Haii guys. Just for your information. Ada sedikit perubahan nih. Jadi, diawal cerita tokoh utama pria nya kan bernama "Fiennes", dan mungkin banyak dari kalian yang salah pengucapan atau bingung kan cara manggilnya gimana. Jadi aku ubah jadi "Finneas" dengan panggilannya yaitu "Finn" biar lebih gampang. Semoga gak pada keberatan ya?? 😊
By the way, aku juga udah ganti semua nama Fiennes menjadi Finn di cerita ini. So, bagi kalian yang masih kedapatan nama yang belum terganti, bisa langsung komen aja ya. Thank u 😙
••••
"Jay-jay bangunlah, ayo sarapan!" Teriak ibuku sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarku.
Aku langsung mengerang kesal dan menggeliat di kasurku saat kudengar suara wanita yang begitu kubenci berteriak memanggiliku sepagi ini.
"Iya-iya aku mendengarnya!" Sahutku ikut berteriak. Aku beranjak dari kasurku kemudian mencuci muka sebelum akhirnya bergabung di meja makan untuk sarapan.
Saat keluar dari kamar, aku langsung menemukan Bily dan juga ibuku yang tengah berbincang sembari menanti kedatanganku. Wanita itu tersenyum simpul, melihat wajah tanpa ekspresiku ini saat menarik kursi di hadapannya.
"Makanlah. Ibu sudah membuat oatmeal dan juga pancake."
Aku memilih meraih oatmeal yang ada di mangkuk tanpa berniat untuk sekadar mengucapkan terima kasih atas hidangan sarapan pagi ini, apalagi untuk berbasa-basi padanya.
"Sampai kapan kau akan terus marah padaku??" Ibuku bertanya sebelum menyentuh makanan di piringnya. Dia masih memandangi setiap gerak-gerikku dengan saksama.
Hal yang paling kubenci adalah ketika aku baru bangun tidur, namun sudah dihadapkan dengan pertanyaan yang cukup menguras emosiku pagi ini.
Sudah kutekankan dalam hati bahwasannya aku memang sedang tidak berselera untuk membahas apapun padanya. Termasuk menyesali semua yang telah terjadi antara aku dan ibuku. Ini hanya akan menjadi momen klasik jika ibuku kemudian meminta maaf padaku, lalu keesokannya, dia kembali pergi dan melupakan semuanya. Jika dia masih menantiku untuk berkomentar, maka dengan terpaksa aku akan melakukannya.
"Aku tidak akan pernah bosan untuk terus marah padamu, Jean. Seperti halnya dirimu yang tidak pernah bosan meninggalkan kami lalu datang lagi sesuka hatimu seperti tamu yang tak diundang," kataku dengan sarkas.
"Sisakan sedikit rasa sopanmu untuk Ibu, Jo," bisik Bily mengingatkanku agar aku bisa lebih halus dalam berucap.
Bukannya marah, ibuku justru tersenyum lirih atas semua kalimat pedas yang kuutarakan untuknya. Dia menatapku penuh harap, seolah mengunci mataku agar melihatnya iba dengan wajah yang memelas seperti itu.
"Ibu tahu betapa bodohnya diri Ibu selama ini. Semenjak kepergian Ayah kalian, Ibu akui kalau Ibu benar-benar kehilangan arah untuk berjuang membesarkan kalian dengan seorang diri. Ada beberapa alasan yang belum bisa Ibu ceritakan kenapa beberapa bulan ini Ibu menghilang tanpa ada kabar. Setelah Ibu siap, Ibu berjanji akan menceritakannya," jelas ibuku, aku melihat raut kecemasan di wajahnya usai dia mengucapkannya.
"Ibu tidak perlu khawatir, kami berdua akan selalu siap menjadi pendengar Ibu kapan saja," hibur adikku.
Aku tidak tahu kenapa Bily menjadi mudah memaafkan wanita itu dalam waktu sesingkat ini. Dia justru sepertinya sama sekali tidak mengingat betapa kejamnya ibuku waktu itu saat menelantarkan kami di New York tanpa mengirim sepeser uang pun untuk kami makan, membayar uang sekolah maupun cicilan tempat tinggal. Dia bahkan tahu bagaimana kerja kerasku selama ini untuk mencukupi kebutuhan kami hingga saat ini aku bisa bekerja di keluarga Dorton dengan gaji yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Darling
Любовные романыJosephine Clarke, seorang mahasiswi tingkat dua yang merangkap sebagai kakak juga ibu bagi adiknya yaitu Bily Clarke. Kehidupannya tidak berjalan mulus saat keputusannya meninggalkan Nashville untuk melanjutkan pendidikannya di New York University...