BAB 11

7.3K 265 15
                                    

Warning adult content 18+

••••

-Finneas's POV

Aku tahu bahwa dia tidak bisa menolakku dan itu membuatku lebih senang dari seharusnya. Aku tidak pernah berpikir kalau dia akan menerima sentuhanku dan membalasnya dengan penuh gairah. Ketika aku berhasil melempar kemejanya ke sembarang arah, aku benar-benar bisa merasakan mataku mencoba keluar dari kepalaku ketika memegang bagian tertutup dari tubuhnya. Bra berenda hitamnya nyaris tidak bisa menahan payudaranya yang penuh di dalam. Aku melepas pengaitnya dan segera menyapu keduanya dengan bibirku.

Penampilan tubuhnya dari luar cukup menipu. Aku tak menyangka dia memiliki tubuh yang sempurna juga payudara yang begitu indah. Mulutku terus bermain di tengahnya hingga membuatnya mengeras, tangan kiriku meremas sebelah payudaranya lagi dengan lembut. Mulai kudengar napasnya yang berhembus begitu keras ke arah wajahku, menikmati sensasi dari sentuhanku hingga membuat wajahnya tak keruan merasakan nikmatnya. Dari caranya menanggapiku, aku berani bertaruh kalau dia belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.

Sampai akhirnya aku menggendong tubuhnya dan menjatuhkannya ke atas kasur. Aku melanjutkan dengan menanamkan ciumanku dari lehernya terus sampai ke bagian perutnya. Aku menyukai responsnya yang liar saat dia meraih rambutku ditangannya dan mendorong kepalaku ke bawah dimana dia menginginkannya.

Pikiran ini sungguh menggangguku, sebab tiba-tiba saja terlintas di kepalaku bahwa yang telah kulakukan padanya mungkin sudah terlalu jauh. Aku bukan tipikal yang suka menyentuh wanita sembarangan. Namun saat pertama kali merasakan sentuhan bibirnya, aku terhanyut. Caranya menyambutku mirip dengan Evelyn. Semua yang ada pada dirinya mengingatkanku kembali pada istriku. Sial! Mungkin ini kejam baginya, namun aku sama sekali tidak bermaksud mengungkit masa laluku lantas menjadikannya sebagai pelampiasan perasaanku. Bahkan aku tidak ingin kalau Jo disamakan dengan Evelyn. Sebab aku mencintai istriku dengan tulus bukan pura-pura seperti hubungan yang kami lakukan seperti ini. Aku menggelengkan kepalaku lantas menghentikan aksiku.

"Kenapa kau berhenti?" Rengeknya dan menatapku memelas. Aku masih belum menemukan kata-kata yang pas untuk alasan menghentikannya di tengah situasi kami yang sudah begitu intim ini.

"Apa kau masih perawan, Jo? Responsmu padaku sungguh menggebu-gebu." Aku tidak tahu apakah ucapanku akan menyinggung perasaannya atau tidak. Aku hanya ingin memastikan langsung darinya.

Gelagatnya berubah gugup dan dia terdiam beberapa detik sebelum menjawab, "Ya ... aku ... masih. Kau tidak menyukainya? Kau khawatir ya kalau kau tidak akan menikmatinya??" Dia bertanya dan aku hening. Pertanyaannya yang lebih condong agresif seolah menguji kejujuranku. Apa aku pernah menyukai sedikitpun tentangnya?"

"Kumohon ..." suara yang keluar dari mulutnya membuatku luluh. Ditambah lagi tangannya bergerak liar menggenggam milikku yang sudah mengeras dibalik handukku.

Persetan semuanya!

Aku tidak bisa menghentikannya. Ini hanya akan memalukan diriku seolah aku pria tidak normal jika aku menolaknya. Dia menginginkanku begitu pula diriku. Kurasa tak ada yang salah akan hal itu.

Melihat wajahnya yang seakan memintaku memberi perlakuan lebih padanya, membuat kedua tanganku kembali bergerak turun untuk melepas celana jeans-nya dan sebelah tanganku masuk untuk merasakan sesuatu dibalik celana dalamnya.

"Kau sangat basah, Jo," suaraku begitu lembut dan menggoda saat matanya mulai sayu memandangku. Kata-kata nakal ini seolah keluar dengan refleks tanpa bisa kusaring. Ketika celana dalamnya mencapai di pergelangan kaki, aku mendekatkan wajahku diantara kedua kakinya. Dia menggeliat-geliut saat lidahku meraba pada kumpulan sarafnya yang paling sensitif.

The Billionaire's DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang