BAB 39

4K 186 16
                                    

Tiba di kediaman bibiku, aku langsung mencoba menekan bel rumahnya. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya sejak perpisahan kedua orang tuaku, dan aku juga baru tahu dari ibuku dua minggu yang lalu bahwasannya bibi Hazel ternyata tinggal di kota yang sama dengan yang kutinggali. Namun, dia baru saja pindah ke kota ini dikarenakan suaminya dipindah tugaskan di salah satu restoran besar di Brooklyn dengan profesi yang sama yaitu sebagai koki.

Dengan begitu aku merasa masih memiliki harapan untuk meminta ketersediaannya untuk menampungku selama beberapa hari di rumahnya. Semoga saja dia berbaik hatiku padaku.

"Seriously??? Apa kau benar-benar Jossie???" Responsnya justru tak kalah mengejutkan dengan diriku usai ia membukakan pintu. Penampilan bibi Hazel saat ini benar-benar jauh berbeda dari yang terakhir kali kulihat. Dia sungguh terlihat sangat menyeramkan dengan dempulan makeup yang bagiku sangat berlebihan jika hanya ia habiskan untuk di rumah saja.

"Apa kau ... benar-benar Bibiku??" Aku kembali bertanya sambil menyipitkan kedua mataku.

Wanita itu tertawa keras sebelum akhirnya memelukku dengan sangat erat. "Astaga aku semakin yakin kalau kau memang keponakanku yang lugu dan menyebalkan. Apa kau tidak merindukanku?? Ya, ampun bagaimana kabarmu?? Apa kau masih perawan??"

"Oh, shit! Bibi ... jaga bicaramu di depan temanku!!" Aku refleks melepaskan pelukannya kemudian memelototinya dengan tajam sebelum melirik ke arah Louis yang tampak tertawa kaku.

Bibi Hazeline, adik kandung ibuku, sejak dulu memang terlalu frontal dalam berbicara. Bahkan tepat di hari ulang tahunku yang ke-17 dia memberiku kado beberapa kotak kondom dengan sepucuk surat yang bertuliskan "Have a nice sex, Jossie :)." Benar-benar memalukan!

"Temanmu? Benarkah?? Apa kau tidak ingin menjadi kekasih keponakanku, Tampan??" Tanyanya dengan genit. Mendengarnya berbicara seperti itu, membuatku lagi-lagi refleks membekap mulutnya.

"Oh ... Louis, maafkan Bibiku. Anggap saja dia sejak tadi tidak berbicara, ya??" Kataku memelas padanya.

"Jossie ... tidak ada salahnya untuk-"

"Semua akan salah jika itu keluar dari mulutmu, Bibi!" Rengekku dengan kesal.

Mendengar kami berdua sibuk berdebat, membuat Louis menggeleng tertawa. "It's okay, Josephine. Bibimu benar-benar menggemaskan," guraunya yang malah menggoda bibiku.

"Aku bilang juga apa. Kalau aku masih muda sepertimu, pasti Ruby juga akan menyukaiku. Kau tahu?"

"Louis, Bi! Namanya Louis!" Aku menepuk keras jidatku.

"Ya ... ya ... ya maksudku Louis. Ayo masuk, kita sebaiknya berbincang di dalam saja," ajak bibiku mempersilahkan masuk.

"Maaf Bibi, mungkin lain waktu. Soalnya aku harus pergi ke kantor sekarang."

"Benarkah??" Tanyaku kaget.

Pria itu mengangguk. "Kau tidak apa kan kalau aku tinggal sekarang??"

"Ya ... ya tentu saja. Terima kasih banyak karena sudah menyempatkan waktu untuk mengantarku kemari."

"Sama-sama. Jaga dirimu baik-baik. Kalau kau butuh sesuatu jangan sungkan untuk segera menghubungiku, ya?"

"Baiklah." Aku mengangguk tersenyum.

"Kalau begitu aku permisi dulu, Bibi."

"Ya ampun ... panggil aku Hazel saja! Kau benar-benar membuatku terlihat tua!" Gerutu bibiku yang membuatku ingin memuntahkan seisi perutku ke arahnya.

Louis hanya tersenyum membalasnya sambil melambaikan tangannya saat berjalan menuju mobilnya.

Bibi Hazel mencolek lenganku hingga aku terpaksa menarik pandanganku padanya. "Jadi, apa kau benar-benar masih perawan, Jossie?" Bisik bibiku dan aku menutup telingaku rapat-rapat sambil melangkah cepat untuk masuk.

The Billionaire's DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang