BAB 20

5.7K 211 0
                                    

- Josephine's POV

Aku masih duduk diam dengan tenang tanpa berbicara sedikitpun kepada Ralph yang kulihat masih asyik dengan ponselnya. Suasana menjadi begitu kaku, sementara Finn belum juga selesai mandi. Saat mata Ralph tak sengaja melirikku, aku langsung berpura-pura beralih mengecek ponselku. Begitu pula sebaliknya. Dari sikapnya seperti itu aku bisa menarik kesimpulan kalau dia sebenarnya pria yang sangat ... tidak ramah.

"Apa kau berteman dengan Finn sudah lama?" Tanyaku memberanikan diri untuk memecah keheningan antara kami berdua. Kalau menunggu pria itu bicara, rasanya sampai empat musim berganti juga tidak akan mungkin.

Dia langsung menarik pandangan dari ponselnya untuk melihatku. Kemudian dia mengangguk pelan. "Kami mulai berteman saat di bangku kuliah. Dulu aku hanyalah orang biasa. Atau lebih tepatnya, miskin. Finn yang membantuku hingga bisa sesukses sekarang. Apalagi sejak dulu dia tidak pernah memilih-milih untuk berteman. Walau sikapnya ketus dan juga kejam, tapi dia pria yang baik hati," ungkapnya panjang lebar, ditambah lagi dia tersenyum kepadaku hingga aku menganga. Satu pertanyaanku sudah bisa menjawab beberapa pertanyaan lain yang masih mengayun di kepalaku. Sepertinya aku salah mengira kalau Ralph pria yang tidak ramah.

Aku tersenyum kecil sambil menganggukkan kepalaku. Setelah itu aku tidak tahu apa yang akan kutanyakan lagi padanya. Sebab aku takut untuk bertanya hal-hal yang berbau pribadi kepadanya. Seperti siapa kekasihnya, apa pekerjaannya, dimana orang tuanya, dan kurasa lebih baik aku diam saja sampai dia yang balik bertanya padaku.

"Apa kau menyukai Finn??" Dia langsung melontarkan pertanyaan yang menohok padaku, hingga aku terbatuk beberapa kali karena terkejut.

"Kenapa kau bertanya seperti itu??" Tanyaku balik dengan heran. Sebaik mungkin tadi aku menjaga mulutku agar tidak menanyakan hal berunsur sensitif padanya, tapi justru dialah yang malah menanyaiku soal hal yang menurutku sangat sensitif.

Sial sekali!

Ralph mengedikkan bahunya, sejurus kemudian ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Hanya penasaran," ucapnya santai.

"Oh ..." Jujur aku bingung harus menjawabnya bagaimana. Jika kukatakan yang sebenarnya, bisa saja dia akan menyampaikan pada Finn perihal perasaanku pada pria itu. Dan jika Finn sampai tahu, aku yakin sembilan puluh sembilan persen saat ini dia akan memecatku karena perasaan gila yang kumiliki ini. Tetapi satu persennya lagi aku masih sedikit memiliki keyakinan kalau pria itu akan bisa menerimaku. Entahlah, aku hanya selalu merasa kalau aku punya harapan.

"Aku tidak menyukainya. Lagi pula kami hanya sandiwara, kan? Aku rela melakukannya semata-mata demi gajiku yang tiga kali lipat," lanjutku terdengar meyakinkan. Dalam hati aku berdoa pada Tuhan agar melupakan ucapanku yang penuh dusta barusan.

"Apa dia tidak pernah menyentuhmu selama ini?"

"Hah???" Mataku membulat sempurna. Dia kembali berhasil membuatku terkesiap kedua kalinya. Pertanyaan yang pria itu lontarkan justru jauh lebih mengejutkan ketimbang film horror.

"Maksudku ... like sex? Or just-"

"Tidak ... tidak!" Potongku setengah berteriak. Aku tidak ingin mendengarnya lebih jauh lagi mengorek hal pribadiku. "Dia tidak melakukannya padaku," ungkapku jujur. Nyatanya kami memang tidak pernah berhubungan sex kecuali ... ah pikiranku langsung iya-iya jika membayangkannya lagi.

"Ya, aku mengerti sekarang." Pria itu manggut-manggut sedangkan aku tak mengerti apa yang ia maksudkan.

"Apa yang kau mengerti?" Kataku kembali bertanya karena penasaran.

"Ini hanya asumsi yang dapat kusimpulkan dari dirinya kalau sebenarnya dia mungkin ... menyukaimu. Semua wanita yang pernah dekat dengan Finn, mereka pasti sudah pernah berhubungan sex dengannya. Dan ... sehabis itu dia akan melupakannya. Berbeda saat dengan Evelyn, anak itu justru tidak ingin melakukannya. Malah tidak lama kemudian dia melamar wanita itu dan segera menikah. Dia memang agak aneh."

The Billionaire's DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang