Ketika mataku terbuka, aku langsung mengerjap cepat lalu meraih ponselku yang berada di atas nakas. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Dan aku masih tertidur pulas di kamar Finn. Yang membuatku aneh, mengapa ibuku maupun Bily tidak menghubungiku? Padahal sebelumnya jika aku pulang terlambat, mereka pasti sibuk sekali menelponiku tanpa henti.
Aku mencoba mengangkat kepalanya yang terbentang di dadaku dan menggeser pelan tangannya yang melingkari pinggangku. Aku akui, aku tidak ingin meninggalkan tempat tidur ini, meninggalkan Finn, tapi aku harus melakukannya. Saat tubuhku berhasil keluar dari tempat tidur, aku mengembuskan napas lega. Sebab Finn masih setia dengan posisi tidur nyenyaknya. Aku mengutip pakaianku yang berserakan di lantai untuk kembali kukenakan. Wajahku terus menampilkan senyum jengah setiap kali mengingat apa yang telah kami lakukan di ranjang.
Baru beberapa langkah keluar dari rumah megah Dorton, aku memukul keras keningku atas kebodohanku yang ingin pulang di waktu seperti ini. Jelas, mana ada bis yang lewat di jam segini. Ditambah lagi aku tidak tahu harus meminta bantuan siapa untuk mengantarkanku pulang. Tidak mungkin rasanya aku membangunkan Finn hanya untuk meminta jasanya mengantarku pulang tengah malam begini. Yang ada, dia malah akan memarahiku dan menyuruhku menginap saja dikamarnya tanpa memedulikan ibuku yang mungkin saja tengah menantiku dengan tongkat baseball Bily di depan pintu apartemen.
"Kakak ipar?"
Suara Nate langsung menghiasi telingaku kala aku berbalik untuk kembali ke rumah Dorton. Tentu saja wajahku panik bukan main karena di waktu seperti ini kemungkinan besar yang kudengar barusan adalah suara hantu yang sedang menjelma menjadi Nate.
"Kumohon, jangan ganggu aku! Aku berjanji tidak akan keluyuran tengah malam lagi seperti ini!" Aku masih memejamkan kedua mataku meskipun telah selesai berbicara.
Kemudian kurasakan ujung botol minuman mendarat sedikit keras di permukaan keningku hingga aku terpaksa membuka mataku karena penasaran.
"Hei, jaga bicaramu! Wajah setampan ini kau kira hantu?? Kau benar-benar ..." Nate menarik napasnya lagi kesal. "Kalau Finn bukan kekasihmu, maka aku tidak segan-segan akan memukulmu dengan botol ini!" Katanya tidak terima sambil memeragakan gerakan melempar botol tadi ke arahku.
Aku mengelus dadaku merasa lega, sejurus kemudian menatapnya sambil tertawa. "Okay ... okay maafkan aku. Kukira kau sedang tidak di rumah seharian ini. Soalnya sejak pagi aku sama sekali tidak ada melihatmu," kataku dan keningku berkerut karena berpikir. "Lagipula apa yang kau lakukan tengah malam begini disini?" Lanjutku sambil mengedarkan pandanganku ke sekeliling kami lagi.
"Ini rumahku. Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kau masih ada disini? Bukannya seharusnya kau sudah pulang sejak tadi?" Dia melemparkan tatapan curiga saat bertanya padaku.
Aku menganggukkan kepalaku. Dia benar-benar ahli membuatku mati kutu lewat pertanyaannya. "Ya, kau benar. Aku tadi ... ikut membantu Finn menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Makanya aku baru bisa pulang sekarang." Bohongku tanpa ingin mencari alasan logis lainnya. Hatiku masih was-was, semoga saja pria itu percaya.
"Benarkah? Terus dia ada dimana sekarang? Apa dia tidak mengantarmu pulang?"
Sudah kuduga, Nate akan selalu mempunyai banyak pertanyaan bahkan disaat keadaan darurat seperti ini. Selain menyebalkan, anak itu ternyata sangat menyusahkan.
"Dia sedang di kamarnya sekarang. Aku tidak ingin merepotkannya untuk mengantarkanku pulang."
"Dan dia menyetujui keputusanmu untuk pulang sendiri?? Astaga, dia benar-benar pria yang tidak bertanggung jawab! Aku akan menegurnya besok karena sudah menelantarkan wanita setelah meminta bantuannya hingga larut malam. Kau tenang saja," ucap Nate berusaha membelaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Darling
RomanceJosephine Clarke, seorang mahasiswi tingkat dua yang merangkap sebagai kakak juga ibu bagi adiknya yaitu Bily Clarke. Kehidupannya tidak berjalan mulus saat keputusannya meninggalkan Nashville untuk melanjutkan pendidikannya di New York University...