-Josephine's POV
Aku tidak mengerti mengapa pria itu masih berusaha menghubungiku setelah apa yang ia lakukan padaku. Untuk mengatakan kalau ia tidak membutuhkanku lagi? Atau ... memutuskan hubungan kami? Astaga aku benar-benar bodoh! Memangnya sejak kapan ia menganggap kebersamaan kami adalah suatu hubungan yang serius? Seharusnya setiap saat aku menyadari bahwasannya hubungan ini tidak pernah nyata. Sama sekali tidak nyata! Dia hanya mempermainkanku, kemudian mencampakkanku setelah semua keinginannya tercapai. Aku tidak bisa memutuskan apakah dia aktor yang hebat atau pembohong yang hebat. Yang jelas, aku mengakui kemenangannya malam ini dengan seribu jempol.
Setelah membanting ponselku hingga layarnya retak seribu, aku langsung melemparnya ke sembarang arah dengan sekuat tenaga. Rasanya aku ingin mengenyahkan semua barang pemberian pria itu. Lagipula, aku tidak butuh untuk berkomunikasi dengan siapapun lagi mulai detik ini. Aku hanya ingin menjalani hariku bebas tanpa gangguan. Hatiku sudah terlanjur sakit. Aku memang begitu lemah, mengingat semua yang telah terjadi hanya membuatku semakin menangis seperti orang tidak waras. Sekarang, aku tidak tahu arah kemana akan pergi. Aku sangat takut jika ada yang mengenaliku dan memaksa membawaku kembali pulang ke hadapan si brengsek itu. Tapi apa daya, aku tidak membawa apapun saat ini selain gaun yang menempel di tubuhku beserta clutch yang bahkan di dalamnya hanya ada beberapa lembar uang saja. Aku juga tidak yakin apakah itu cukup untuk modalku bertahan hidup berapa hari ke depan. Miris.
Sepanjang jalan, aku tak henti-hentinya berpikir tentang apa yang baru saja aku lakukan. Aku tahu aku telah mengambil langkah untuk meninggalkan Finn, tetapi aku benar-benar perlu memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Kehidupanku akan jauh lebih menyakitkan setelah ini. Apakah menjadi orang tua tunggal untuk anakku kelak adalah keputusan terbaik? Tapi, bagaimana jika Finn telah mengetahui soal kehamilanku? Akankah ia juga akan merebut anakku nantinya setelah ia menghancurkan semua kebahagiaanku?
Tentu saja aku tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Tidak satupun. Yang dapat kujawab hanyalah aku membencinya sekarang. Aku telah banyak menghabiskan waktu di rumah terkutuknya hingga tidak tahu dengan segala yang telah ia rencanakan di luar sana. Dia berhasil mengaburkan pikiranku dan membuatku merasa tidak yakin dengan diriku sendiri. Aku benci memikirkan banyak hal sekarang dan kemarahanku terhadapnya hampir mencapai titik didih. Aku akhirnya mempercepat langkahku karena mulai kurasakan setetes demi setetes air hujan membasahi kulitku. Sungguh menambah penderitaanku.
Langkahku perlahan terhenti saat kurasakan kedua kakiku semakin sakit ketika dipaksa berjalan. Meski demikian, aku belum ingin menyerah. Bagaimanapun juga aku tidak boleh membuang waktu dengan berteduh sembari mengistirahatkan kakiku jika tidak ingin seseorang mengenaliku dan membawaku pulang. Dan ... ya, betapa cengengnya aku karena menangis lagi sekarang.
Aku langsung memalingkan wajahku saat kudengar bunyi klakson mobil di sampingku. Mataku mengelilingi sekitar, namun tak ada satu orangpun yang berjalan di tengah-tengah hujan begini selain diriku. Dia kembali menekan klaksonnya, sehingga aku yakin seratus persen orang yang di dalam mobil itu sedang berusaha memanggilku. Dengan sekuat tenaga aku memaksakan kakiku agar melangkah lebih cepat. Semakin aku mengabaikannya, semakin gencar pula ia mengikutiku. Aku menambah kecepatan langkahku menjadi berlari kecil, hingga pada akhirnya kedua kakiku berakhir fatal dengan mendapatkan sudut kakiku yang kini berdarah. Belum juga menyerah, aku lantas melepaskan sepatu heels sialan ini dan memilih berjalan tanpa alas kaki saja. Namun sepertinya kondisi kakiku sudah terlampau parah saat kudapati buku-buku jari kakiku juga terluka bahkan berdarah akibat gesekan sepatu heels yang kukenakan ketika berlari sejak tadi.
Oh, shit!!
"Josephine ... hei tunggu! Apa kau baik-baik saja??"
Aku mendengar suara seorang pria yang sepertinya tak asing di telingaku. Kembali menolehkan pandanganku ke arah mobil tadi, betapa terkejutnya aku ketika melihat sosok yang kutemui saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Darling
RomanceJosephine Clarke, seorang mahasiswi tingkat dua yang merangkap sebagai kakak juga ibu bagi adiknya yaitu Bily Clarke. Kehidupannya tidak berjalan mulus saat keputusannya meninggalkan Nashville untuk melanjutkan pendidikannya di New York University...