Aku meninggalkan mereka berdua dengan alasan ingin membeli minum diluar. Finn juga kelihatannya tak mempedulikanku sehingga aku semakin tidak keberatan untuk belama-lama mencari udara segar di luar rumah sakit ini.
Rasanya baru kemarin aku merasakan sakit di hatiku dan kini sakit itu kembali muncul tanpa diduga-duga. Hal ini begitu membuatku bimbang dan tidak nyaman. Diaaat aku hendak melupakan semua yang terjadi antara aku dan Finn, pria itu malah tiba-tiba datang dengan membawa harapan baru lagi padaku. Dan lihatlah, dia kembali menghancurkan harapan yang kupunya sampai berkeping-keping.
Mataku menyapu ke sekitar mencari tempat duduk yang sekiranya dapat membuat suasana hatiku tenang. Sepertinya aku akan duduk di kafe yang tak cukup jauh dari sini.
Aku memesan es matcha latte kesukaanku sembari menunggu waktu makan siang. Sendiri, tanpa ada yang menemani. Aku meraih ponselku, mendengarkan lagu melalui earpods-ku upaya menghilangkan suntuk saat berada disini.
Belum habis satu lagu terputar, tiba-tiba aku merasakan seseorang di belakangku menepuk pelan pundakku. Otomatis aku menoleh ke belakang namun tidak menemukan siapa-siapa. Saat wajahku kembali lurus ke depan, betapa terkejutnya aku saat menemukan Finn kini sudah duduk tepat dihadapanku dengan wajah datarnya.
"Kau mengerjaiku?!" Tanyaku dengan kesal. Aku hampir saja pingsan melihat wujudnya yang tiba-tiba muncul seperti hantu.
Pria itu tak menggubris pertanyaanku melainkan memanggil pelayan yang ada di samping kami untuk memesan minuman. Setelah selesai, dia kembali menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Ada apa?" Aku kembali bertanya dengan sinis. Sejujurnya saat ini suasana hatiku sedang buruk, sehingga aku tidak ingin banyak bicara padanya.
"Apa kau sedang berusaha menghindari Nessie makanya kau tidak kembali lagi ke rumah sakit?" Pertanyaannya yang cukup menohok berhasil membuatku tersedak saat aku sedang menghisap minumanku.
"Jangan terlalu gugup, Jo," sambungnya lagi, dia masih terus memerhatikan gelagatku.
Finn membuatku kehilangan kata-kata saat perkiraannya soal diriku memanglah benar. Aku bahkan bukan hanya ingin menghindari Nessie melainkan dirinya juga.
"Untuk apa aku menghindarinya? Aku juga tidak mengenalnya," kataku mencoba berkilah. Dan sepertinya aku memang tidak mahir dalam menyembunyikan sesuatu. Buktinya dia malah tersenyum kecil saat mendengar jawabanku.
"Justru itu, kau pasti mengira dia memiliki hubungan spesial denganku, bukan?"
"Kalau memang iya juga bukan urusanku, kan? Lagipula aku hanya kekasih palsumu," tuturku dari hati sekali.
"Aku tahu bagaimana wajahmu saat kau sedang kesal padaku. Kalau kau merasa cemburu juga tidak apa." Dia kembali tersenyum dengan rasa percaya dirinya. Sekarang rasa kesalku berkali lipat melihatnya.
Sialnya aku kehilangan kata-kata sekarang. Finn mulai menjebakku lewat perkataannya. Bagaimanapun juga, dia seharusnya tetap menjaga perasaanku meskipun hanya sebagai kekasih palsunya. Apa itu begitu sulit untuknya???
"Bagaimana kalau aku tidak cemburu?" Tanyaku menantangnya.
Dia mengedikkan bahu. "Entahlah, aku hanya merasa kalau kau seperti itu," ucapnya seperti tidak serius.
Oh ... ternyata hanya menebak-nebak saja.
"Semua perkiraanmu salah. Aku hanya tidak bisa mencium bau-bau seperti disinfektan dan obat-obatan di rumah sakit. Kepalaku langsung pusing. Makanya aku memutuskan untuk menunggu disini saja," jawabku lumayan logis. Nyatanya aku memang sedikit tidak nyaman dengan bebauan di rumah sakit. Makanya sebaik mungkin aku menjaga kesehatanku agar aku tidak sampai berakhir dirawat di rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Darling
RomanceJosephine Clarke, seorang mahasiswi tingkat dua yang merangkap sebagai kakak juga ibu bagi adiknya yaitu Bily Clarke. Kehidupannya tidak berjalan mulus saat keputusannya meninggalkan Nashville untuk melanjutkan pendidikannya di New York University...