yaahh, cepet banget, sih, pulangnya. Padahalkan masih mau berduaan sama lo, Mai.

"Bye," jawab gue pelan.

Tak berapa lama setelah kepergian Maimunah, handphone gue bergetar. Dan gue segera mengangkat panggilan itu.

"Bangke! Dimana lo? jadi Joging gak?" omel Guntur marah-marah.

Gue menepuk jidat.  Mampus! gue lupa kalo ada janji sama dua curut ini.

"Iya. Ini otw, kok,"

"Otw kemana lo bangke! dari tadi otw mulu, udah hampir dua jam kita berdua nungguin lo!"

"Iya ... iya, sabar. Kayak cewek PMS aja lo berdua. Bentar, sepuluh menit lagi gue sampai." gue langsung mematikan panggilan itu, sebelum kedua curut itu lebih mengamuk lagi.

Okey ... saatnya untuk joging~ gue menstater motor untuk menelusuri jalan menuju Stadion Utama.
.
.
.

Salam hangat, dari Ade yang selalu perhatiin Maimunah dari jauh 😜

Diketik : Selasa, 4 Februari 2020
Dipublikasikan : Selasa, 4 Februari 2020, Pukul 10:41 Wib

Ku MATIMATIKA (Mati-matian ngejar kamu) END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang