Sudah 15 menit dan kami masih saling berdiam diri bagaikan dua orang asing yang tak saling mengenal. Menarik napasku lagi dalam-dalam, akupun mencoba memberanikan diri untuk mencairkan suasana yang begitu kaku ini disela Finn yang sedang fokus menyetir.
"Kita akan kemana? Apakah masih jauh?" Tanyaku basa-basi. Meskipun aku tahu pria disebelahku ini pasti enggan memberitahu tujuannya.
"Nanti kau juga tahu sendiri."
Ya, sesuai dengan ekspektasiku. Dia masih bersikeras merahasiakannya.
"Boleh aku bertanya sesuatu padamu?" Aku mencoba sekali lagi.
"Tidak," jawabnya dengan spontan.
"Kenapa kau meninggalkanku saat di pesta?"
Finn menghembuskan napasnya keras dan kutahu dia mulai kesal padaku dengan menatapku begitu tajam usai mendengar pertanyaanku.
"Kenapa? Kau keberatan soal aku menciummu??"
Sontak aku menyipitkan kedua mataku. "Aku bahkan tidak ingin membahas soal itu,"
"Anggap saja itu kesalahan terbesarku padamu."
Sedikit menusuk hati, namun aku menggeleng menolak pernyataannya. "Tapi aku tidak menganggap itu sebuah kesalahan. Karena aku menikmatinya."
"Apa kau gila?" Tanyanya mulai ketus padaku.
"Tidak, Finn. Aku masih waras."
"Sekarang diamlah di kursimu atau kuturunkan kau di jalan sekarang juga!" Titahnya dan aku langsung mengatup mulutku dengan kedua tanganku.
Aku memutar mataku terang-terangan di depan matanya. Semakin kesini pria itu semakin suka membentakku. Dia yang menciumku dan dia pula yang memarahiku.
Dasar aneh!
Sesampainya di tujuan, kakiku merangkak turun dari mobil dan aku terkejut karena Finn ternyata membawaku ke sebuah kafe yang lumayan sering kukunjungi saat menghabiskan waktu utntuk mengerjakan tugas kuliahku bersama Steph. Aku mengikuti langkahnya yang memanduku hingga ke dalam kafe dan langkahnya berhenti setelah mencapai pintu. Aku masih belum tahu siapa sosok yang ingin dia kenalkan padaku. Aku masih terus memerhatikan wajah pria itu saat sorot matanya berkeliling mencari keberadaan seseorang yang dicarinya di kafe ini. Dan seseorang dari meja nomor 12 tampaknya tengah melambaikan tangannya ke arah kami. Finn langsung menarik lenganku agar mempercepat langkahku untuk menghampiri seseorang tadi.
Aku duduk tepat disebelah Finn dan sudah ada pria berambut cokelat gelap kini di hadapan kami. Aku masih dengan gelagatku yang curiga atas pria yang hendak dikenalkan Finn padaku. Sekilas pria itu menatapku penuh selidik namun tetap berusaha menampilkan senyumnya yang terkesan agak terpaksa padaku.
"Louis, perkenalkan ini Josephine," kata Finn langsung memperkenalkanku.
"Hai, Josephine. Senang bertemu denganmu," sapa pria tadi mengulurkan tangan kanannya untuk ku jabat.
"Hai," ucapku agak kikuk membalas jabatan tangannya.
"Sesuai perjanjian kita, kau harus membuat kecurigaan publik atas kedekatan kalian. Setidaknya kalian mengadakan pertemuan diam-diam dibelakangku," kata Finn langsung ke inti dan spontan aku terperangah.
Tidak disangka ucapan Finn waktu lalu terkait hubungan palsu kami yang akan berakhir dengan perselingkuhanku itu benar adanya dan masih akan tetap berlanjut. Saat ini aku merasa posisi diriku dimatanya benar-benar hanyalah sebagai boneka. Dia mengendalikanku sepenuhnya atas kekuasaan yang dia punya. Meski begitu miris, namun aku masih belum menyerah atas ambisiku untuk membuat pria itu jatuh cinta sungguhan padaku. Akan kupastikan Finn yang justru terperangkap secara nyata dalam kisah cinta palsu rekaannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Darling
RomanceJosephine Clarke, seorang mahasiswi tingkat dua yang merangkap sebagai kakak juga ibu bagi adiknya yaitu Bily Clarke. Kehidupannya tidak berjalan mulus saat keputusannya meninggalkan Nashville untuk melanjutkan pendidikannya di New York University...