Aku terbangun dari tidurku pagi-pagi sekali dan Finn sudah tidak ada disebelahku. Hari ini dia pergi lagi. Yang jelas aku tak tahu kemana tujuannya. Mungkin dia masih menyimpan rasa kesalnya padaku, sebab dari pertengkaran semalam dia belum ada berbicara sepatah katapun padaku. Begitupula aku. Mulutku enggan untuk memulai berbicara padanya karena apa yang kurasakan lebih jauh sakitnya dari apa yang dia rasakan.
Seperti yang pernah kupikirkan, aku harus mencari tahu apa sebenarnya tujuan pria itu datang kemari dengan mengajak diriku. Setidaknya aku pasti menemukan satu petunjuk yang sekiranya menjadi acuanku dalam mencari tahu rencananya.
Aku merogoh isi laci di meja dan tak menemukan satu barangpun disana. Kemudian aku beralih untuk membongkar isi kopernya, namun sudah kosong. Mataku bergerak memutari isi kamar ini sampai terhenti pada satu objek yang membuat diriku tergerak untuk memeriksanya. Aku mengambil kursi dari sebelah ranjang kemudian mengangkatnya ke depan lemari. Dengan hati-hati aku berdiri di atas kursi dan meraba bagian atas lemari tadi. Dan betapa terkejutnya tanganku mendapati sebuah kotak kecil yang kutahu pasti miliknya Finn. Perlahan aku kembali turun dan duduk diatas kasur untuk membongkar isinya.
Ada beberapa lembar foto yang aku memang tidak tahu siapa orang di dalam foto itu. Ada dua orang pria, yang satunya bersetelan rapi seperti tampilan Finn dan yang satunya lagi memiliki wajah seram dengan balutan jaket hitam di tubuhnya. Di gambar ini mereka terlihat sedang bertransaksi uang. Siapa mereka? Mengapa Finn menyimpan foto-foto ini? Ini membingungkan. Sebaiknya besok aku harus mencoba mengikuti kemana Finn pergi demi mengulas rasa penasaranku terhadapnya.
Handel pintu kamarku bergerak dan aku langsung memasukkan foto-foto tadi ke dalam kotak asalnya. Aku tidak tahu kalau Finn akan pulang secepat ini. Kalau sempat dia tahu aku telah mengambil kotak ini, dia pasti akan membunuhku karena sudah berani mencampuri urusannya.
Tuhan ... kumohon bantu aku ...
"Kau sudah bangun?" Suara yang pertama kali kutangkap dan aku langsung membuka mataku yang terpejam karena takut. Yang datang ternyata bukan Finn, melainkan Nate.
Tunggu. Nate? Sejak kapan dia ada di vila ini?
"Ya, aku sudah bangun. Kenapa kau ada disini?" Jawabku sedikit gugup sembari merapihkan beberapa foto tadi dan memasukkannya ke dalam kotak.
"Kau lupa dengan ucapan kakakku semalam? Aku bertugas untuk menjagamu disaat dia pergi."
Hatiku sangat lega. Sepertinya Nate tidak begitu ingin mempertanyakan soal kotak yang kupegang ini. Aku manggut-manggut kemudian tersenyum kilat ke arahnya. Ini akan membuatku sulit untuk pergi dari vila ini karena Nate akan terus menguntitiku kemanapun aku pergi. Lagi-lagi aku harus berpikir keras mencari cara agar Nate punya kesibukan lain sehingga tidak sempat menjagaku.
"Aku hampir lupa. Kalau begitu aku mau mandi dulu. Kau ... bisa tunggu di luar, kan?"
"Baiklah. Kutunggu kau di luar untuk sarapan," ucapnya lalu pergi dari kamarku.
Aku mengambil satu lembar foto tadi dan memasukkannya ke dalam tasku sebelum mengembalikan kotak tadi ke tempat semula. Setelah itu, aku langsung meraih handuk di gantungan untuk segera mandi sebelum akhirnya bergabung dengan Nate di meja makan.
••••
Waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang namun Finn belum juga kembali. Sudah berjam-jam aku memberenggut bosan di kamarku dengan menonton film. Tidak mungkin aku menghubungi pria itu semenjak dia mengatakan mentah-mentah perasaannya kalau dia tidak menyukaiku. Benar-benar memalukan! Sebaiknya aku keluar dan bertanya kepada Nate saja kemana sebenarnya kakaknya itu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Darling
RomanceJosephine Clarke, seorang mahasiswi tingkat dua yang merangkap sebagai kakak juga ibu bagi adiknya yaitu Bily Clarke. Kehidupannya tidak berjalan mulus saat keputusannya meninggalkan Nashville untuk melanjutkan pendidikannya di New York University...